webnovel

Lima

Hari sabtu ini merupakan hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh kedua sejoli remaja lelaki yang sekarang sedang dimabuk cinta. Karena hari ini mereka berdua, ditambah Dini, akan pergi mengunjungi Bali.

Terlihat mereka berdua yang sedang ribet membawa koper yang isinya seperti akan pindah rumah. Padahal hanya berlibur selama dua hari satu malam.

"Din"

"Ape!?" Jawab Dini nyolot, seperti biasanya.

"Buruan, takut kita telat"

"Ya gue mah udah cepet, kalian berdua aja yang lama. Bawaan lu juga tuh yang nyusahin" cetus Dini.

Sebenarnya ini merupakan perjalanan mendadak. Bagaimana tidak? Ayahnya Hendra mendapatkan hadiah dari temannya berupa tiket travelling untuk tiga orang. Seharusnya, yang berangkat itu Ayah, Bunda, dan Hendra. Namun, kedua orang tua Hendra berhalangan untuk pergi. Dikarenakan hari ini mereka harus menghadiri pernikahan adiknya Bunda.

Hendra pun sedari tadi tidak bisa sabar, padahal keberangkatan masih 30 menit lagi. Bastian hanya membiarkan kekasihnya gelisah macam tak waras seperti itu.

"Say"

"Ap- BAS! Jangan manggil gue sayang di depan umum. Malu ih" keluh Hendra, namun tetap tidak dihiraukan oleh Bastian.

"Sayang"

"Sekali lagi manggil gue sayang gue sumpel lu pake lap pel!"

"Sayangku... Cintaku..."

Hendra menghela napas berat. Tahu kalau Bastian sangat menyebalkan saat menyebutnya dengan panggilan sayang.

"Eugh... Apa??"

"Nggak, kamu keliatan imut aja hari ini" goda Bastian yang sontak membuat pipi Hendra merona.

"Idih najis" Hendra memalingkan wajahnya malu.

"Ehem... Gak sadar ada Princess Dini disini ya. Sampe ke 'uwu'-an kalian pun diumbar-umbar di bandara " celetuk Dini iri.

"Iya maafin Bastian ya Din. Kurang belaian"

"Terbalik sat!" Bastian membalas.

"Heh ngomongnya!"

Pintu terminal akhirnya dibuka. Mereka pun bergegas masuk ke dalam pesawat. Armada yang mereka naiki saat ini adalah Garuda Indonesia, kelas pertama. Entah teman Ayahnya Hendra memang semuanya kaya atau apa sampai membelikan tiket first class hingga penginapannya yang padahal besok juga pulang.

Seusainya mereka menemukan kursi dan menyimpan bagasinya masing-masing, pesawat pun lepas landas. Perjalanan memakan waktu satu jam. Dini sudah tertidur terlebih dahulu karena ia terbangun pada dini hari karena diajaknya oleh Hendra mendadak. Dini tertidur dengan Anggun seperti perempuan pada umumnya saat mereka tidur. Dengan posisi kepala nenggak, mulut menganga, iler menetes, juga suara dengkuran yang mengalahkan suara bioskop bertaraf Dolby Atmos. Bukannya All... Around... You..., melainkan ngrroorkkk, ngorrkkk.

"Dini... ampun dah. Apa yang bakalan diomongin sama para teori konspirator kalau princess itu aslinya tidurnya kayak Dini?"

"Princess kan jaim, Bas"

"Ya kan jaim kalau ada princenya. Sama kayak kamu kalau deket aku"

"Stop Bas. Heran ya lu-eh kamu... Arrgh getek sumpah!"

...

Perjalanan mereka telah sampai. Dan pesawat akhirnya mendarat. Ketiganya bergegas untuk keluar pintu terminal bandara Ngurah Rai.

Sesampainya di lobby, ternyata mereka sudah ditunggu oleh supir. Karena memang sudah termasuk paket perjalanan.

"Tuan Rahmat?" Tanya pak supir.

"Saya anaknya, Hendra"

"Oh, baik. Silakan masuk. Biar kopernya saya yang bawakan"

"Nggak perlu pak, kita aja. Lagian emang berat banget, takut bapak encok"

"Nggak kok"

"Yakin?"

