webnovel

Empire of the Portals Arc 1: Rise of an Empire

Beberapa portal menuju dunia lain bermunculan di Dunia Altresviel semenjak dua ribu tahun lalu. Manfred Zimmermann, seorang perwira militer Kekaisaran Nordland ditugaskan di sebuah dunia aneh yang sangat berbeda dengan dunianya. Ia ditugaskan oleh kaisar langsung untuk menginvestigasi penyebab munculnya portal-portal dimensi di Altresviel, menjalin hubungan baik dengan warga di dunia itu, dan memperkuat posisi kekaisaran yang baru saja terbentuk. Mampukah ia, yang dianggap sebagai musuh terbesar dunia itu menyelesaikan misinya? Dengan ingatan masa lalunya yang kelam, kini ia berdiri tegap untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, dan mengakhiri perang abadi yang sudah menghancurkan hidupnya.

Tengku_Luthfi · Quân đội
Không đủ số lượng người đọc
8 Chs

Chapter 2 : Akhir dan Awal Segalanya

Part 2

"Ya Oldenvar kau berhasil, itu tadi cocok untuk dianugrahi Doppeladler Merit. Coklatmu aman?" katanya sambil menepuk bokongnya, pas di tempat yang terluka.

"AWW, Ya Tuhan, liat-liat dulu apa yang kau menepuk!"

Max melihat celana Zimi yang agak sobek di belakang, terlihat sedikit bercak darah disitu.

"Ah…tanda itu, beruntung sekali. Kupanggil Ingrid kemari." Katanya, sambil berjalan menuju tangga.

"Tidak, tidak. Aku tidak perlu. Bilang pada Ingrid obati saja Heimling, lukanya cukup parah."

"Dan Theodred?"

"Wanita galak itu masih hoki."

Ia tersenyum, lalu lanjut menuruni tangga. Di saat yang bersamaan, Eilmann, si kacamata, datang. Ia memberi hormat terlebih dulu padanya.

"Pak, kami berhasil menangkap dua belas tahanan. Ada delapan prajurit, dan empat wanita yang sepertinya mereka…pembantu? Budak? Pakaiannya mirip pembantu wanita di Diamantpalast"

"Kau pernah kesana, Eilmann?"

"Pernah pak, Anda lupa saya beberapa kali ditugaskan disana, beberapa kali Anda menyapa saya."

Zimi terdiam sebentar, mencoba mengingat-ingat. "Ya….terakhir kali aku kesana lima tahun lalu sebelum perang meletus lagi…omong-omong, letakkan mereka di ruang tengah, lepas ikatan mereka tapi senjata tetap diarahkan ke mereka. Aku akan turun sebentar lagi. Dan erm….suruh seluruh prajurit istirahat, siagakan semua senapan mesin dan delapan prajurit lain untuk berjaga."

"Siap, Kapten."

Ia melihat ke arah luar bangunan yang sudah rusak itu, sebagian dindingnya hancur dan beberapa bagian lantainya juga hancur. Melihat langit yang penuh awan, dengan butir-butir salju jatuh dengan pelan, menghiasi lapangan di luar. Ia lihat beberapa prajurit menggotong rekan-rekan mereka yang tewas, mengumpulkannya jadi satu untuk dikubur di taman itu. Suara tembakan dan bom dari luar tembok istana masih terdengar, bersama dengan suara jeritan yang sangat mengerikan entah itu dari pasukan Nordland atau kerajaan ini.

Ia bergerak turun dari tangga, untuk menanyai beberapa tahanan yang baru saja ia dapat.

Suasana yang panas tadi sudah agak tenang. Para prajurit duduk santai di lantai, sambil melakukan aktivitasnya. Ada yang tiduran, ada yang mengelap senjatanya, ada yang berdoa, dan ada Heimling yang sedang diperban kakinya. Ia menengok keluar, melihat selusin tentara menggali lubang kubur untuk delapan orang gugur.

Ia melihat satu persatu orang yang tertunduk di depannya itu. Dibelakangnya, dua orang tentara mengarahkan senapan mereka ke arah para tahanan, antisipasi jika mereka kabur.

