webnovel

Bab 25

Rasya tengah duduk di atas ranjang dengan menatap tespeck di depannya. Bayangan Percy yang akan menolaknya kembali membuat Rasya ketakutan.

Haruskah dia menerima penolakan kembali? Haruskah anaknya menerima penolakan dari Papanya?

Ia mengusap wajahnya yang gusar, kepalanya mendadak pening memikirkan itu semua. Rasa takut sekaligus bimbang mengganggunya.

Di tempat lain, Percy tengah duduk termangu di sebuah restaurant, ia terlihat memakai mantel karena saat ini tengah hujan salju. Hidung dan bibirnya terlihat merah karena udara yang begitu dingin sampai nafasnyapun terlihat berasap.

Di hadapannya terdapat kopi yang masih mengepulkan asapnya. Suasana di sanapun terlihat ramai pengunjung tetapi pikiran Percy tidak sedang berada di sana.

Tatapannya mengarah keluar jendela restaurant yang mampu memperlihatkan kerlap kerlip lampu. Suasana di luar begitu ramai sekali, orang-orang seakan sibuk dengan kegiatan mereka.

Bahkan tak jarang pasangan memperlihatkan kemesraan mereka di sana. Percy menghembuskan nafasnya sedikit kasar.

Entah apa yang dia pikirkan, tetapi dia terlihat tidak sedang baik-baik saja. Terdengar dari helaan nafasnya yang berat. Tak lama dua orang pria datang menggunakan mantel hitam pekat dan topi, mereka duduk di hadapan Percy.

"Bagaimana?"

"Ini bos," salah seorang dari mereka menyerahkan sebuah amplop coklat berukuran letter.

Percy menerimanya, "Semuanya sudah tertulis di sana, Bos."

"Baiklah, kalian boleh pergi. Besok selidiki lagi dimana keberadaan dia." Mereka berdua menganggukan kepala dan beranjak pergi meninggalkan Percy sendiri.

Sepeninggalan mereka, Percy menyeduh kopinya yang terlihat mulai mendingin. Hingga dering dari handphonenya menyentakkan dia.

"Hallo,"

"....."

"Gue udah dapat, dimana keadaan di sana?"

"..."

"Leonna?"

"..."

"Oke, mungkin setelah penyelidikan terakhir ini, gue akan balik."

"..."

"Rasya? Ada apa dengannya?"

"..."

"Jangan konyol Verrel, dia tidak akan berani."

"...."

"Sialan! Awas saja loe jerumusin dia ke hal hal yang gak bener."

"..."

"Nggak cemburu,"

"...."

"Terserah loe, sudahlah. Gue malas berdebat dengan loe,"

"...."

"Oke bye,"

Percy menutup sambungan telponnya, ia termenung sesaat memikirkan ucapan Verrel yang mengatakan clientnya berkenalan dengan Rasya.

"Ada apa denganmu, Percy." Dia mengusap wajahnya sendiri. "Apa urusannya denganmu kalau dia menemukan pria lain,"

Ia beranjak meninggalkan tempat itu dengan membawa amplop itu.

***

Rindi menatap nanar langit malam yang tak ada bintang sama sekali,

Ini sudah 3 hari berlalu dari kejadian itu dan Daffa benar-benar tidak menemuinya lagi. Ada rasa kehilangan dan rindu di dalam hatinya, tetapi ia berusaha untuk menepisnya.

"Rin," panggilan itu membuatnya menengok, di ambang pintu Randa dan Samuel berdiri. "Kita akan nonton, loe mau ikut?"

"Tidak, gue takut mengganggu kalian," ucapnya.

"Ayolah Babe, kita tidak keberatan," sahut Samuel.

"Tidak Sam, kalian saja," tolak Rindi.

"Ayolah Babe, jangan murung begini. Filmnya seru lho," Samuel mengusap kepala Rindi dengan lembut.

"Gue ambilkan jaket buat loe." Belum sempat Rindi menolaknya, Randa sudah mengambilkan jaket untuk Rindi dan memakaikannya ke tubuh Rindi.

***

Saat ini Rindi bersama Randa dan Samuel berada di sebuah bioskop di salah satu mall di Jakarta. Samuel pergi untuk membeli tiket dan Randa membeli popcorn serta minuman. Meninggalkan Rindi sendirian di sana.

Rindi melihat Randa dan Samuel masih mengantri, beberapa orang melewatinya dan berbisik-bisik melirik ke arah Rindi.

Melihat itu, Rindi mulai tidak nyaman, ia merasa begitu memalukan. Tanpa menunggu lagi, Rindi berlalu pergi keluar dari sana tanpa memberitahu Randa ataupun Samuel.

