Hello semuanya.
Happy reading!
___________
8 tahun yang lalu.
Sesuai dengan apa yang dikatakan Sarah kemarin. Hari ini dia benar-benar mengikuti Axton di sekolah. Tidak peduli pria itu merasa terganggu atau tidak, pokoknya kemanapun pria itu pergi Sarah akan selalu mengikutinya. Walaupun Axton tidak melihatnya dan berbicara dengannya namun Sarah tetap merasa senang saat berada di dekat Axton.
"Dia mau kemana?" Tanya Sarah sambil menendang kursi Aiden yang kebetulan duduk di sebelahnya.
"Aku tidak tahu." Jawab Aiden dengan kesal.
"Seharusnya kau cari tahu dia mau pergi kemana!" Ucap Sarah dengan nada kesal.
"Kenapa aku harus tahu? Kau saja yang cari tahu sendiri sana!" Ucap Aiden sambil menatap Sarah dengan tatapan risih.
Sarah mencibir Aiden yang tidak membantunya sama sekali. Dia heran kenapa Aiden sangat tidak berguna sekali sebagai teman. Pria dengan mata biru laut itu sama sekali tidak membantu apapun dalam urusannya. Jangankan membantu, memberi saran saja tidak. Bisanya hanya mengomel dan memarahi orang lain setiap hari. Huh, dasar Aiden cerewet.
Sarah menyelinap keluar kelas untuk mengejar Axton. Sebenarnya dia sama sekali tidak ingin menjadi seorang penguntit yang mengikuti orang yang dia sukai kemanapun orang itu pergi. Jujur saja dia malu karena sebelumnya dia tidak pernah berminat menjadi seperti ini. Bahkan dulu dia mencibir orang-orang yang melakukan hal-hal seperti menguntit. Tapi sekarang dia malah termakan omongannya sendiri dan melakukan semua hal yang dia cemooh dulu. Hah, dunia memang sangat kejam sekali.
"Ketemu!"
Axton tiba-tiba menoleh ke belakang dan Sarah yang terkejut langsung melompat ke belakang tembok lalu menempelkan badannya ke dinding layaknya spiderman yang sedang menjalankan sebuah misi perdamaian dunia. Tapi bedanya dia sedang menjalankan misi perdamaian hatinya hahaha. Sarah mengintip dari balik tembok dengan sangat hati-hati dan ternyata Axton telah berjalan kembali dengan tenang seperti biasanya.
Sarah keluar dari persembunyian nya dan langsung berjalan dengan cepat agar dia tidak kehilangan jejak Axton. Jika dirasa Axton akan menoleh ke belakang, Sarah langsung bersembunyi di belakang benda apapun yang berada di dekatnya. Dia tidak tahu apakah Axton menyadari keberadaannya atau tidak tapi dia harap pria itu tidak menyadarinya karena Sarah tidak ingin kalau Axton melarangnya untuk mengikuti pria itu lagi.
"Kemana dia?"
Sarah melihat sekelilingnya dengan cemas saat Axton tiba-tiba menghilang dari penglihatannya. Dia langsung berlari sambil melihat ke kanan dan ke kiri sambil berharap dia dapat menemukan pria itu namun dia tidak menemukan Axton dimanapun. Pria itu tiba-tiba menghilang di telan bumi. Sarah terus berlari sambil mencari keberadaan Axton. Entah kenapa dia merasa sangat takut jika suatu hari nanti dia akan kehilangan Axton untuk selama-lamanya.
"Aku yakin dia tadi ada disini."
Axton yang bersembunyi dibalik sebuah tembok yang membatasi dua lorong hanya bisa memperhatikan Sarah yang sedang kebingungan dari jauh. Dia tahu kalau perempuan itu terus mengikutinya seharian ini dan dia juga tahu kalau perempuan itu sengaja melakukan semua ini agar mereka bisa mengobrol lagi seperti dulu. Axton menempelkan punggungnya ke dinding sambil menatap Sarah yang sudah pergi menjauh.
Hal yang bisa dia lakukan hanyalah menghindar. Sekeras apapun Sarah mencoba untuk meraihnya, sekeras itu juga Axton akan menghindar. Sejauh apa Sarah mengejarnya maka sejauh itu juga Axton akan menjauh. Jangan sampai ada kata kesempatan di antara mereka berdua jika tidak ingin terjatuh dan terluka. Apalagi Axton bukanlah tipe pria yang bisa membalas perasaan orang lain dengan mudah.
