webnovel

Dear Angkasa : My Pet Boyfriend

Laura Chintya Bella, Cewek kasar yang bermulut tajam dan tahan banting. Kesehariannya pergi ke club' setelah pulang sekolah sampai malam hari. Alasannya karena Laura tak suka dengan kesendirian karena kesendirian akan membuatnya merasa kesepian. Kepribadiannya sedikit aneh, pola pikirnya pun tidak wajar dan selalu mengarah ke dalam kekerasan secara mental. Laura menderita sakit masokis yaitu tindakan melukai diri sendiri dengan sengaja, sehingga dia sudah kebal dengan segala luka. Dia kuat secara fisik, tetapi lemah secara mental. Emosinya tidak stabil membuatnya sering meledak saat orang-orang menggunjingnya. Dia hanya punya satu sahabat laki-laki bernama Vikram Andreyson, seorang cenayang yang selalu mengikutinya ke manapun dia pergi. Suatu hari, Vikram tanpa sengaja mengungkapkan mengenai masa depan Laura dengan seorang pria. Laura bertekad untuk mencari tahu mengenai pria yang Vikram katakan dengan bermodalkan sketsa wajah yang berhasil Vikram gambar. Mereka mencari informasi mengenai pria tersebut, dan alangkah terkejutnya ketika mereka mendapatkan sebuah informasi mengenai tempat tinggal pria tersebut yang ternyata di sebuah Rumah Sakit Jiwa. "Bergantungan padaku dan hilangkanlah rasa kesepianku." (Laura)

LidiaCntys10 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
33 Chs

7. Angkasa Ardiansyah

"Saat rasa putus asa itu hampir membunuhku, kamu datang dan membawa secercah harapan yang berhasil membuatku bebas dari kegelapan yang tak berujung."

- Angkasa Ardiansyah

***

Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. Laura duduk termenung di jok belakang mobil dengan pria yang diketahuinya bernama Angkasa yang terlelap sambil bersandar di bahunya.  Penampilan Angkasa sangat kotor dan baunya menyengat. Entah sudah berapa lama dia tidak mandi. Tapi, anehnya Laura tak merasa terganggu dengan hal itu.

Laura membawa Angkasa ke dalam pelukannya ketika merasa bahwa pria itu tak nyaman dalam tidurnya. Tangannya mengelus rambut Angkasa yang panjangnya sebahu. Matanya menatap wajah terlelap Angkasa dengan pandangan yang tak dapat diartikan.

"Laura, gue udah dapat informasi mengenai pria itu." Vikram membuka suara dengan ragu, matanya melirik sekilas Laura melalui spion tengah mobil.

"Jelaskan secara detail. Jangan ada info yang terlewat satu pun." Laura berkata dengan suara dingin membuat Vikram merinding.

"Menurut informasi yang gue dapat, namanya Angkasa Ardiansyah. 10 tahun yang lalu, dia dititipkan di Rumah Sakit Jiwa Harapan oleh pria yang diduga sebagai ayahnya saat berumur 6 tahun. Alasannya karena dia memiliki gangguan jiwa, sering melukai dirinya sendiri bahkan membunuh hewan peliharaannya. Ayahnya menitipkannya ke RSJ karena dia hampir membunuh ibu tirinya." Vikram menghentikan ucapannya karena ingin melihat reaksi Laura.

Laura terdiam dengan wajah yang membeku. Entah dia dilanda amarah atau memang raut wajahnya yang seperti itu. Tapi, satu hal yang pasti bahwa pria bernama Angkasa itu sudah berhasil membuat Laura keluar dari 'Zona Nyamannya'.

"Hm, begitu. Apa ada informasi lain mengenai keluarganya? Terutama ayahnya." Laura melirik Vikram dengan tatapan tajam dan menusuk.

"Tak ada informasi mengenai ayahnya. Nama dan alamat yang terdaftar di RSJ semuanya palsu. Dia awalnya selalu mengirim uang dalam jumlah besar sebulan sekali. Itu terjadi selama 2 tahun semenjak menitipkan putranya di RSJ. Awalnya pihak RSJ menolak Angkasa, tetapi karena ada jaminan uang setiap bulannya, mereka mau menerima Angkasa sebagai pasien dan mengurusnya dengan baik."

"Lalu, kenapa kondisinya seperti ini sekarang?" Ada kemarahan yang berusaha ditutupi oleh Laura dalam suaranya. Laura semakin mengeratkan pelukannya pada Angkasa yang tanpa Laura sadari telah bangun dari tidurnya karena telinganya yang tajam berhasil menangkap suara Vikram.