Tujuh prajurit semua laki-laki, seorang Magi perempuan yang sepertinya tingkat rendah, dan empat orang pelayan, atau budak. Ketujuh prajurit itu memakai zirah rantai, dengan helm nasal yang sudah dilepas. Zimi dapat melihat jelas kemarahan yang ada di mata mereka, tertuju pada Zimi, seakan-akan mengatakan 'akan kucekek, kucincang, dan kuberi dagingmu ke kandang anjing!', susah mengorek informasi dari mereka, bahkan jika ia potong jari tangan mereka satu persatu.

Sementara si Magi perempuan terlihat sangat ketakutan. Wajahnya mengatakan semuanya. Bibirnya terus menerus bergerak seperti berdoa, jika ia sedang merapal pun jelas ia tak bisa merapal apa-apa dengan gelang mithrillium yang terpasang di tangannya menghisap seluruh kekuatannya, kecuali kekuatan fisik.

Mungkin jika ia ditangkap oleh pasukan lain selain Nordland, ia sudah menjadi mainan para prajurit jika dilihat dari dunia ini yang masih menggunakan sistem budak. Itu kenapa ia bergidik ketakutan, tidak tahu nasibnya di tangan Zimmermann. Mungkin baginya, kematian adalah jalan terbaik, mengingat deritanya akan langsung hilang dan jiwanya bergabung dengan kawan-kawannya yang sudah berada di alam lain.

Keempat pembantu itu, semuanya wanita yang nampaknya masih dibawah umur dengan raut wajah datar,tak memperlihatkan rasa takut. Justru hanya tatapan kosong yang dipancarkan mata mereka, seperti orang yang sudah mati.

Ia pernah melihatnya, tiga tahun lalu, temannya pernah mengalami hal serupa. Matanya menatap pada satu titik, tidak bergerak, tidak menandakan ia didalam kontrol atas matanya sendiri. Para dokter militer menganggap ini penyakit kejiwaan yang diakibatkan terus-terusan dihantam artileri. Karena dunia ini tidak ada artileri dan bunyi ledakan seperti itu, tidak aneh kalau orang gampang terkena shock seperti ini.

Tapi ada satu yang masih sadar, seorang gadis yang sangat cantik dengan telinga panjang. mirip seperti para elf di Nordland, tapi yang ini lebih panjang telinganya, dan lebih mengarah keluar daripada keatas. Zimi sedikit tertarik, melihat ada bekas-bekas lebam di tubuhnya, tidak seperti para pelayan lain. Antara orang ini sangat mudah memberontak lalu dipukuli majikannya, atau karena guncangan bom dan ia terbentur sesuatu yang keras. Atau mungkin lebih parah, ia tidak tahu.

Ia menanyai ketujuh prajurit tentang lokasi targetnya, seorang "Kunci" yang disebut-sebut sebagai seseorang yang kuat, yang katanya dikurung di Thalassia untuk dipakai sebagai alat perang. Mereka menggeleng, berkata tidak tahu, bahkan ketika sudah dibentak, mereka tetap tidak menjawab.

Lalu si Magi wanita, ia menutup wajahnya dengan rambut coklatnya yang panjang. Zimi bisa mendengar isak tangisnya. Berkali kali ia tanya dia tidak menjawab, entah itu taktiknya atau apa. Ia terus menerus menyebut nama, atau kata "Elthar", entah itu siapa atau apa artinya, tapi Zimi mencatatnya, jika saja ada yang penting. Melihat ekspresinya juga. Sepertinya dia suda rusak dan tidak berguna lagi.

Dan yang terakhir adalah si pelayan yang masih sadar, ia menatap tajam ke arah Zimi, menunggu apa yang akan dikeluarkan mulutnya. Di lain sisi, Zimi juga menunggu apa yang akan dikatakan si wanita itu,

"Apa yang kau mau?"

"Kau mau bilang apa?"

Mereka berdua berbicara bebarengan. Zimi mengambil inisiatif lebih dulu.

"Aku ingin seseorang yang pernah ditahan di sini, yang katanya akan dijadikan alat perang untuk kerajaan."

"Aku tahu siapa dia, aku tahu dia dimana, tapi sayang kau takkan menemukannya di sini. Semenjak kota ini dikepung, sebuah kapal kecil sudah berlayar dengan penjagaan Magi Naga untuk dibawa kembali ke ibukota."