Butuh waktu yang sangat lama untuknya agar dia bisa membuka pintu hatinya untuk orang lain. Dia bahkan menutup rapat hatinya untuk keluarga dan temannya apalagi pada orang asing yang baru ditemuinya dalam satu bulan. Kalau kalian menganggap Sarah itu berarti untuknya, itu adalah kesalahan terbesar. Karena pada kenyataannya Axton hanya menganggap Sarah sebagai orang asing yang lebih terasa sedikit akrab untuknya.
Mereka belum berteman dan bahkan mereka tidak mengenal satu sama lain dengan baik. Dia memang tertarik pada Sarah namun belum merasakan perasaaan yang lebih dari rasa tertarik. Dadanya memang terasa sesak dan sakit saat kejadian itu tapi dia hanya menganggap kalau rasa sakit itu hanyalah sebuah kebetulan yang terjadi pada saat itu. Bukan karena perasaannya ataupun Sarah.
Apalagi perasaan cinta yang dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal. Dia tidak percaya cinta karena hal itu hanya membawa dampak buruk kepada manusia. Lagian juga dia tidak mengerti kenapa orang lain bisa menyimpulkan rasa tertarik kepada lawan jenis adalah sebuah rasa cinta. Kalau secara ilmiah, rasa tertarik itu muncul karena hasrat seksual seseorang pada tubuh lawan jenis atau bisa juga karena satu frekuensi. Ini normal dan alami untuk seorang manusia dewasa yang sehat.
Keesokan harinya, Sarah tetap melakukan hal yang sama. Menguntit Axton di sekolah sepertinya menjadi salah satu hal favoritnya belakangan ini. Dia terus mencoba untuk membuat Axton merasa terganggu dan ingin berbicara dengannya namun Axton tidak pernah menganggapnya ada. Pria itu hanya diam dan menjalani aktivitasnya seperti biasa dengan tenang.
Begitu juga dengan hari-hari berikutnya hingga tidak terasa sudah satu bulan lamanya Sarah menguntit Axton di sekolah. Berhubung dia tidak tahu Axton tinggal dimana dan nomor telepon pria itu berapa jadi Sarah hanya punya kesempatan untuk dekat dengan Axton di sekolah. Sarah memakan hamburger yang baru saja dibelinya lima menit yang lalu. Dia memilih untuk makan di bangku taman karena kantin adalah tempat yang menyeramkan untuk orang yang tidak memiliki teman seperti dirinya.
Sarah mengunyah setiap lapisan burger yang menyatu di dalam mulutnya dengan sangat baik. Hari ini Axton tidak masuk sekolah jadi dia tidak bisa melakukan kegiatan barunya sebagai penguntit hari ini. Sarah tidak tahu kenapa Axton tidak masuk sekolah hari ini karena apapun yang berhubungan dengan pria itu selalu bersifat rahasia.
Bahkan Aiden yang telah menjadi sahabat baik pria itu sejak lama juga tidak mengetahui kehidupan pribadi Axton. Bukannya tidak perhatian sebagai teman tapi Aiden bilang kalau Axton lebih nyaman jika Aiden tidak mencampuri masalah hidupnya. Sarah menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sudah satu bulan lamanya dia mengejar Axton tapi hingga saat ini dia tidak mendapatkan sebuah kemajuan yang signifikan.
"Apa kalian tahu kalau Axton akan menjadi penerus perusahaan keluarganya."
Sarah melebarkan kedua matanya lalu melihat sekelompok gadis yang sedang bergosip di kursi yang terletak tepat belakangnya. Untung saja ada tanaman yang membatasi mereka sehingga sekelompok gadis itu tidak menyadari kehadiran Sarah di belakang mereka. Sarah memundurkan punggungnya ke belakang sehingga dia bisa mendengar percakapan mereka lebih jelas lagi.
"Bukankah kakak pertamanya yang akan meneruskan perusahaan mereka?"
"Tidak, keputusan dirubah dua hati yang lalu. Aku mendengar percakapan ayahku dengan seseorang di telepon dan dia bilang kalau setelah Axton tamat SMA dia akan mulai bekerja disana sebagai karyawan magang lalu setelah tamat kuliah dia akan langsung menjabat sebagai CEO menggantikan ayahnya."
