webnovel

Pria itu Datang

Hari ini aku terbangun dan ingatan yang ku ingat pertama kali adalah, pria tua itu datang kesini dan berlagak seolah tidak terjadi apa-apa. Suara pintu terketuk mengejutkanku dan membuat pandanganku tertuju padanya, aku bisa mendengar dengan jelas suara pria itu memanggil namaku berulang kali, seperti berusaha membuatku terjaga dari tidurku. Aku sudah terjaga dari beberapa menit yang lalu, tapi mendengar suaranya memanggil namaku berulang kali seperti itu, membuat nafasku sontak memberat, seolah paru-paruku sudah tidak mampu menampung udara seperti sebagaimana mestinya, dan yang bisa aku lakukan adalah menutup mata dan menutup telingaku berharap suara itu bisa menghilang perlahan.

Aku beberapa kali memastikan kalau aku tidak mendengar suara itu lagi, aku segera bangkit dari tempat tidurku, meneguk segelas air yang aku siapkan sejak tadi malam dan segera bersiap untuk pergi ke sekolah.

Dan sekarang aku sudah siap dengan seragam dan perlengkapan sekolahku, aku segera memasuki lift dan menuju lantai 1, ketika aku keluar dari lift aku disuguhi oleh pemandangan pria tua itu sedang menikmati teh paginya sembari membaca koran dengan perasaan damai. Aku sempat berhenti beberapa detik sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan melewati pria itu, mengabaikan pria itu seolah memang tidak ada.

"Kenapa kau tidak sarapan?" Tanyanya ketika menyadari kehadiranku di belakangnya. Aku tidak berniat untuk menjawabnya dan dengan segera mungkin keluar dari rumah. Tidak apa-apa harus berjalan menuju halte bus, yang penting aku bisa keluar secepatnya.

Aku harap pria itu segera pergi dari situ.

****

"Sepertinya kau gagal mendidik adikmu menjadi anak yang memiliki sopan santun terhadap orang tua, Hansel Ethan Liu." Ucap Oliver sarkas sembari menurunkan koran yang ia baca supaya dapat melihat sosok anak laki-lakinya yang sedang santai bermain I-padnya.

"Dia baik-baik saja kalau anda tidak datang kemari seperti tidak melakukan kesalahan apapun." Jawab Hasel yang tetap memfokuskan pandangannya pada barang kubus tipis di depannya.

"Kau sama dengan adikmu, sama-sama tidak memiliki sopan santun." Kini suara Oliver mulai meninggi. Hansel tau meskipun ia dan Elainne sangat membenci pria di depannya ini, Oliver adalah orang tua mereka, dan Hansel sedang berusaha mati-matian menahan dirinya agar tidak berbicara dengan nada tinggi sama seperti papanya.

"Anda sendiri yang membuat kami kehilangan respek pada anda." Jawabnya santai.

"Hansel! Jika kau tidak mengelola perusahaan papa, kamu tidak akan bisa jadi seperti ini. Jangan sombong kamu!" Bentak Oliver.

"Lalu papa mau apa? Aku melepas perusahaan? Tentu akan aku lakukan, aku bahkan bisa membeli perusahaan papa yang tidak seberapa. Tenang saja aku akan membuat serah terima tugas hari ini juga!"

Hansel yang diselimuti emosi yang gagal ia kontrol, akhirnya memilih untuk pergi keluar dari rumah membawa tas kerjanya, meninggalkan Oliver dan masuk ke dalam mobil untuk segera pergi ke kantor.

Ini bukan kali pertama mereka bertengkar seperti ini, terhitung sudah beberapa kali semenjak Oliver memutuskan untuk segera menikah dengan seorang wanita, dan lebih fatalnya lagi, Elainne mengetahui sebuah fakta yang begitu memilukan.

Hansel memang sekarang bekerja dibawah perusahaan Liu Corp, tetapi ia juga menginvestasikan banyak uang di perusahaan ini membuat ia berhasil menduduki jabatan yang bisa dikatakan lumayan tinggi.

Tidak ada lagi keluarga yang bahagia, tidak ada lagi keluarga yang bisa menopang satu sama lain, diibaratkan seperti air panas yang di siram keluar saat musim salju, semuanya berubah menjadi begitu dingin.

***

Ketika aku memasuki lorong kelas, dari kejauhan aku bisa mendengar suara Chloe yang berteriak memanggil namaku, aku juga bisa mendengar suara derap kakinya berlari ke arahku.