Hati Zimi hancur, dan tatapan tidak percaya ia arahkan kepada gadis itu. Selama ini ia kerahkan tenaga untuk mencari intel, dan hari inipun ia kehilangan beberapa orang terbaiknya, hanya untuk membuka peti kosong?

"Tapi…" kata gadis itu, sambil menatap tajam Zimi. "Ada seseorang di dalam penjara, di seberang sana dimana pasukan putri dan tentaranya berada. Dia adalah teman baik orang yang kau bicarakan tadi, masih ditinggal disitu. Dia punya informasi yang cukup untuk pencarianmu itu."

"Bagus…kau tahu tempatnya? Ikut kami!"

"Ya, tapi tidak semudah itu. Aku ingin tahu kenapa kau ingin gadis itu?"

"Kau terlalu banyak omong. Yah, kalau aku menolak, kau takkan beritahu apa-apa. Jadi…kami hanya ingin musuh tidak punya senjata berbahaya untuk digunakan."

"Dan menggunakannya sebagai senjatamu?"

"Itu urusan kaisar kami, bukan kami. Kami hanya dipanggil untuk menangkapnya. Dan dia mungkin kunci supaya perdamaian kedua negara bisa diterima. Atau kunci kehancuran kerajaan ini selamanya…"

"Aku tidak peduli negara ini hancur…" kata si gadis itu dengan nada marah, matanya berapi-api ketika ia mengatakan hal itu, dalam kata-katanya terdengar sebuah kesedihan yang kini dapat ia teriakkan dengan leluasa. Jelas, sesuatu terjadi padanya dan lebam-lebam itu bukan cuma sebuah kecelakaan.

"Aku juga nggak peduli sebenernya, kami cuma ingin perang cepat selesai. Rekan-rekanku sudah muak berperang selama bertahun-tahun tanpa istirahat. Dan melihat teman-temanmu itu, sepertinya mereka butuh bantuan."

Gadis itu berfikir, menimbang apa yang ditawari Zimi. Apalagi ia tidak tahu tujuan sebenarnya dari orang yang didepannya itu. Zimmermann pun tidak tahu apa yang akan dilakukan negaranya dengan orang itu. Para dewan perang, yang diisi jenderal-jenderal tertinggi Kekaisaran.

"Baik, kubantu. Semua jawabannya ada di seberang sana."

Zimi melihat ke arah seberang kolam yang memisahkan bangunannya saat ini dengan bangunan itu. Sekitar seratus meter jaraknya. Ratusan tentara sang putri bersiaga di seberang, berlawanan dengan tiga senapan mesin dan dua belas tentara yang berjaga-jaga di luar.

"Maksudmu, penjaranya ada disitu?"

"Bisa dibilang begitu."

"Apa maksudmu?"

'DHUARR!' Tiba-tiba teras yang ia pandangi tadi hancur berkeping-keping. Zimi terpental dan membentur tembok di belakangnya dengan keras. Telinganya berdengung dengan kencang. Ia masih terguncang, mencoba menelaah apa yang terjadi. Tanpa sadar, Max didepannya memanggil-manggilnya. Suaranya samar, lama-lama menjadi semakin jelas, hingga dengungannya hilang dan diganti letupan senapan yang tidak berhenti-berhenti.

"Zimi, bangun!"

"i-iya ini udah bangun…apa yang terjadi?"

"Pesta barbecue."

"Oh sialan, Semuanya, berlindung ke dalam gedung!"

Zimi masih kebingungan, itu adalah perintah yang bisa ia pikirkan saat itu. Delapan prajurit yang ada di luar segera masuk ke dalam gedung, sambil mengambil dua senapan mesin yang jatuh, dengan mereka yang membawa senapan itu sudah menjadi kepingan kecil yang berserakan di sekitar.

"Sialan, kok bisa tiba-tiba gini."

"Ah…dia sudah dilepas…" kata gadis itu.

"Hah? Bicara yang jelas!"

"Makhluk itu sudah dilepas!" katanya, entah kenapa senyum terbuka lebar dari mulutnya.

