webnovel

1. Hortensia

1. Hortensia

Rumah bergaya tudor di tengah hutan itu hari ini lebih sepi dari biasanya. Lampu-lampu bahkan belum dinyalakan meski sebentar lagi malam menjelang. Tidak terlihat beberapa pelayan yang biasanya berlalu lalang mengurus halamannya yang luas dengan dominan hortensia. Iya, hortensia adalah salah satu yang paling disukai tuan mereka. Di sudut halaman, terlihat beberapa gelondong kayu yang di penuhi bekas cakaran. Bekas cakaran yang cukup dalam pada gelondong kayu berjenis tusam. Sedikit mustahil jika itu dari bekas cakaran anjing piaran mereka. Kau mungkin akan berpikir itu bekas cakaran beruang yang memang sering berkeliaran di hutan tersebut, atau mungkin yang lainnya?

Pintu dari kayu ek yang telah berubah warna menjadi hitam itu akhirnya terbuka. Seorang pria keluar dari dalam rumah tudor. Dia menyeret sesuatu dalam karung yang sepertinya cukup berat, hingga dia harus membawa dengan cara menyeretnya. Pria itu mengenakan kemeja berwarna gading, yang anehnya dihiasi dengan begitu banyak bercak warna merah. Bercak merah itu juga terdapat pada celana hitam dan sepatunya. Bukan hanya pada pakain dan sepatu yang dia kenakan, warna merah yang sama juga terdapat pada lantai kayu rumahnya. Jejak merah memanjang tertinggal mengikuti kemana arah langkah pria itu menyeret si karung.

Rudy, begitu pria tersebut akrab dipanggil. Rudy berjalan dengan kesusahan sambil menyeret karung tersebut menuju ke sebuah gubuk kayu kecil sekitar 20 meter dari rumahnya. "Hanz...!!" pekiknya memanggil seseorang. Tak beberapa lama seorang laki-laki sekitar 70 tahunan keluar. "Bersihkan!" perintah Rudy angkuh sambil melempar karung tersebut hingga mendarat tepat di depan kaki Hanz. Pria yang dipanggil Hanz itu mengangguk, dia menyeret karung besar tersebut hingga meninggalkan jejak panjang noda merah sepanjangan jalan bata yang ada di halaman rumahnya. Rudy hanya menatap pria tua itu sebentar, lalu berjalan pulang dan masuk kembali dengan membanting pintu depan rumahnya.

Di dalam rumah pemandangan lebih mencekam bisa kau lihat. Lantai kayu yang dipenuhi noda merah, barang-barang yang berserakan, bahkan beberapa kaca jendela yang pecah. Di ujung ruang makan yang bersebelahan dengan ruang tamu beberapa orang meringkuk ketakutan dengan tubuh mereka yang gemetar. Merapalkan doa berharap agar tuhan melindungi mereka. Di atas meja makan beberapa potongan tangan dan bagian tubuh manusia lain berserakan dengan cairan merah yang menggenangi meja bahkan hingga menetes ke lantai marmer yang ada di bawahnya. Warna merah cairan itu sama dengan noda yang ada di seluruh pakain Rudy dan jejak yang dibuat karung yang diseret oleh Hanz.

...

"Apa kamu ingin meminjam buku yang lain?" tanya seorang wanita mungil pada gadis kecil yang baru saja mengembalikan buku yang dia pinjam. Dari wajah dan sepasang safir yang dia miliki tentu mudah ditebak wanita itu bukan berasal dari tempat dia berada sekarang. Tubuhnya mungil tak sampai 160 cm dengan rambut berwarna ash sepinggang yang diikat rendah. 3 tahun berjuang, belajar dengan tekun dan menabung pada akhirnya bibinya mau membawanya ke tempat yang paling dia idamkan. Bukan di Rye memang, jaraknya sekitar 4 jam perjalan dengan bus dari kota pusat kerajaan itu. Sofya, nama sebuah desa terpencil yang ada pada bagian paling selatan wilayah kerajaan Rye. Semangatnya yang kuat telah membawanya sampai di tempat impiannya ini, meskipun untuk saat ini dia masih tinggal bersama sang bibi.

"Miss…," ucap gadis kecil itu malu-malu. "Aku mau mendengarkan miss bercerita!" sebuah kegiatan rutin Miss Napellus, begitu dia akrab dipanggil. Membawakan cerita hasil karangannya sendiri pada anak-anak yang ada di perpustakaan tempatnya bekerja.

"Baik. Sebentar ya…," ucapnya pada gadis kecil itu sampil menoel pipinya.

