webnovel

Kacau

Setibanya aku di rumah, langkahku terhenti karena mendengar suara tawa perempuan asing, aku takut dan perasaanku campur aduk sekarang. Dengan perlahan aku berjalan masuk dan benar saja.

Wanita itu rupanya masih ada muka untuk datang ke sini.

Dengan sekuat tenaga aku mengabaikan dua makhluk itu yang sedang bersantai dan meminum teh di ruang tamu, aku berjalan melewati mereka dengan airpods yang terpasang di telingaku berusaha melangkahkan kaki sekuat mungkin agar aku bisa menggapai lift dan segera masuk ke kamarku.

"Oh, anak sambungku sudah pulang rupanya." Ucap wanita itu, aku sebenarnya mendengar, tapi aku memilih untuk tidak peduli dan melanjutkan langkah kakiku. Aku juga bisa mendengar pria itu berteriak memanggil namaku, memakiku karena bertingkah tidak sopan pada orang tua.

Haha, orang tua? Aku tersenyum miris, bahkan orang itu tidak pantas di sebut sebagai orang tua. Aku masuk ke dalam lift dan cepat – cepat masuk ke dalam kamarku. Aku mengunci kamarku dan melemparkan badanku di kasur.

Aku tidak bisa meluapkan emosiku dan hanya bisa menghela nafas panjang, aku menutup

mata membayangkan kalau saja mama masih hidup dan sekarang pasti sedang bersamaku di meja makan dan makan sore bersama, andai saja aku datang lebih cepat waktu itu sehingga aku tidak bisa kehilangan orang yang berharga buatku.

Sekarang aku hanya bisa berjuang untuk diriku sendiri dan Kak Hansel, hanya sisa Kak Hansel yang mengerti aku dan tidak menuntut apa – apa dariku. Aku bangkit dan melihat foto kami bertiga; aku, kak Hansel dan mama. Senyumku terukir mengingat bagaimana kami hidup bahagia dulunya.

Kalian tahu, tingkat membenci paling tinggi adalah ketika membenci orang itu tanpa sebab dan aku sudah berada di level itu sekarang. Aku membenci papaku hingga aku lupa kenapa aku membencinya. Meskipun kadang bayangan masa lalu samar – samar terputar tapi aku berusaha memblokirnya supaya aku masih bisa bertahan hidup hingga sekarang.

'Dasar anak tidak berguna'

'Kau anak pembangkang,

tidak pernah mengerti orang tua'

'Kamu adalah jalang kecil'

Kata - kata itu terus terdengar di telingaku, aku menutup telinga rapat - rapat berusaha menghilangkan suara itu dari telingaku. Aku tidak tahan, ini sungguh menyiksaku sontak aku berteriak berharap suara itu akan kalah dengan suara teriakanku. Aku lepas kendali dan akhirnya melempar lampu tidurku ke lemari kaca membuat kegaduhan menyebabkan Hansel mendobrak pintuku secara paksa.

Aku menoleh ke arah Hansel dengan gemetar dengan masih menutup telingaku karena bisikan – bisikan itu masih terdengar dengan jelas. Hansel segera lari ke arahku dan menggendongku ke luar kamar, hal yang aku perhatikan terakhir kali adalah nafasku sesak dan kakiku sobek karena aku tidak sengaja menginjak serpihan kaca sebelum Hansel menggendongku.

Hansel berlari tidak merespon pertanyaan dari Oliver dan perempuan itu, samar – samar aku bisa mendengar kalau papa bertanya apa yang terjadi padaku. Dengan cepat, Hansel membawaku ke sebuah klinik kecil dekat rumah dan perawat segera datang ke arahku namun mereka kalah cepat hingga akhirnya aku kehilangan kesadaranku.

***

Hanya tersisa dua orang ini dirumah, mereka berdua tengah menikmati makan malam mereka sembar menunggu kabar dari anak sulungnya pulang.

"Apa yang terjadi dengan Elainne?" Gumam Oliver sembari memotong daging steak yang berada tepat di hadapannya. Abigail hanya bergidik seolah tidak berminat dengan topic pembicaraan Oliver sekarang.

