"Bu Maryam, sepertinya toko hari ini sepi jadi kau bisa pulang lebih dulu hari ini!"
"Ya, Pak Burhan... terima kasih!"
Maryam Louis adalah Ibu dari Arya Louis. Dia berkerja sebagai salah satu penjaga toko yang tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil pula. Toko yang tempatnya berkerja menjual berbagai benda, mulai dari peralatan sekolah, aneka cemilan, sampai peralatan sehari-hari.
Selain Maryam, di toko ini ada Pak Bruhan (Pemilik toko) dan seorang penjaga toko lainnya. Penghasilan dari toko ini tidak bisa dikatakan fantastis, tapi sudah cukup untuk menggaji dua karyawan dengan upah yang pantas. Meskipun tak mendapatkan bayaran yang luar biasa, Maryam tetap bersyukur bisa tetap berkerja di toko itu selama bertahun-tahun lamanya, karena selain lingkungan kerjanya yang ramah untuknya, Pak Burhan sebagai pemilik toko sangat baik padanya.
Pak Burhan biasanya selalu mengizinkan Maryam untuk pulang cepat, jika dirasa bahwa toko tidak akan ramai. Dia sadar bahwa Maryam adalah seorang Ibu rumah tangga tanpa suami, jadi untuk mengurangi bebannya, Pak Burhan sering memberikan banyak keringanan, salah satunya mengizinkannya pulang cepat atau memberikannya libur. Maryam sangat bersyukur atas perhatian yang diberikan Pak Burhan padanya, belum lagi dia juga selalu bersikap sopan dan baik terhadapnya.
"Ah, Aku hampir lupa... Tunggu sebentar, ya!"
Sebelum Maryam melangkahkan kakinya keluar toko, Pak Burhan nampak teringat sesuatu, lalu dia menyuruh Maryam untuk menunggu sebentar, sebelum pergi ke bagian belakang toko. Maryam memperhatikannya dengan padangan bingung. Kenapa dia tiba-tiba menyuruhnya untuk menunggu?
Setelah menunggu beberapa saat, Pak Burhan kembali lagi. Dia membawa sebuah kantong plastik yang berukuran cukup besar di salah satu tangannya. Maryam mengira-ngira apa isi dari kantong plastik itu? Apakah isinya oleh-oleh untuknya?
"Ini, terima saja... istriku baru dapat banyak kiriman daging dari saudaranya, tapi karena terlalu banyak, kami memutuskan untuk memberikannya pada tetangga dan pegawai toko, jadi jangan malu-malu!"
Maryam menerima kantong plastik dari Pak Burhan dan melihat isi di dalamnya. Ada daging sapi mentah yang cukup banyak di dalam kantong tersebut. Maryam yakin bahwa berat daging yang diterimanya tidak kurang dari 5 Kg, mungkin 7-8 Kg menurut perkiraannya. Jumlah yang cukup banyak jika hanya untuknya dan Arya.
"Apakah tidak apa-apa Aku menerima daging sebanyak ini?"
"Ya, terima saja... itu sekalian juga untuk anakmu! Anak muda memang memerlukan banyak daging untuk tumbuh!"
Sebetulnya Arya sudah lama melewati masa pertumbuhannya, tapi Maryam tetap tersenyum atas pemberiannya. Dia yakin Arya akan dengan senang hati memakan masakan dari daging yang diberikan oleh Pak Burhan. Dia memang majikan yang baik.
"Terima kasih banyak, pak!"
"Ya, tak apa-apa!"
Setelah menerima daging dari Pak Burhan. Maryam kembali melangkah keluar toko sambil memikirkan resep apa yang akan dia gunakan untuk mengolah daging yang baru saja dia terima tadi.
Saat berada di luar toko, Maryam dapat melihat matahari masih sangat tinggi di atas kepalanya. Maryam sempat melihat jam di toko tadi, jam masih menunjukan pukul 1 siang hari, tapi suasana di sekitarnya tidaklah begitu ramai. Mungkin karena hari ini adalah hari kerja.
Maryam memutuskan untuk pergi ke pasar yang tak jauh dari toko tempatnya berkerja. Dia hanya perlu berjalan kurang dari 10 menit untuk sampai ke pasar tujuannya. Dia dapat melihat pasar yang cukup ramai oleh para pedagang yang sedang berjualan.
Karena Maryam masih belum memutuskan untuk membuat apa, jadi dia memutuskan untuk membeli bumbu-bumbu dasar terlebih dahulu, seperti cabai, bawang, lada dan berbagai bumbu dapur lainnya.
Setelah mendapatkan bumbu-bumbu yang dia inginkan, Maryam kemudian berjalan lagi menyusuri untuk membeli beberapa bahan lainnya yang akan menemani masakannya nanti. Dia tidak boleh lupa untuk memasak sayuran untuk Arya agar dirinya tetap sehat. Arya adalah anak yang sangat baik, jadi dia akan selalu memakan masakan apapun yang Maryam buat, jadi Maryam selalu memikirkan menu diet yang bagus untuknya dengan bahan yang seadanya. Maryam sebetulnya merasa sedih, karena dia hanya bisa memberikan menu seadanya pada Arya, tapi kali ini dia mendapatkan bahan yang bagus untuknya, jadi dia bisa memberikan menu yang lebih baik dari pada biasanya.
