webnovel

Karakter

Luna berjalan seperti penguin mendekati Chan, dia merampas ponsel tersebut dengan tersenyum. Dia memasukkan ponsel itu ke dalam saku celananya.

"Bukan... itu kerjaan teman-teman."

"Sejak kapan kamu mempunyai teman. Setahuku kamu itu... oh, jangan bilang kalau kamu siput."

"Maksudnya?"

"Di dalam cangkang terlalu berani."

"Ngaur. Apaan, sih?"

"Kamu menyukai Liam?"

"Enggak."

"Jangan berbohong. Jika kamu menyukainya aku bisa membantumu."

"Benarkah? Tidak mungkin, aku tidak ingin berurusan dengan geng AngelEs itu lagi. Dia sudah membuly aku dua kali."

"Tenang saja. Aku akan membalas mereka nanti."

Luna tertawa, dia duduk tertawa mendengar perkataan Chan. Tawa itu langsung berubah menjadi tatapan tajam, dia menatap Chan dalam dengan sinis.

"Tidak akan bisa. Dia anak dari pemilik sekolah. Mengerti?"

Luna berjalan ke arah kamar, dia memperlambat langkahnya ketika merasa seseorang mengikutinya.

"Kak, Chan. Pasti dia."

Luna menoleh ke belakang, tetapi hanya ada kekosongan. Bulu kuduk Luna berdiri merinding, dia kembali menoleh ke depan sambil memegang lehernya. Dia melangkah masuk ke dalam kamar, dia melihat tirai jendela yang bergerak.

"Kak Chan. Ah! Mana mungkin dia di sini."

Luna mendekati jendela, dia memegang tirai tersebut lalu menariknya. Masih kekosongan yang ada, dia kaget ketika melihat jendela terbuka sendiri. Hujan dengan lebat turun, petir mulai keluar dengan cahaya bak petikan flash potret kamera. Ketakutan muncul, dia berlari menaiki kasur dan memeluk bantal. Hal yang dia lakukan ketika takut maka dia akan menutup kepalanya menggunakan bantal.

Dia merasa seseorang sedang naik ke atas kasur, Luna sosok yang parno, dia merasa bahwa orang yang menaiki kasur adalah hantu.

"Jangan. Tolong jangan dekati aku."

Bantal yang dia pegang ditarik, mata Luna terpejam bertahan dengan ketakutan. Namun, setelah mendengar suara Chan dia membuka matanya.

"Kak Chan."

Pelukan diberikan oleh Luna, dia ketakutan berat hingga menangis. Apa yang dirasakan oleh Chan, jantungnya berdetak kencang tak terkontrol.

"Jangan menangis. Aku di sini."

Chan menghapus air mata yang keluar membasahi pipi gadis itu. Dia ada ketika Luna tertidur karena gadis itu meletakkan kepalanya diatas pangkuan Chan.

***

Bus yang dikemudikan oleh seorang pria paruh baya yang sering mengantar anak sekolah berhenti tiba-tiba. Terdapat kerusakan di mesin yang mengharuskan semua penumpang mencari transportasi lain. Hal yang membingungkan bagi Luna, dari semua orang dia yang belum mendapatkan tumpangan.

"Kalau Kak Chan ikut mungkin aku tidak akan sendiri. Entah apa kasan dia malas sekolah."

Luna mencoba untuk menyeberang, motor besar tiba-tiba muncul dan hampir menabraknya. Luna berdiri sambil menutup mata, tangannya berada di hadapan wajah menyilang.

"Lo gila. Kenapa setiap berhubungan dengan lo gue selalu mendapatkan masalah."

Dia Liam yang hampir menabrak Luna. Luna hanya diam, dia menepi sambil meminta maaf. Melihat jam dia berlari meninggalkan Liam, mata memcari-cari taksi di sekitarnya.

"Ayo naik. Mumpung gue baik, ayo!"

Luna naik, dia senang bisa dekat dengan orang yang dia sukai. Tangannya tidak sengaja memeluk perut Liam ketika pemuda itu rem mendadak karena seorang pemulung ada di hadapan motor nya.

"Tangan jangan terlalu berani."

"Maaf, Kak."

Motor kembali dikendarai, motor tersebut diberhentikan di halte bus karena Liam tidak ingin permasalahan mengenai dirinya dan Luna kembali heboh.

"Kak! Terima kasih."