"Hi good morning pumpkin! Aku dapat titipan dari tata usaha, ini seragam olahragamu, hari ini kita ada pelajaran olahraga." Ia menyodorkan sebuah paper bag.

"Oh, thank you." Jawabku, aku segera membuka paper bag itu dan melihat ada sebuah lunch box cantik berwarna pastel, aku menatap Chloe dengan tatapan heran.

"Itu sandwich dari ibuku, hari ini pelajaran olahraga kau pasti belum makan jadi ibuku menyiapkan itu untukmu." Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman.

Aku iri, kalau saja mama masih ada pasti aku bisa makan dengan baik.

"Sepertinya ibumu adalah orang baik, aku akan makan ini. Sampaikan salamku pada ibumu ya."

Chloe mengangguk dan mengayunkan tangannya merangkul bahuku.

"Tentu saja, kau bisa main ke rumahku kalau kau mau." Tawarnya.

"Rumahmu dimana?"

"Daerah kemang, kau?"

"Benarkah? Rumahku juga di daerah kemang, tapi aku tidak pernah keluar rumah sama sekali setelah pindah dari sini."

"Kalau begitu, ayo kita jalan weekend nanti." Ajak Chloe bersemangat. Ini bukan ide buruk dan aku langsung mengangguk mengiyakan.

Well sepertinya bertemu Chloe adalah keberuntungan untukku. Ia seolah mengerti dengan apa yang aku rasakan, ia bahkan mengerti harus melakukan apa sebelum aku berkata-kata. Kami berdua berjalan menuju kelas kami dengan senyuman terukir di bibirku tanpa aku sadari.

Guru datang dengan membawa siswa baru yang ikut berjalan mengekori di belakangnya, sontak pandangan seluruh orang di kelas ini tertuju pada anak baru itu termasuk aku.

"Selamat pagi, hari ini kita kedatangan murid baru dari Surabaya. Silahkan perkenalkan dirimu anak baru."

"Perkenalkan nama saya Malvin dari Surabaya, saya harap kalian bisa membantu saya kedepannya." Ucap anak baru itu.

"Sepertinya kelas ini beruntung mendapatkan dua wajah baru dalam dua hari sekaligus. Silahkan Malvin duduk di pojok belakang Elainne." Perintah guru itu, aku terdiam dan reflek mengangkat tanganku, memberitahu dia bahwa tempat duduknya berada di belakangku.

Kelas berjalan seperti biasa, tapi suasana kelas agak sedikit berbeda setelah Malvin datang di kelas ini. Mungkin kalian sudah bisa menebak. Benar, karna ada newface dan aku akui Malvin sedikit tampan berbeda dengan wajah-wajah Indonesia, seolah ia menjadi magnet kuat yang menarik perhatian banyak siswi lain.

Kecuali aku tentunya.

Bell istirahat berbunyi, seluruh siswa di kelasku reflek membersihkan buku mereka dan menyimpannya dalam tas mereka secara serempak. Kali ini aku hanya bisa berdiam diri saja karna Chloe meninggalkanku untuk urusan osis.

"Pantas saja ia pintar berbaur, dia anak osis rupanya." Batinku.

Yang aku bisa lakukan sekarang hanyalah memasang airpods dan memutar lagu dari handphone ku, aku mengambil pensil dan menggambar sesuatu di buku kecil yang biasa aku bawa menghiraukan orang-orang di sekelilingku.

Saat handphone ku berbunyi tanda notifikasi masuk, aku tersentak melihat Malvin meletakkan kepalanya di meja, menatapku dari samping entah dari kapan. Reflek aku mematikan lagu dari handphone ku dan melepas airpodsku.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku cepat sembari mengatur nafasku yang sedikit terengah karna kaget.

"Mau mengajakmu berkenalan. Aku Malvin, kau pasti Elainne." Ucapnya polos seolah ia tdak melakukan sesuatu yang salah. Padahal ia sudah membuatku kaget dan untung saja aku punya jantung yang normal, bagaimana jika aku memiliki kelainan jantung dan bisa terserang penyakit jantung seketika itu juga.

Oke itu berlebihan.

"Kalau sudah tahu, untuk apa bertanya?" Jawabku singkat dan kembali melakukan aktivitasku mengabaikan Malvin yang masih dengan posisi duduk dan kini membenarkan posisinya menjadi tegap.

Sial, kenapa dia tidak pergi saja dari hadapanku?