webnovel

FATAHILLAH

Dari banyaknya perjalanan Esta hanya merindukan jalan kakinya bersama Fatah menyusuri trotoar toko buku. Diam-diam mencuri pandang ketika cowok itu sedang berbicara atau sekedar menikmati keberadaan Fatah yang berjalan di sebelahnya sambil menyisir rambutnya yang ikal dan minta diacak-acak. Tapi Fatah terlalu sulit, entah mengapa sikapnya terhadap cowok itu yang sudah sangat jelas perduli masih saja dianggap sebatas teman. Esta terlalu takut jika ia melangkah lebih jauh dan bagaimana jika cowok itu tidak menginginkan hal yang sama?

Dioreenote · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
1 Chs

Chapter 01

Apartment itu penuh dengan kebisingan. Suara berisik dari musik yang diputar melalui speaker berukuran sedang memenuhi seluruh penjuru ruangan. Esta mulai menguap, menahan kantuk sejak jam delapan malam tadi. Jika bukan karena Sharon, mungkin Esta enggan menghadiri acara ini. Ulang tahun Runa.

Astaga. Lagi pula kenapa cewek kalem sewujud Runa bisa mengadakan pesta ulang tahun mirip suasana club begini? Runa, gadis dengan segudang prestasi berbaris rapih di belakang namanya. Wajahnya manis, dari keluarga kaya dan terpandang. Tentu saja dengan banyak kelebihan itu, Runa bisa memilih cowok manapun yang dia suka. Bahkan anak laki-laki di sekolahnya memuja Runa. Apalah Esta ini, cewek 20tahun yang masih betah di kelas duabelas.

"Woi, Ta."

Seseorang menepuk pundaknya. Fatah. Siapa lagi, cowok yang dengan berani menepuk keras punggungnya. Melupakan bahwa Esta juga cewek biasa. Dia juga lah salah satu alasan mengapa Esta mau-maunya datang kemari.

"Gue masih manusia, Fat. Tulang gue bisa geser ke dengkul kalo lo nepok sekenceng itu, setan!" ucap Esta.

Tangan Fatah bergerak mengusap pundak temannya. Menyulut genderang tabuh di dada Esta yang kian terasa ramai.

"Apasih!" Ditepisnya tangan cowok itu. Jantungnya terlalu lemah, Esta bisa mati deg-degan hanya dengan sentuhan cowok itu.

Fatah hampir terbahak jika tidak melihat raut kesal yang ditampilkan temannya. Entah kenapa, menjahili Esta sudah menjadi salah satu sumber kebahagiaan tersendiri. Fatah mengambil alih salah satu kursi bar, membawa dan mendudukinya di sebelah gadis itu.

"Lo nggak gabung, Ta?" tanya Fatah menunjuk kerumunan Sharon dan teman-teman lain dengan dagu.

"Nggak."

"Kebiasaan buruk. Sekali-kali gabung sama manusia, Ta."

"Ya, gue kan belom tau pasti. Kapan elo enggak nyetan-nya."

"Si kampret!" decak Fatah.

Esta tidak lagi menghiraukan Fatah. Ia lebih memilih mengamati Runa

Dari sini, Esta bisa melihat bahwa gadis itu sedang bicara dengan Satria, ketua OSIS Xavate tahun ini. Entah apa yang dibicarakan, sedari tadi cewek itu sibuk melihat ke arahnya ketimbang memperhatikan Satria yang berbicara. Tunggu, untuk apa Runa memperhatikannya? Esta semakin heran ketika cewek itu berjalan menghampirinya, mengabaikan Satria yang memanggil namanya. Semakin dekat, Runa tersenyum ke arahnya. Se __

"Fatah."

Nyamperin Fatah ternyata.

"Runa?"

Runa mengangguk, tersenyum. "Kenapa nggak nyamperin aku? Aku nungguin kamu loh dari tadi."

"Oh, itu." Fatah mengulurkan kotak kecil berpita biru kepada Runa, "buat kamu. Sehat selalu, Runa."

"Aku dapet kado nih?" ia tersenyum cerah, "makasih ya. Terus kenapa enggak langsung nyamperin aku?"

Oke, anggep gue bolot.

"Lagi sama Satria kan. Aku nemenin Esta aja."

"Loh, kok gitu sih. Ayuk ah, jangan di sini aja." ditariknya lengan cowok itu.

"Ta, aku pinjem Fatah ya."

Belum sempat menjawab. Fatah sudah diboyong pergi meninggalkannya.

Buat apa dia izin dulu kalo maen bawa aja?!

Kesal? Tentu saja. Ketimbang menggerutu Esta lebih senang menikmati soda kaleng di hadapannya, sesekali memperhatikan jalannya acara.