"Apa yang…"

Ia melihat seekor naga yang sangat besar, berwarna hitam seperti gelap malam dengan kulit yang berduri. Naga itu turun dari langit, dan menginjak gedung di seberang sana, membuatnya rata dengan tanah. Mulutnya mengeluarkan api yang berwarna biru, seperti sedang bernafas dan siap untuk menyemburkannya kapan saja.

"Semua mundur! Mundur kembali ke taman!!"

Semua prajuritnya yang tersisa mundur dengan teratur. Beberapa tinggal lebih dulu di dalam gedung, menembakkan apa yang mereka punya, lalu menyusul setelah semuanya keluar. Satu orang lagi menjadi korban kobaran api itu dengan tubuhnya seketika gosong, dengan api masih menyala berpesta diatasnya tubuhnya.

"Ya Oldenvar…" kata Max, dengan wajahnya masih melongo melihat naga itu, yang sekarang berdiri dan menatap mereka…..dengan tatapan tajam, menyeramkan.

Zimi sekejap mengingat masa lalunya, matanya seakan-akan sedang menatap kobaran api dahsyat yang hampir menelan jiwanya enam bulan lalu. Siluet seorang gadis terlihat di depan wajahnya, menghadap ke arah seekor naga yang sangat besar, seperti seorang pahlawan pemburu monster dalam cerita dongeng.

Lalu ia kembali tersadar, memerintahkan seluruh prajuritnya untuk tetap diam di tempat mereka, sementara ia meminta seorang pembawa radio untuk memanggil serangan udara atau artileri ke arahnya.

Seharusnya mereka melihat makhluk ini dari kejauhan. Dan ya,benar saja. Beberapa bola api yang sepertinya datang dari meriam panzer-panzer di luar tembok yang melihat monster ini. Lima pembom tukik melepaskan bom mereka, empat diantaranya meleset, satu kena bagian kakinya namun tidak memberi efek apa-apa kecuali amarahnya yang kian meluap. Satu pesawat hancur ditampar dengan tangannya.

"Makan ini, makhluk sialan!" teriak Heimling, sembari mengarahkan sebuah panzerfaust ke arah naga itu. Roketnya melesat, namun anehnya sesuatu yang tampak seperti aura berwarna merah yang menari-nari terlihat pada roket itu, membuatnya melesat dengan sangat cepat, melebih roket panzerfaust biasanya. Dan ajaibnya, meskipun seharusnya meleset, roket itu berbalik mengenai bagian mata naga itu dan berhasil melukainya dengan memberikan lubang yang sangat besar pada mata bagian kirinya.

Zimi melihat ke arah tahanan tadi yang juga ia bawa keluar. Pelayan yang ia interogasi tadi mengeluarkan sebuah pedang yang terlihat transparan, berwarna merah juga. Ia dengan gerakan kilat melesat ke naga itu, dengan pedang anehnya melawan naga di atas langit. Sebuah pertunjukan sirkus yang luar biasa, lebih hebat dari sirkus udara yang ia lihat saat Perang Saudara. Namun, tak lama ia beraksi, ia terkena tamparan yang sangat keras, dan terlempar sangat jauh sampai tidak terlihat lagi. Zimi berteriak keras, melihat seseorang yang baru saja ia kenal, hilang begitu saja.

"Ya Tuhan, kenapa wanita itu sangat agresif…" kata Max yang berada di sampingnya

Dari dalam gedung, tampak banyak pasukan musuh berlari sekencang mungkin, dengan tombak di tangan.

"Semuanya, tembak!" teriak Zimi. Seketika muntahan peluru menghujani mereka dengan peluru mithrillium, peluru anti Magi yang berguna untuk menghancurkan perisai mereka. Tanpa dukungan Magi hebat yang menggunakan peluru es yang membuat mereka tak bisa balas menembak, para prajurit itu dengan mudah dirontokkan. Gelombang kedua pun keluar, dengan pedang, tombak, dan busur silang dalam posisi menyerang. Beberapa Magi berada di belakang untuk memberikan aura perlindungan pada mereka.

Zimi terus-menerus menembakkan senapannya, sampai pelurunya habis dan menggantinya dengan magasin yang baru. Max menggunakan karabiner nya merontokkan magi mereka yang masih ada jauh di belakang satu persatu, sementara Theodred dan Heimling menembak dengan gila-gilaan dan melemparkan granat yang mereka punya ke arah musuh tanpa mempedulikan diri mereka.