Ia mempercepat dorongan tangannya pada roda kursi rodanya. Ia beranjak menuju lift dengan menahan air matanya yang menggantung di pelupuk matanya. Kenapa rasanya sakit sekali dan ia merasa begitu memalukan.

Rindi berusaha menggapai tombol lift tetapi sedikit kesulitan karena ia tidak mampu berdiri. Ia masih berusaha menggapai tombol lift itu hingga seseorang menekannya.

"Terima ka-" ucapannya terhenti saat melihat pria yang selama ini ia hindari. Daffa berdiri di sampingnya dengan memakai kacamata dan kupluk dari jaket yang dia pakai.

"Kamu membuntutiku?" tanya Rindi dengan sinis.

"Em, tidak sih." Dia terlihat tersenyum kecil. "Aku akan antarkan kamu pulang, kalau kamu tidak keberatan."

Rindi tidak menjawabnya dan hanya berlalu pergi meninggalkan Daffa dengan mendorong rodanya kembali. Daffa memperhatikan Rindi yang menjauh, tanpa tau kalau Rindi sudah menangis meninggalkan Daffa.

"Daffa," panggilan itu membuatnya menengok. "Dimana Rindi?" itu adalah Randa bersama Samuel.

Daffa menunjuk dengan dagunya menuju ke arah balkon mall yang terhalang kaca. Randa dan Samuel beranjak menuju ke arah Rindi yang menatap nanar keluar.

"Rin," panggilan itu membuat Rindi menengok seraya mengusap air matanya.

"Gue ingin pulang,"

"Oke," ucap Samuel yang di angguki Randa.

Daffa hanya memperhatikan mereka yang membawa Rindi pergi.

'Kapan kamu akan menerimaku?'

***

Pagi itu Rasya pergi ke sebuah rumah sakit yang tak jauh dari apartementnya untuk memeriksakan kandungannya. Ia tidak mau pergi ke AMI hospital, ia belum ingin ada yang mengetahui perihal kehamilannya. Mungkin merahasiakannya untuk sementara itu lebih baik.

Rasya baru saja melakukan tes dari dokter kandungan disana,

"Suaminya kemana, Bu? Tidak menemani?" pertanyaan itu membuat Rasya tersenyum masam.

"Dia sedang ada pekerjaan, Dokter. Saya ingin memberinya kejutan saat dia pulang nanti," ucapnya dengan hati yang bertanya-tanya.

Benarkah akan memberinya kejutan? Atau dirinya sendiri yang akan menerima kejutan baru dari Percy?

"Kandungan anda terlihat begitu sehat, usianya baru 2 minggu. Jagalah kandungan Ibu, soalnya di usia kandungan muda seperti ini begitu rentan. Saya akan memberikan resep untuk anda." Dokter itu menulis sesuatu di kertas resep.

"Ini resepnya, di minum 3 kali sehari. Dan jangan terlalu banyak pikiran apalagi sampai stres yah Bu."

"Baiklah, terima kasih. Dokter," ucap Rasya berjabat tangan dengan dokter itu lalu beranjak pergi meninggalkan rumah sakit.

Sebelum pulang, ia menyempatkan diri ke supermarket untuk membeli kebutuhan bulanan dan juga susu hamilnya. Ia memilih beberapa sayuran dan buah-buahan yang baik untuk kandungannya sesuai arahan dari internet. Dia benar-benar ingin menjaga kandungannya,

"Sepertinya sudah semua," ia kembali memeriksa belanjaannya. "Rasanya aku ingin sekali makan sop buah, apa aku buat saja yah di apartement."

Rasya mencari beberapa bahan untuk membuat sop buah, "sepertinya sudah."

Ia berjalan menuju ke kasir dengan mendorong trolly, untuk malakukan pembayaran. Setelah semuanya selesai, ia berjalan dengan menenteng dua kantong kresek untuk mencari taxi.

Ia masih berdiri di pinggir jalan menunggu taxi, hingga sebuah mobil sport antik berhenti di depannya. Dan ia tau siapa itu, karena rasa takut iapun segera beranjak menuju ke tempat lain tetapi genggaman seseorang menahannya.

"Lepaskan!" ia segera menepisnya dengan ketakutan.

"Oke, relax." Pria itu mengangkat kedua tangannya ke udara, tanda kalau dia tidak akan berbuat apapun.

"Mau apalagi kamu, Rocky?" ucapnya dengan sengit.

"Aku merindukanmu, Babe."

Rasya spontan menghalangi perutnya dengan tangannya sendiri karena takut Rocky melukainya. "Pergi, jangan mengangguku lagi."

"Tidak akan pernah," ucapnya dengan enteng.

Rasya ingin beranjak tetapi Rocky menyudutkannya ke sisi gang kecil di dekat sana. "Aku ingin kau bercerai dan kembali padaku."