"Iya dong yakin. Makanya saya kesini"

"Yowes, makasih ya pak" Ujar Hendra dengan tawa kecilnya seraya menyenggol bahu Bastian.

"Kasian ih, makanya bawa koper kayak aku. Lagian kan kita liburan, bukan diusir Bunda" goda Bastian.

Akhirnya mobil tiba di hotel Hyatt. Mereka lalu melakukan check in dan langsung pergi ke kamar mereka.

"Eh? Oh iya ini single bed yang buat lu Din."

"Hooh"

"Kita yang double bed kan ya. Ugh bisa 'itu' dong"

"Gak. Ngocok aja sana sendiri"

"Lah kok gitu sih? Padahal gue udah bawa fiesta nih"

"Chicken nugget?"

"Aku mau setiap hari. Fiesta!"

"Berisik. Bantuin gue bawain koper"

"Gak. Bawa aja sendiri"

Bastian berjalan meninggalkan Hendra di lorong. Hendra pun tak berkutik lagi menerima turn table dari Bastian.

"Mhmmm...  Akhirnya bisa selonjoran juga"

"E-eh! Enak aja siapa suruh tidur di kasur!" Hendra menggertak.

"Lah kan emang kita tidur bareng sayang"

"Yang bilang siapa?"

"Aku"

"Terus aku bolehin?"

"Mm... Boleh gak?" pinta Bastian dengan manja.

"Mm... Nggak zheyeng. SANA NGAMPAR!", Balasnya, "Becanda zheyeng... Kita tidur berdua tapi gak main dulu. Masih pengen jalan soalnya"

"Ahh! Yaudah deh, tapi kalau minta ciuman boleh kali?"

"Tsk~ Iye-iye ah. Gue kebiri lu"

Karena memang masih siang, Hendra pun mendapatkan ide edukatif. Pergi ke museum. Ia kembali menggunakan jaketnya dan segera membangunkan Bastian dan juga Dini yang baru saja beristirahat.

"Din"

"Eh monyet sia mah. Apaan?"

"Ish kasarnya. Ikut gue buru. Bentaran aja paling sejam balik lagi" Ajak Hendra dengan antusias. Sudah ada Bastian di sebelah Hendra yang matanya masih merem-melek.

Hendra kemudian memanggil taksi, lalu mereka pun pergi.

Sesampainya di lokasi, sontak membuat Bastian dan Dini kebingungan. Mengapa Hendra membawa mereka ke museum Bung Karno?

"Seriusan? Museum?"

"Ya, kenapa? Dosa? Mati? Ya kan gue sosialis"

"Nasionalis bego!"

"Eiya maap, ayo masuk" Mereka pun masuk. Museum ini memiliki kesan 1940-an yang khas, sangat estetik dimata Hendra. Dilihatnya sebuah foto besar bergambar Soekarno sedang memegang cerutunya dengan Bung Hatta dibelakangnya.

Seketika mata Hendra berbinar, kagum bukan main.

"Din"

"Hmm?"

"Kan powerbank lu ilang sama ponakan si Iky. Mau gue beliin gak?"

"SERIUSAN!?"

"Hooh, fotoin gue dulu"

"Sini! Hape lu mana?" Ujar Dini bersemangat.

Dini pun memotret kedua remaja tersebut. Senangnya dalam hati, pasalnya ia akan dibelikan powerbank baru.

"1... 2... 3..."

"Udah?"

"Sip Din. Makasih ye. Lu check out aja powerbanknya, malem gue transfer"

"Uuuu... my baby honey makasih ya. Kan aku sebagai Dini Damayanti merasa semangat menjalani hari"

Sudah dengan melihat-lihat. Mereka yang tadinya akan kembali ke hotel kini memutuskan untuk pergi ke pantai. Layaknya pengunjung lokal, tujuannya pun pasti umum. Yaitu pantai Kuta.

Mereka tiba pukul empat sore. Pas sekali karena akan ada sunset. Mendengarkan lagu Payung Teduh sambil menyeruput segelas kopi liong.

Beruntung Hendra, Bastian dan Dini pakai baju dalam renang. Karena ketiganya sudah memprediksi pasti ujung-ujungnya ke pantai juga.

"Bas gue mau ganti baju. Mau ikut?"

"Ikut dong. Akut takut kamu diapa-apain soalnya"

"Nggak kok, cuma dicolek oantatnya sama abang penjaganya"

"GAK BOLEH!"