Di udara, terlihat ratusan pesawat berdatangan dari tebalnya awan di atas, terjun dengan tajam ke arah naga itu, menembakinya dengan senapan mesin pesawat mereka yang tidak bisa sama sekali menembus kulitnya yang sangat tebal. Beberapa yang cerdas terus menerus menembakkan peluru mereka ke kepala sang naga, sementara sang naga menyemburkan apinya dengan membabi buta, menjatuhkan belasan pesawat yang ada di dekatnya dan membakar para pilot yang terjun menggunakan parasut.

Dentuman artileri dari kejauhan terdengar. Zimi memerintahkan prajuritnya untuk mundur lebih jauh, ke arah gorng-gorong yang ia gunakan untuk menyelinap tadi, ia berencana untuk kembali ke markasnya selagi sempat, dan menyelamatkan anak buahnya yang masih tersisa.

Pasukan musuh terus bermunculan tidak ada habisnya. Mereka tidak takut tertimpa kaki monster besar itu, menerjang dengan nekat melawan derasnya hujan peluru yang menyamber mereka. Tak peduli berapapun yang tewas, mereka tetap maju sebelum akhirnya tumpukan mayat yang semakin menggunung membuat mereka gentar dan lari tunggang-langgang, kembali ke arah sang putri yang berada di samping mayat naga itu.

Zimi dan pasukannya bergerak mundur dengan teratur, hingga sampai pada penutup gorong-gorong. Zimi membuka penutupnya, dan melihat gorong-gorong itu penuh dengan akar berduri yang sangat besar. Ia kini terjebak. Ketika bunyi lesatan artileri terdengar di langit, mereka sontak langsung tiarap. Lusinan ledakan besar terdengar nyaring, dengan lokasi ledakan itu tepat dimana mereka berada tadi. Lusinan lagi menyusul, beberapa mengenai tubuh naga itu, meninggalkan bekas luka pada kulitnya. Tidak ada darah, hanya sesuatu yang tampak seperti asap berwarna hitam yang sangat pekat dari dalam bekas luka itu. Naga itu mengerong kesakitan, dan semakin agresif melepas serangan ke arah pemukiman. Jeritan terdengar nyaring dari balik tembok. Sebuah kota yang diberi titah oleh Kaisar Winterhalle IV dibiarkan berdiri tegap, musnah begitu saja di dalam lautan api berwarna biru tua.

Sebuah pesawat pembom tukik, dengan bom masih terpasang pada perutnya, melayang dikawal dua buah pesawat lainnya. Pesawat lainnya sudah kembali ke pangkalan masing-masing, tampaknya mesin mereka overheat karena terlalu dekat dengan api yang menyala-nyala.

Naga itu melihat ketiga pesawat di depannya, satu-satunya yang masih mengudara di udara yang kini sangat sunyi. Faktanya, saat ini sangat sunyi, tidak ada tembak-menembak. Sepertinya pasukan utama sudah menarik diri kembali ke pusat.

Mulutnya terbuka, dengan api terlihat siap untuk disemburkan. Tiba-tiba, pesawat pembom tukik itu mempercepat laju pesawatnya, dengan berani ia menargetkan mulut yang terbuka lebar, menganga dengan api neraka di dalamnya. Pesawat itu semakin cepat melaju, sementara api dari sang naga sudah meluap-luap keluar dari mulutnya, bersiap untuk menyemburkannya. Dan ketika mulutnya sudah siap untuk melakukan serangan pamungkas, pesawat itu menabrak mulutnya, dengan pilot masih berada di dalam pesawat. Naga itu tampak kebingungan, mencoba untuk mengunyah pesawat itu yang membuatnya sesak nafas. Ketika gigi-gigi tajamnya mulai meremukkan pesawat itu…

'DHUARR', ledakan yang sangat besar terjadi. Sepertinya kombinasi bom dan bensin yang masih ada di dalam tangki pesawat membuat ledakan semakin besar. Terlihat kepala naga itu hancur setengahnya. Moncongnya sudah tidak berbentuk lagi. Tubuhnya perlahan jatuh mengarah ke pemukiman., hingga akhirnya tanah yang berguncang menandakan naga itu sudah mati