"Estaaaaaaa!"

Esta mencari suara yang memanggilnya. Belum juga menemukan. Esta sudah kaget dengan cewek yang tiba-tiba memeluk pundaknya erat dari arah belakang.

"Ihhhh! Gue kangen gila sama lo, Ta. Udah kapan taun kita nggak ketemu? Gue masih nggak nyangka bisa ketemu lo di waktu yang beda dan dalam keadaan yang beda juga. Ya ampun look at you, dress? Sujud syukur deh gue, sejak kapan di lemari lo ada dress."

"Perasaan ini birthday party, bukan kawinan betawi. Kenapa petasan banting nongol tiba-tiba."

Sarah. Esta mencebik sebal setelah melihat muka temannya.

"Ye, elu ih." Cewek itu duduk di kursi sebelah Esta yang tadi di duduki Fatah.

"Sendiri, Sar?"

"Enggak. Sama laki gue," ujarnya kemudian menunjuk laki-laki yang berjalan ke arah mereka, "malu tau, Ta. Gue sendiri kayaknya yang udah kawin. Sini Mas gabung sama Esta aja."

"Hai, Ta."

"Eh. Hai Mas Restu." Sapa Esta pada Restu yang kemudian di lihatnya menarik kursi lalu duduk di sebelah Sarah.

"Nggak cuma lo sih, Sar. Tadi gue liat kak Nanda bareng sama istrinya juga. Kayaknya Runa ngundang satu yayasan."

"Iya kayaknya. Masa gue liat Fariq tadi. Maklumin kali ya, tajir gitu keluarganya. Kalo Runa cowok, gue mau lah coba-coba." Kalimat itu meluncur dengan mulus. Esta hanya mendengus mendengarnya.

"Mas Restu, ini Sarah nggak guna banget udah digelandang ke pesantren. Matrenya nggak ilang."

Restu terbahak mendengar gurauan teman istrinya seraya mengacungkan jempol tanda setuju.

"Dih. Nggak ada urusan kali," ujar Sarah, "lagian ya, hidup itu perlu materi. Kayak logika yang nggak bisa jalan tanpa logistik."

"Hm, hm." Esta mengibas-ngibaskan tangan acuh.

"Sendiri dari tadi, Ta?" tanya Restu.

"Kalian kenapa sih? Kayak nggak ada pertanyaan lain aja. Mentang-mentang pasangan apa-apa kompak."

Sarah tersenyum lebar. "Mas nggak usah nanya. Esta lagi sensi, si Fatah ngegandeng Runa."

"Loh. Gitu, Ta."

"Enggak. Apasih Sar," ucap Esta.

"Mata lo tuh. Kemana Fatah pergi, matanya ngintilin."

Tidak ada jawaban. Esta masih mengikuti kemana Fatah bergerak. Merangkul Runa, saling melempar senyum dan tertawa. Boleh Esta egois? Menginginkan Fatah hanya untuk dirinya sendiri. 15tahun ia bersama cowok itu, harus puas hanya dengan status sebagai teman.

Sarah turut melihat arah pandang sahabatnya. "Sampai kapan, Ta?"

Esta menoleh, menatap Sarah dengan sendu. "Gue baik-baik aja, Sar."

"Esta! Stop jadi wonder-girl kayak gini. Hubungan lo sama Fatah tu racun banget tau nggak."

"Sar ...."

"Seenggaknya jangan libatin orang lain, Ta. Lo berhak lupain Fatah. Cowok nggak cuma dia, lo cuma udah terlalu biasa bareng dia selama ini."

Esta tidak mampu membalas. Perasaannya teremas hanya dengan kata-kata sahabatnya.

"Sayang." Restu mengusap bahu istrinya. Kemudian pergi meninggalkan kedua perempuan itu, memberikan waktu untuk mereka bicara.

"Ta. Mungkin gue nggak pernah cinta sama orang sebesar elo ke Fatah." Sarah mengusap pundak sahabatnya.

"Gue minta lo bisa bahagia. Jangan gini terus." lanjutnya.

Esta menahan air matanya. Memilih menelungkupkan wajah di meja bar. Tidak ingin melihat Fatah lagi yang terlalu asyik bersama Runa. Ayolah, kenapa sulit sekali untuk tidak menangis. Satu tahun belakangan ia masih bisa mengatasi perasaannya. Esta menarik napas, menormalkan rasa yang menghantam dada. Mencoba baik-baik saja dan mengikuti acara ini. Lagi pula sudah ada Sarah, itu mempermudah dirinya tidak memperhatikan pasangan itu.

Tubico!