Seketika peran mereka berbalik. Malah Bastian yang dengan segara menarik tangan Hendra menuju ruang ganti di bagian ujung yang terlihat sepi.

"Maksudnya apa?"

"Maksudnya apa, apanya?

"Denger. Aku nggak mau ada orang lain yang nyentuh kamu sedikitpun. Badan kamu sepenuhnya milik aku, Sebastian Harrison. Titik!"

"Ah? But I never sell my soul to anyone lah"

"But you give it to me. So it's mine. That's the deal"

"Nghokey"

"So... jangan pernah bilang kayak gitu lagi, walaupun bercanda. Aku nggak suka, aku marah" Jelasnya, lalu mengecup bibirnya singkat. Setelah itu mereka melanjutkan mengganti baju.

Saat kerduanya keluar, Dini sudah ada di hadapan mereka.

"Sejak kapan cowok ganti baju lama? Kalau mau ngenti ya di hotel lah mana ada di bilik. Miskin banget"

"Orang abis buka podcast sama om Deddy"

"Bacot, buruan"

Mereka dengan riang bermain ciprat air di pesisir. Di Kuta memang sangat banyak pelancong yang datang. Mungkin karena pemandangannya yang indah memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

Waktu pun sudah menampakkan warna orange kegelapan. Karena lapar, mereka pun mendatangi sebuah kedai outdoor bertemakan Hawaii. Saat disana, mereka memesan hidangan utama berupa mie goreng beserta kentang goreng dan juga minuman segar. Pas sekali disaat setelah bermain air sambil kedinginan.

"Dhunm-udbh~"

"Abisin dulu" Balas Bastian seraya mencubit pipi Hendra gemas.

Gulp~

"Maapin. Din, tadi udah gue transfer ya"

"Ihhh unchhh! Omaygad tengkyusomach!"

"Yoai"

Hendra, Bastian dan Dini menghabiskan waktu malamnya di kedai. Berbincang-bincang mengenai masa depan sembari menatap bintang.

"Guys"

"Hmm?" Sahut keduanya serentak.

"Daku boleh jujur gak sama kalian?"

"Apa tuh?"

"Sejujurnya gue tuh emang gak ada niatan mau ngomong serius, jadi lupakan saja perkataan Mahendra ini"

"Yeu kampang lu!" Sentak Dini.

"Btw balik yu, udah mau tutup kedainya" Balas Bastian.

"Yaudah ayo. Gue juga mau mandi, mau tidur juga"

***

"Bas nyalain TV dong. Channel apa kek gitu asaan sunyi amat"

"Dra"

"Apo?"

Bastian menepuk kasur, mengisyaratkan untuk duduk disebelahnya. Hendra paham lalu beranjak ke atas kasur, duduk bersandar di sebelah Bastian.

"Inget janjinya?"

"Apatuh?"

"Muah-muah"

"Muah-muah teh nao-Mmmmph~"

Sebuah ciuman hangat mendarat di bibir Hendra. Ia pun langsung berganti posisinya duduk diatas pangkuan Bastian, lalu melanjutkan sambungan batin yang tadi terjeda.

Bastian memang sangat menyukai bibir Hendra. Menurutnya bibir Hendra memiliki rasa manis, juga kenyal saat ia menggigitnya. Tapi ia tidak menggigitnya hari ini, hanya dilakukan kalau saat sedang 'itu'. Semua bagian tubuh Hendra sudah di reservasi.

"Mmp-muah... Huahh... Itu tadi muah-muah. Sisanya nanti diru-muah. Spesial senin pulang sekolah nanti kita main fighting schoolboy"

"Hmm... kayaknya aku tau artinya. Pasti judul video nakal ya"

"Mhm kamu bener sayang" Bastian menjeda, lalu memeluk Hendra erat "Uhhh... Gatau kenapa aku suka banget meluk kamu. Kayaknya makin... Montok"

"Diem ah"

"Kalau aku diem nanti kamu yang gerak dong"

Blush~

Semburan merah terpancar di pipi Hendra, "Udah yu, tidur. Besok siang kan kita prepare pulang"

Bersambung...

Gak ada adegan ena-ena, jadi rasanya hambar gimana gitu.