Luna tersenyum ringan, Liam hanya diam dan pergi begitu saja tanpa memberikan respon. Luna menatap tangannya, dia mengeluarkan foto dan memotret tangan putih dan lembutnya setelah memegang Liam.

"Bagaimana?"

Chan datang membuatnya kaget, Luna menyembunyikan ponsel tersebut . Chan mengambilnya, dia melihat foto tangan gadis itu dengan tersenyum.

"Kamu tidak bisa membohongi. Seharusnya kamu mengatakannya kepadaku. Mulai sekarang jangan ada kebohongan, aku mengetahui segalanya tentang dirimu."

"Iya. Kenapa tidak jika kakak tinggal di rumahku."

Mereka berdua berjalan beriringan memasuki gerbang sekolah. Chen memberikan sedikit tingkah dengan candaan bahkan meremehkan Luna yang lebih pendek dari dirinya. dia menarik leher gadis itu ke dadanya dengan langkah mereka yang masih berjalan.

"Kamu tidak seintrovert yang aku kenal. Apa kamu mau tahu apa sebenarnya yang disukai oleh seorang cowok kepada cewek."

"Apa, Kak?"

"Aku akan memberitahumu tetapi kamu harus janji mau membantuku."

Chan memberhentikan langkahnya ketika berada di tengah lapangan bola basket. Tubuhnya dan Luna saling berhadapan satu sama lain dengan raut wajah gadis yang ada di hadapannya tampak penasaran.

"Perjanjiannya aku akan memberitahumu setelah aku membantumu."

"Tidak. Biasanya jika permainannya begitu maka Kakak akan meminta hal-hal aneh kepadaku."

"Tidak. Namun, itu terserah kamu karena aku tidak akan memaksamu untuk menyetujuinya. Kamu hanya perlu percaya kepadaku dan apa yang saat ini aku pikirkan."

"Bagaimana mungkin aku bisa mengetahui apa yang kakak pikirkan."

Chan kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Luna yang kesal, Gadis itu berlari menghampiri Chan mendaratkan kedua telapak tangan ke pundak Chan yang tinggi lalu menekannya seakan dia yang paling tinggi. Biasanya hal ini dilakukan oleh seorang kepada temannya yang lebih tinggi.

Chan memberhentikan langkah kaki untuk kedua kalinya. Dia kembali meminta persetujuan dari Luna mengenai perjanjian itu.

"Jika kamu ingin mengetahui karakter seseorang maka jangan menilainya hanya dari penampilan atau anggapanmu. Apa kamu berpikir aku cowok yang berpikir terlalu jauh memanfaatkan seorang cewek."

"Waduh. Bagimana dia bisa tahu kalau aku berpikir bahwa dia akan meminta imbalan mungkin ingin aku menciumnya atau tidak pacaran dengannya, jika tidak lagi dia menginginkan hubungan yang lebih dalam di belakang orang tuaku. Aku biasanya melihat hal-hal ini di film-film. Apa aku terlalu parno?"

Luna berbicara dalam hatinya, mata menyempit menatap Chan dengan kedua tangan di pinggang memegang tali tas.

"Jika kamu ingin mengetahui karakter seseorang maka kenali gerak geriknya, cara dia berbicara yang terpenting. Fokuskan dengan kedua matamu, pikiran dan baru bisa kamu asumsikan tanpa menghiraukan apapun kata orang mengenai dia karena penilaian setiap orang tidak sama."

"Apa lagi ini? Jangan berbicara dengan hal-hal yang tidak aku mengerti. Ini sudah di luar topik pembicaraan kita."

"Kenali karakterku. Apa kamu merasa aku cowok yang kamu anggapan seperti anggapan mu sebelumnya."

Luna hanya diam. Dia jadi merasa bersalah karena sudah beranggapan bahwa Chan pemuda yang memiliki sisi negatif yang tinggi Setelah dia mengingat sikap-sikap baik pemuda itu akhir-akhir ini kepadanya bahkan semalam.

"Baiklah. Kalau begitu bantu aku untuk mengetahui apa yang disukai oleh seorang cowok kepada cewek."

"Oke. Aku menunggu kamu di atap nanti jam istirahat karena kita harus menandatangani perjanjian kontrak."

"Kontrak?"

Chan mengangguk, dia kembali melanjutkan langkah kakinya meninggalkan Luna yang masih berdiri menatap kepergiannya.