"Dalam mimpimu, Rocky." Rasya mengatakannya dengan lantang.

"Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan padaku di masalalu," dia menatap Rasya dengan sangat tajam.

"Tidak ada yang perlu aku pertanggung jawabkan, Permisi." Rasya berusaha mendorong tubuh Rocky agar menjauh tetapi sulit.

"Kalau kamu menolaknya, maka orangtua kamu tidak akan hidup dengan tenang." Ucapan Rocky membuat Rasya mengernyitkan dahinya. "Karena ulah mereka juga, hidupku sengsara dan harus masuk ke dalam penjara."

"Kamu memang pantas menerimanya,"

"Ah!" Rasya meringis saat Rocky mecengkram pipinya dengan begitu kencang.

"Ayolah Babe, jangan membuatku kesal. Aku masih mau menerimamu, sebelum aku menghancurkan keluarga dan orangtuamu!" ancamnya berbisik di telinga Rasya.

"Kamu pikir aku akan takut dengan ancaman murahanmu itu?" Rasya menjawabnya tak kalah lantang. "Argh!" ringisnya saat Rocky semakin kencang mencengkram pipinya.

"Kamu menantangku, hm?"

"Iya, kamu tidak mengenal siapa Ayahku. Jadi jangan harap aku takut padamu!"

"Begitukah? Lalu bagaimana dengan bayimu,"

Ucapan Rocky membuat Rasya melotot sempurna, bagaimana Rocky tau tentang kehamilannya.

Melihat wajah Rasya yang berubah menjadi pucat pasi, Rocky tertawa puas dan merasa menang.

"Turuti keinginanku?"

"Apa yang harus dia turuti?"

Ucapan seseorang membuat Rocky dan Rasya menengok ke sumber suara. Rasya mampu bernafas lega saat melihat Vino berdiri tak jauh dari mereka.

"Siapa loe? Ini tidak ada urusannya sama loe! Ini masalah gue dengan istri gue!" Rocky melepas cengkramannya dan berhadapan dengan Vino.

"Istri?" Vino tertawa mengejek. "Kau berselingkuh Rasya," mendengar penuturan Vino membuat Rocky mengernyitkan dahinya. "Naiklah ke dalam mobil Sya,"

Rasya segera menerima kunci mobil Vino dan beranjak menuju ke dalam mobilnya dengan nafas lega.

"Sialan!"

Rocky yang kesal rencananya tidak berhasil segera menyerang Vino tetapi Vino mampu menepisnya dan melawan Rocky.

Tak butuh waktu lama, Vino sudah melumpuhkan Rocky. "Ck, nyali segini berani mengancam cewek. Dasar banci!"

Rocky menggerang kesal, "Jangan mengganggunya lagi kalau tidak ingin berhadapan dengan gue!"

Setelah mengucapkan itu Vinopun berlalu pergi meninggalkan Rocky yang terkapar di tanah dengan luka lebam dan darah di sudut bibirnya.

"Terima kasih lagi, kamu dua kali menyelamatkanku dari pria gila itu," ucap Rasya saat Vino sudah duduk di sampingnya dan mulai mengemudikan mobilnya.

"Sebaiknya jangan pergi sendirian," ucap Vino. "Setidaknya ajak siapa gitu yang penting bisa menjagamu, Sya."

"Percy sedang ada pekerjaan di Austria, jadi aku harus pergi sendiri."

"Lain kali kabari aku atau Datan, atau Leon. Siapapun itu yang bisa menjagamu," Rasya mengangguk patuh.

"Bisakah kamu mengantarku ke AMI Hospital?"

"Baiklah,"

"Kamu kenapa lewat jalan itu? Bukankah itu bukan jalan utama?" tanya Rasya.

"Entah aku memang sudah di takdirkan untuk menolongmu. Jalan utama tadi macet sekali entah ada apa, aku mengambil jalan pintas menuju rumah Chella." Rasya mengangguk paham.

"Kamu belanja banyak sekali,"

"Iya, kebetulan keperluan dapur sudah habis. Namanya juga IRT," kekeh Rasya membuat Vino ikut terkekeh.

"Oke, sudah sampai." Viino menghentikan mobilnya di depan AMI Hospital, "apa perlu ku antar?"

"Tidak, kamu bukannya mau ke rumah Chella. Nanti dia marah karena telat di apelin calon suaminya." Vino hanya terkekeh menanggapi Rasya.

"Baiklah, hati-hatilah. Lain kali kalau butuh bantuan, hubungi saja."

"Oke, terima kasih Vin." Rasya menuruni mobil Vino,

Vino hanya mengangkat sebelah tangannya dan berlalu pergi.