Sarah berhenti mengunyah. Dia kehilangan nafsu makannya setelah mendengar apa yang tengah terjadi pada Axton. Entah kenapa dia tidak merasa senang dengan kabar itu. Menurutnya hal itu hanyalah paksaan dari keluarganya karena Sarah telah melihat sesuatu yang lain dari Axton. Dia pernah tidak sengaja melihat buku kedokteran di dalam tas Axton.
Dia tahu kalau dia tidak sopan mengintip isi tas orang lain. Dia sadar dan dia menyesal telah melihatnya karena kini dia ingin melakukan sesuatu untuk membantu Axton. Konyol sekali bukan? Axton bukan siapa-siapa untuknya namun Sarah rela melakukan apa saja untuk pria itu. Dia tidak tahu kenapa dia menjadi seperti ini. Dia merasa kalau dirinya telah mengalami perubahan yang sangat besar hingga dia sendiri tidak percaya dengan apa yang telah dia lakukan selama dua bulan ini.
"Wah, benarkah? Aku tidak percaya kalau dia akan menanggung beban seberat itu di usia yang masih sangat muda."
"Tapi bukankah dia terlihat sangat keren? Maksudku dia terlahir dengan sangat sempurna. Dia tampan, pintar, cerdas, punya tubuh yang bagus, berasal dari keluarga yang sangat kaya dan terhormat, tidak pernah terlibat skandal apapun dan kini dia akan menjadi pemimpin di sebuah perusahaan besar di usia yang sangat muda."
"Hah, kau benar. Coba bayangkan betapa beruntungnya wanita yang dinikahinya nanti."
"Kya~ jangan membuat orang lain jadi berkhayal dong!"
"Bukankah itu hal yang normal? Wajar saja jika para wanita mendambakan pria seperti Axton."
HATCHII…
Sontak para perempuan itu langsung berdiri sambil berteriak saat Sarah bersin di atas mereka. Mereka menggerutu sambil menatap Sarah yang sedang membuang ingusnya dengan selembar tissue. Sarah nampak sangat tenang untuk ukuran seseorang yang baru saja membuat sebuah masalah dengan orang lain.
"Apa kau sudah gila?!"
"Sialan!"
"Wah, dia benar-benar sudah gila!"
Para perempuan itu menatap Sarah dengan tatapan marah dan kesal sedangkan Sarah hanya berjalan mendekati mereka dengan santai. Kalau berbicara tentang kegilaan, Sarah memang orang yang tepat untuk julukan itu. Tidak ada yang bisa menandingi sifat liarnya di sekolah ini kan? Bahkan semua perempuan yang ada di sekolah ini menjauhinya karena gosip yang beredar yang mengatakan kalau dia mencoba untuk mendekati Axton dan Aiden.
Ok, dia akui kalau dia memang mendekati Axton tapi tidak dengan Aiden. Yang benar saja, mendekati Aiden sama saja dengan bunuh diri. Dia benar-benar sudah tidak waras jika menyukai pria menyebalkan seperti Aiden. Maksudnya dia memang sedikit gila namun tidak terlalu gila untuk mendekati pria yang membuat darahnya selalu naik seperti Aiden. Hell no!
"Tangkap!" Ucap Sarah sambil melempar tissue yang berisi ingusnya kepada ketiga perempuan itu.
"AAHHHH!!!" Teriak ketiga perempuan itu sambil berlari.
Sarah hanya tertawa sambil melihat ketiga perempuan itu berlari dengan sangat kencang layaknya seorang atlet lari yang sedang mengikuti sebuah pertandingan nasional. Sarah mengambil kembali tissue yang dilemparnya tadi lalu membuang tissue itu ke dalam kotak sampah. Dia tidak suka jika orang lain membicarakan Axton di belakang pria itu. Ya, meskipun mereka tidak membicarakan hal yang buruk tentang Axton namun membicarakan orang lain di belakang orang itu adalah suatu hal yang buruk.
Sarah menghembuskan nafasnya dengan kasar sambil menatap langit. Dia penasaran dengan kabar Axton sekarang. Apa pria itu sudah makan? Apa yang sedang pria itu lakukan sekarang? Apa tidurnya nyenyak malam tadi? Apa dia baik-baik saja? Apa dia sehat? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dia dapatkan jawabannya. Dia juga tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Axton karena dia bukan siapa-siapa untuk pria itu.
Hah, ternyata jatuh cinta itu sangat menyakitkan ya.
____________
To be continuous.
Ga ada yang bisa mengalahkan kebar-bar-an Sarah. Author sampai speechless sama kelakuan dia loh. Ya ampun...