webnovel

Dibatas Senja

Lusi Aryani, 20 th, Mahasiswi FEB, semester IV, gadis dengan penampilan sederhana karena kondisi ekonomi keluarga yang hanya dibilang cukup namun keinginan begitu kuat untuk melanjutkan pendidikan berbekal dengan prestasinya. Dia ingin merubah kehidupan keluarganya, sesuatu yang harus diperjuangkan tidak menyerah untuk meraih harapannya. Janggan Pringgohadi, Mahasiswa Tehnik Arsitek semester 8, anak tuan tanah di salah satu kota kecamatan di Yogyakarta, anak panggung, tentu banyak penggemar, dijodohkan dengan Jihan anak temen orang tuanya. Bagaimana sikap janggan atas perjodohannya sedang dia mulai tertarik dengan lusi anak FE depan kostan. Apakah mungkin keluarga Janggan merestui hubungan mereka jika orang tuannya tahu Lusi bukan dari keluarga yang selevel dengan mereka. Bagaimana jika ternyata Janggan memilih mengikuti keinginan keluarganya. Disini kisah mereka diuji hingga dibatas perasaan Lusi dan Janggan, Dibatas Senja

Tari_3005 · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
91 Chs

Bab 37

" aku sudah tahu, " Ardan menarik nafas panjang, ingin rasanya menghibur gadisnya, mengobati luka hati yang kembali terbuka. Terbuat dari apa hati laki laki ini, dia begitu tulus menyayangi lusi.

" aku ingin kau tahu, aku menyayangimu dan ingin menjagamu, .... berjanjilah menjaga hatimu jika ingin bersamaku, " ardan menggertakkan giginya dia ingat waktu itu. Saat itu Janggan menceritakan penyesalan telah menodai lusi, tapi dia tidak tahu kalo ada laki laki yang lain yang lebih hancur hatinya.

Flashback on

Ardan baru pulang ke kost bareng Hanafi dari melihat pentas seni di Stadion kampus. Dia mengambil air wudhu untuk shalat isya' yang sudah amat terlambat, sudah jam 11 malam. didengarnya suara benda yang dibanting dengan keras PYAR

suara dari kamar sebelah, Ardan melongok ke dalam kamar yang tidak dikunci. dilihatnya Janggan sedang memegangi kapala dengan kedua tanganya. dia terlihat kacau, terdapat pecahan gelas di bawah meja. " ada apa Gan, kamu bisa cerita ke aku, " ucap ardan sambil mendekati Janggan duduk ditepi tempat tidur.

" Aki khilaf Dan, aku dak bisa mengendalikan diri, aku melakukannya dengan lusi, " jawab Janggan dengan suara berat terdengar penyesalannya. " kenapa kamu menodainya, kamu telah bertunangan, dasar ba**ngan kamu, Gan," Ardan marah besar, ada sudut hatinya paling dalam tidak rela Lusi dilukai, " ardan berdiri mamandang tajam Janggan, tangannya mengepal menahan amarahnya, " Apa kamu akan membatalkan pertunanganmu, dak mungkin kamu berani melawan keluargamu, dasar buaya kamu, " ardan meninggalkan Janggan yang masih diam. Sedang di dalam kamar Ardan melampiaskan kemarahannya dengan menghantamkam bantal ke dinding, meninju kasurnya, dia yang meminta lusi untuk menemui Janggan, ardan yang mencari tempat kost lusi yang baru. "sial, kenapa kamu dak bisa menjaga diri lus, kenapa kalian melakukan zi*a," ardan begitu terluka dengan perbuatan perempuan yg diam diam dicintainya. Ardan menarik nafas panjang, kemudian ingat dia belum shalat isyak, padahal dia tadi sudah berwudhu. diambilnya sarung dan sajadah, menghadap sang Penguasanya. Ardan berdoa semoga diberikan jalan yang terbaik. Ardan merenung diam diatas sajadahnya dan berjanji dia akan membuat bahagia lusi jika nanti Janggan melepaskan gadis itu.

flashback off

Ardan memandang ke depan hamparan lautan yang luas, tampak kapak layar di tengah laut biru, nelayan kapal akan membawa perbekalan yang cukup saat mereka memutuskan pergi berlayar. Sama halnya dengan hubungan bukan hanya rasa cinta semata dengan kepercayaan, kejujuran dan ketulusan yang dapat mempertahankan sebuah hubungan dua insan yang saling berlabuh bagai dalam kapal layar dan siap dengan gelombang yang menghadang.

" Maaf kak, aku merasa rendah di depanmu, " Lusi memandang ardan minta jawaban.

Ardan memegang tangan lusi dan menatapnya mesra, " Aku mencintaimu apa adanya, kamu mau kan menemaniku mengarungi samudra kehidupan, " kata Ardan sambil menatap lusi dan menunjuk pada lautan luas di depannya, Orang ini maksudnya apa coba lusi ingin tertawa, ngopy darimana kata gombalan laki laki di depannya. Kesedihan yang menyelimuti seketika pudar karena kalimat ardan yang gak jelas.

" Maksudnya ? kak ardan ngajak aku naik perahu di tengah laut itu, kwkw kwkw, " lusi dak bisa menahan geli karna kata kata ardan. Ardan cemberut, akhirnya mereka menghabiskan rujak buah yang sejak tadi disuguhkan penjual. Keringat ardan mengucur karna kepedasan rujaknya.

" Kamu kasih cabe berapa sih, sengaja biar mules perutku, dak papa asal dik lus mau menemani, " ucap ardan.

" Katanya tadi pingin yang pedes, salah sendiri dak request ulang, " lusi membela diri.

Akhirnya mereka meneruskan perjalanan pulang dengan lusi yang bonceng dibelakang, kedua tangan lusi ditarik melingkari punggung ardan, " kalo dak mau pegangan aku dak mau mboncengin, biar aku di belakang kan bisa megang pinggangmu, pilih mana ? bebas demoktaris, " ucap ardan tersenyum jahil, " ach, dasar mau enaknya, bukan pilihan namanya kak, hih jahil banget sih, " cubitan maut tangan lusi mendarat di lengan ardan.

" aku dak mau mas di belakang yang ada nanti tangan dak bisa diam, uh sebel, " mereka akhirnya menempuh perjalanan kembali ke rumah lusi dengan berboncengan motor metik.

Sepanjang jalan, Ardan menyanyi, nersiul bahagia.

Jangan dekat atau jangan datang kepadaku lagi

Aku semakin tersiksa karena tak memilikimu

Kucoba jalani hari dengan pengganti dirimu

Tapi hatiku selalu berpihak lagi padamu

Mengapa semua ini terjadi kepadaku

Tuhan maafkan diri ini

Yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya

Namun apalah daya ini

Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia

Rosa terlalu cinta

" Nyindir, nih," lusi menerang jauh, moga aku bisa belajar mencintaimu kak, kata lusi dalam hati.

" emang ada yang kesindir ?" ucap Ardan, dipegangnya tangan lusi yang ada di pinggangnya, " tenang aja, aku dak papa jadi pengganti, " ardan tertawa.

" Kak ardan mau menemaniku, aku akan belajar mencintaimu, " lusi menyandarkan kepalanya di punggung ardan yang masih melajukan motornya dengan pelan. dejavu ardan pernah mengalami ini, bersama lusi saat pulang dari cafe miliknya di Semarang.