Rasya beranjak menuju ke dalam rumah sakit untuk menemui sang Papa, masalah ini Rasya tidak ingin merahasiakannya. Ia takut Rocky nekat dan masalahnya sekarang dia mengetahui kehamilannya dan Rasya tidak ingin bayinya kenapa-kenapa.

Rasya menerima pesan dari Angga kalau dia sedang ada di ruangan Dhika, dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruangan Dhika.

Iapun menurutinya dan menitipkan belanjaan ke sekretaris Angga, iapun segera beranjak ke ruangan milik Dhika.

"Papa,"

Langkahnya terhenti saat melihat semua papa brotherhood dan Verrel berada di sana tengah berkumpul. "Apa aku mengganggu?"

"Tidak Sya, masuklah Sayang," ucap Angga seraya melepas kaca matanya, dan Rasya berjalan mendekati sang Papa.

"Duduklah Sya," ucap Dhika.

Rasya duduk di dekat Okta yang sibuk memainkan handphonenya. "Ada apa Acha tembem?" tanya Okta.

"Pa, sebenarnya ini sedikit pribadi."

"Apa kita perlu bicara di ruangan Papa?" tanya Angga.

"Tidak, sebenarnya-" Rasya mendadak kikuk.

Keningnyapun mengernyit melihat ekspresi Verrel yang terlihat tegang, bahkan dia juga terlihat tidak ada masalah dengan Dhika membuatnya sedikit bingung. Bukankah kemarin Verrel menjatuhkan talak pada Leonna.

"Sayang, ada apa?" pertanyaan Angga membuatnya kembali fokus ke masalah utama.

"Pa, Rocky kembali."

"Rocky? Anak brandalan itu?" Rasya mengangguk menyahuti ucapan Angga.

"Siapa lagi itu?" tanya Jack.

"Dia anak yang dulu hendak mencelakai Rasya," ucap Angga. "Apa yang dia lakukan? Apa dia menyakitimu lagi?"

"Dia mengancamku, dia akan balas dendam padaku Pa. Dia bilang akan menyakiti keluargaku, termasuk Papa dan Mama." Ucapan Rasya membuat semuanya terpekik kaget.

"Siapa lagi ini," ucap Farel yang ikut geram.

"Barusan dia juga hampir mencelakai aku kalau Vino tidak menolongku."

"Sekarang dimana Vino?" tanya Farel.

"Sudah kembali pulang, Om."

"Apa dia berbahaya? Siapa dia Ga?" tanya Dhika.

"Si Rock, siapa lagi dia. Apa yang suka nyuri rock gadis gadis." Ucapan asal Okta membuat yang lain menggelengkan kepalanya.

"Otak si gator mulai ngeheng karena hampir ketipu." Ucap Daniel membuat yang lain terkekeh.

"Perasaan kita ini orang baik, terutama gue. Tapi kenapa banyak sekali yang ingin mencelakai kita? Apa itu karena faktor kesyirikan?" tanya Okta.

"Bisa jadi," ucap Seno.

"Dia itu anak pemilik cafe Roulles yang cukup besar di Jakarta," ucap Angga.

"Oh, masih kayaan kita-kita." Ucap Okta dengan santai.

"Sombong," cibir Farel.

"Bukan sombong, tapi bersyukur," kekehnya.

"Angga, sebaiknya loe dan Edwin fokus ke masalah Rasya, biar nanti masalah Stafford gue dan yang lain yang handle." Ucap Dhika yang di angguki Angga.

"Tanah daerah itu adalah milik perusahaan gue, nanti gue akan minta Percy untuk membeli cafe itu dan menjatuhkan keluarga mereka supaya tidak berusaha mengganggu kita lagi." Ucap Edwin.

"Mantap tuh, terkadang uang perlu berbicara." Ucap Okta.

"Gue akan membantu mengurusi beberapa surat-surat pembeliannya." Ucap Daniel.

"Clear," ucap Okta.

"Hari ini si Kope cerewet banget, apa perlu di sumpel? Perasaan daritadi nyaut mulu kayak ikan," celetuk Farel membuat Okta mencibir.

"Diakan memang sejenis ikan, Aligator dari rawa-rawa." Ejek Daniel membuat yang lain terkekeh.

"Baiklah, ayo Sya. Papa akan mengantarmu pulang," ucap Angga yang di angguki Rasya.

Rasya menyalami mereka semua kecuali Verrel dan pamit untuk pulang. Saat hendak menekan knop pintu, seketika seseorang lebih dulu mendorong knop pintu itu hingga terbuka.

Gerakan Rasya terhenti saat ia berhadapan dengan pria yang dia rindukan selama ini. Pria itupun mematung di tempatnya saat melihat Rasya berdiri di hadapannya.

Tak ada yang bersuara selain tatapan tak terbaca dari mereka berdua. 'Percy,'