Si gadis kecil segera berlari, menghambur bersama anak-anak lain yang sudah menunggu miss Napellus membawakan cerita di aula kecil yang ada di perpustakaan itu. Mereka duduk di sebuah kursi melingkar sambil menceritakan kembali semua cerita yang pernah dibawakan sebelumnya. Takjub, adalah apa yang bisa kamu tangkap dari ekspresi mereka terhadap semua cerita yang sudah mereka dengarkan sebelumnya.

Aconitum Napellus terhitung sudah 3 tahun menetap di Sofya. Dia bekerja di sebuah perpustakaan kecil di tengah desa yang sebenarnya adalah sebuah rumah yang sudah diubah menjadi perpustakaan untuk turis dan masyarakat sekitar. Setiap hari jumat dan akhir pekan dia akan membawakan satu cerita. Cerita yang tidak ditulis dalam buku manapun kepada anak-anak yang ada di perpustakaan itu dan dengan antusias mereka akan selalu menunggu cerita darinya. Selain sebagai pustakawan, Napellus adalah seorang penulis cerita anak dan fabel. Hal ini membuatnya paham jenis cerita apa yang disukai oleh mereka.

"Ayo semuanya duduk…!" Sebelum memulai bercerita dia akan membantu semua anak untuk duduk dengan rapi. Tentunya yang hadir dalam acara cerita mingguan itu bukan hanya anak-anak, namun juga pembaca remaja. Ceritanya sangat diminati. Banyak yang sudah menawarkan agar cerita itu ditulis untuk diterbitkan, tapi dia selalu menolak. Dia akan mengatakan. 'Aku akan membimbing imajinasi mereka untuk benar-benar sampai di tempat Namia, agar dia selalu hidup dalam jiwa mereka'. Tak ada yang bisa mengubah keputusannya. Tubuhnya yang terlihat mungil dan rapuh berbanding terbalik dengan pendirianya.

"Namia, gadis kecil itu terbangun di sebuah tempat yang asing". Ucapnya penuh penghayatan saat mulai menceritakan kisah mengenai gadis domba kecil yang tersesat di dunia lain. Cerita ini merupakan lanjutan kisah yang dibawakan minggu sebelumnya. "Badanya penuh luka, sepatunya hanya tersisa 1 dan semua isi tasnya hilang," semua anak terdiam. Menyimak dengan serius kisah Namia si gadis domba kecil yang baru saja sampai di tempat antah berantah. "Ouh... kakiku…!! Ibu…!!" dia menirukan Namia gadis domba dalam imajinasinya. "Namia terus memanggil-manggil ibunya, tapi tidak ada jawaban". Semua anak kini mulai ketakutan, sekaligus penasaran bagaimana dengan kelanjutan kisah Namia berikutnya.

...

Ini adalah gelas kopi ke 4nya. Rudy menarik kursi pria yang 1 tahun lebih tua darinya itu agar menjauh dari meja kerja dan komputer tua miliknya.

"Rudy...!!" Jelas dia sangat jengkel. Usianya sudah 30 tahun, namun kelakuan adiknya itu masih tak jauh beda dengan saat masih berusia 10 tahun.

"Jangan terlalu serius!" Rudy melempar bantal tepat ke wajah Orion. "Apa kau akan datang di acara itu?".

Orion hanya diam sambil membenarkan posisi kacamatanya. Dia kembali memeriksa kertas laporan di tangganya yang mungkin sudah dicek sekitar 7 atau 8 kali sebelumnya. "Tidak bisa. Aku harus keluar kota," dia menarik kursinya kembali kemeja kerja dan berkutat dengan komputer tua disana.

"Ayolah..., aku tidak mungkin datang sendiri bukan!" Orion menghela nafas mendengar perkataan Rudy.

"Ajaklah Luka. Dia lunamu, bukan aku!" Sepertinya Orion lupa dengan sifat gadis itu. Dia menghentikan pekerjaannya dan menoleh ke arah Rudy. Sesuai dugaanya, wajah adik sekaligus temannya itu seketika berubah menjadi kusut.

"Dia masih sibuk dengan pemotretan dan film barunya. Akhir-akhir ini sangat sulit bahkan hanya untuk menelpon," Rudy memelas.

"Baiklah. Asal kau tidak membuat masalah," yups... dia kalah. Orion akhirnya setuju, dua werewolf alpha itu akan kembali menjadi pasangan gay dadakan di acara pesta tahunan para bagsawan di Rye nanti.

Orion bangun dari kursinya, berjalan ke arah dapur lalu berdiri cukup lama di depan mesin kopi otomatis miliknya. Sudah bisa ditebak apa yang sedang dia lakukan, mengisi gelas kopi ke 5nya. Rekor yang bagus Orion.