"Anak seusia Elainne memang sering mencari perhatian orang tua. Biarkan saja, nanti juga akan sehat sendiri." Jawab Abigail acuh tak acuh sembari terus menikmati potongan demi potongan daging medium well yang menjadi bagiannya.

Decitan pintu terbuka membuat perhatian mereka teralihkan menuju sumber suara. Hansel berdiri disana dengan nafas terengah – engah, Nampak dari sorot matanya kalau ia murka sekarang.

Dengan langkah berat ia berjalan mendekat ke arah dua manusia yang sedang menikmati makan malamnya tanpa memikirkan ada satu orang yang hampir meregang nyawa karena perbuatan mereka.

"Oliver Liu memang anda tidak ada adab sama sekali. Dengan penuh hormat tolong kalian berdua untuk pergi dari rumah ini." Pinta Hansel, ia mati – matian menahan emosinya karena dua orang ini yang dianggap tidak memiliki akal sehat dan juga hati nurani.

Namun naas, Oliver dan juga Abigail tidak menanggapi dan membuat murka Hansel semakin menjadi – jadi. Pandangannya terarah pada tempat tongkat golf, dengan cepat ia mengambil satu tongkat dan memukulnya pada meja kaca yang dua orang itu pakai untuk makan malam.

Abigail terkejut setengah mati. Hansel marah bukan main dan ini kali pertama perempuan itu menyaksikan kemarahan Hansel secara langsung. Berbeda dengan Abigail, Oliver juga tersulut emosi, pria itu segera mengangkat kerah baju Hansel dan nyaris saja memukul rahang anaknya.

"Pukul saja, bunuh saja sekalian. BUNUH!!!!" Hansel berteriak. Oliver terdiam dan mengurungkan niatnya, dengan perlahan ia melepaskan pegangan kerah baju Hansel dan mendorong anak laki – lakinya pelan.

Oliver tidak punya pilihan lain selain membawa Abigail pergi dari tempat itu, meninggalkan kekacauan yang Hansel sebabkan. Kaca pecah dimana – mana, steak yang tadinya cantik kini hanya menjadi sampah yang terjatuh di lantai bersama dengan serpihan kaca yang mengenaskan di atas lantai.

Hansel mengatur nafasnya dan melemparkan dirinya ke atas sofa terdekat setelah memastikan kedua orang itu keluar dari rumahnya. Ia marah bukan kerena kedatangan perempuan itu, tapi terlebih lagi sikap Oliver yang tidak menunjukkan seorang papa.

Pria itu tahu kenapa Elainne tiba – tiba menjadi seperti itu dan akhirnya memecahkan lampu tidurnya dan Oliver bersikap apatis dan tidak perduli dengan nyawa putrinya sendiri. Hansel seolah tahu apa yang di rasakan Elainne dan membuat gadis kesayangannya berakhir seperti itu.

Dalam diam, pria itu menangis dan menutup matanya dengan lengannya. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menyelamatkan adiknya, mengembalikan keadaan seperti semula. Ia ingin dan sangat rindu melihat tawa adiknya, ia ingin mendengar celotehan adiknya yang cerewet, ia ingin adik kecilnya yang dulu aktif tapi kini berrubah menjadi pasif.

Tidak ada Elainne yang dulu, tidak ada Elainne yang ceria, tidak ada Elainne adik kecil yang sangat manja pada dirinya. Elainne berubah seratus delapan puluh derajad setelah kejadian itu dan gadis kecilnya menutup dirinya karena tidak mau ada orang lain yang menyakitinya lagi.

Hansel sebagai seorang kakak merasa gagal dalam menjaga adik perempuan satu – satunya. Ia merasa tidak berhasil dan tidak mampu menjadi kakak yang baik untuk adiknya.

"Apa yang harus aku lakukan?"

Di otaknya terlintas untuk menyerahkan semua pekerjaan perusahaannya dan membeli perusahaan ayahnya, supaya pria itu tidak lagi ikut campur dalam urusannya dan dengan begitu mereka bisa tenang dan damai tanpa ada gangguan lagi.

Menyingkirkan Abigail adalah hal mudah baginya, tapi ia tidak mau repot – repot mengotori tangannya dengan darah kotor Abigail. Sepertinya memutuskan hubungan secara hukum adalah cara terbaik saat ini.