Meskipun belanjaannya semakin berat, tapi Maryam masih bisa tersenyum. Jarang-jarang dia bisa mendapatkan daging secara gratis, jadi tentu saja dia sangat bahagia. Apalagi saat dia membayangkan ekspresi Arya saat pulang nanti.
Setelah selesai berbelanja, Maryam langsung pulang ke rumahnya. Dia tidak boleh berlama-lama atau Arya akan pulang sebelum dia siap dengan kejutannya. Arya jika tidak memiliki tugas kuliah apapun akan pulang jam 5 sore, karena dirinya suka belajar dulu di suatu tempat. Maryam tidak tahu dimana dia belajar, mungkin perpustakaan atau rumah temannya, tapi dia tahu bahwa anaknya itu sedang berusaha keras saat ini.
Saat sudah sampai di rumahnya, Maryam langsung menaruh belanjaannya di dapur. Dia kemudian mengambil smartphone pemberian anaknya untuk melihat resep untuk hidangannya nanti. Maryam menatap sebentar smartphone yang ada di tangannya, sebelum menyalakannya. Bibirnya membentuk senyuman tanpa dia sadari.
Maryam sangat ingat saat pertama kalinya Arya memberikan smartphone itu padanya. Awalnya Maryam enggan menerima smartphone tersebut, tapi karena Arya telah memiliki smartphone sebelumnya yang dia menangkan dari lomba cerdas cermat. Jadi Maryam tidak benar-benar memiliki alasan untuk menolak pemberian tersebut, apalagi setelah Arya mengatakan bahwa itu agar mereka bisa berkomunikasi dengan baik, meskipun mereka berada sangat jauh. Mulai hari itu, Maryam mulai menganggap bahwa smartphone itu adalah alat yang selalu menghubungkannya dengan anaknya itu.
Setelah puas memandangi smartphone-nya, Maryam kemudian menyalakan smartphone-nya dan mulai mencari resep yang akan dia gunakan. Setelah menemukan resep yang dia inginkan, Maryam segera melakukan persiapannya. Mulai dari memotong cabai, bawang, lalu sayuran, tak lupa dia juga mengeluarkan daging yang baru saja dia dapatkan dan mulai menyiapkannya. Dia mencuci daging itu terlebih dahulu, sebelum mulai memotongnya.
Tanpa sadar, persiapannya memerlukan waktu yang cukup lama. Dia melihat jam yang berada di smartphone-nya, jam di smartphone-nya menunjukan angka 14:33. Semenit setelah melihat smartphone-nya, Maryam melihat kembali smartphone-nya, karena ada pesan masuk. Tidak banyak orang yang mau menghubunginya, jadi Maryam bisa mengira-ngira siapa yang menghubunginya pada jam segini.
Seperti dugaannya, Arya adalah orang yang mengirim pesan padanya. Maryam segera membaca pesan yang dikirim oleh anaknya. Kira-kira pesan macam apa yang dia kirim di saat seperti ini? Maryam bertanya-tanya dalam hatinya.
Arya mengatakan bahwa dirinya tidak bisa pulang ke rumah di jam biasanya, karena teman-temannya memaksanya untuk makan di luar bersama mereka, jadi dia juga tidak perlu makan malam.
Maryam merasa sedih, karena dirinya gagal untuk menyajikan makan malam spesial untuk anaknya saat pulang nanti, tapi dirinya masih bisa tersenyum. Arya jarang pergi ke suatu tempat bersama temannya, jadi ini adalah momen yang cukup jarang. Dia tidak boleh bersedih saat anaknya sedang bersenang-senang, dia hanya perlu menyajikannya saat sarapan atau untuk makan siang. Tidak perlu bersedih.
Setelah selesai membaca pesan dari Arya, dia menyimpan kembali daging yang baru saja selesai dia potong-potong dan menaruhnya ke dalam kulkas kecil yang berada di dapur. Dia akan menyimpan daging itu dan menyiapkan sesuatu yang lain untuk makan malamnya. Dia juga tak lupa membereskan lagi bumbu dan sayuran yang dia siapkan tadi ke dalam wadah kedap udara dan menaruhnya di kulkas. Maryam mungkin hanya akan memasak telur untuk makan malamnya, jadi dia tak memerlukan bumbu atau sayuran itu.
Setelah selesai membereskan dapurnya, Maryam memutuskan untuk pergi keluar untuk mengobrol dengan Ibu-ibu tetangga. Dia tidak terlalu suka berada di rumahnya yang sepi. Maryam menatap sedih rumahnya yang tak ada seorangpun saat ini, sebelum akhirnya menutup dan mengunci pintu rumahnya.
Berada di rumahnya tanpa siapapun selalu saja membuatnya merasa kesepian.