"Di tahun ketiga, ayahnya tidak lagi mengirim uang pada RSJ tersebut, dan saat itu mereka baru menyadari bahwa nama dan alamatnya ternyata palsu. Semenjak itu tak ada lagi informasi mengenai ayahnya Angkasa dan semenjak itu pula Angkasa menjadi pelampiasan amarah pemilik RSJ yang merasa tertipu. RSJ itu akhirnya bangkrut dan gedungnya terbengkalai sampai sekarang. RSJ Harapan memiliki sedikit pasien, banyak pasien yang meninggal karena sakit keras atau bunuh diri, dan mungkin hanya Angkasa yang tersisa walau sudah disiksa berkali-kali. Akhirnya mereka meninggalkan hidup dan matinya Angkasa di dalam ruangan yang terkunci di dalam gedung RSJ tersebut."

Bugh!

"Sialan!" Tangan Laura yang terkepal erat memukul kaca mobil dengan kuat sampai membuat kaca tersebut retak di beberapa tempat. Kepalan tangan Laura mengeluarkan darah karena tergesek oleh permukaan kaca mobil Vikram.

"Ra! Jangan gila! Tangan lo udah terluka. Jangan menambah luka."

"Ah, gue lupa." Laura dengan santai menggulung lengan bajunya dan melihat perban di tangannya bernoda darah karena luka di tangannya kembali terbuka. Begitu pula telapak tangannya yang digunakan untuk menggenggam pecahan kaca.

"Akhh..." Suara serak yang dikeluarkan Angkasa berhasil membuat Laura mengalihkan pandangannya. Tangannya menangkup wajah Angkasa yang menatapnya dengan intens. Jejak darah tertinggal di wajah Angkasa karena telapak tangan Laura berada di wajah Angkasa.

"Hm, lo peliharaan gue yang menggemaskan." Wajah Angkasa yang terdapat jejak darah justru terlihat lain di mata Laura. Rasanya seperti kamu sedang mendandani peliharaanmu supaya terlihat menggemaskan.

Tatapan Angkasa yang tadinya tertuju pada Laura, beralih menatap telapak tangan Laura yang berlumuran darah ketika hidungnya berhasil mengendus aroma yang berhasil menarik perhatiannya. Angkasa meraih tangan Laura dengan antusias yang tinggi, jemarinya yang dipenuhi kuku-kuku yang panjang menelusuri telapak tangan Laura yang bermandikan darah.

Laura mengernyit ketika kuku-kuku tajam Angkasa menembus telapak tangannya dan memberinya beberapa sayatan sehingga darah kembali mengalir. Laura terdiam melihat 'peliharaannya' mengendus-endus aroma darah yang keluar dari telapak tangannya dan matanya yang menatap antusias pada sayatan yang di buatnya sendiri.

Laura mengangkat dagu Angkasa supaya menatapnya. "Lo suka dengan hal ini? Lakukan sepuas lo."

Angkasa mengangguk seperti anjing peliharaan yang menuruti perkataan majikannya. Dia kembali melakukan kegiatannya dengan memberikan sayatan pada Laura di beberapa tempat. Laura tak keberatan karena setidaknya penyakit abnormalnya bisa terpenuhi oleh Angkasa. Jangan lupa kalau Laura menderita penyakit masokis yang merupakan perilaku menyakiti dan melukai diri sendiri yang dilakukan secara sengaja. Tak masalah siapa yang melukainya asalkan Laura terluka maka Laura bisa merasakan sensasi puas dalam dirinya.

"Angkasa Ardiansyah. Dia tak punya marga, tapi itu tak mungkin bila dia berasal dari keluarga yang tak berpengaruh. Karena tak mungkin orang biasa bisa melakukan sesuatu seperti itu dalam jangka waktu yang lama tanpa ketahuan oleh pihak luar."

***

Angkasa menatap pantulan dirinya di cermin dengan tatapan yang kosong. Sudah berapa lama dia tidak melihat dunia luar atau bahkan cahaya matahari dan dirinya sendiri. Semuanya sudah berubah, dia yang dulunya hanya setinggi pinggang orang dewasa, sekarang sudah menjadi orang dewasa tersebut.

Dia dikurung dalam kegelapan tanpa adanya penerangan sedikitpun. Awalnya memang takut apalagi dengan perlakuan orang-orang berseragam putih yang selalu menusukkan benda kecil yang tajam pada sekitar lehernya yang membuatnya lemas tak berdaya. Tangan dan kakinya tak bisa digerakkan secara bebas, saat dia memberontak mereka akan memukulinya dengan tongkat yang ada dipojok ruangan.

Sekeras apapun dia menjerit dan meminta pertolongan, tak ada yang menanggapinya. Mereka menutup mata dan telinga seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya. Awalnya memang terasa menyakitkan, tapi akhirnya dia terbiasa. Tetapi, rasa sakit itu bahkan selalu terasa menyakitkan walaupun sudah terbiasa membuatnya berteriak tak berdaya.

Angkasa yang 'dititipkan' di RSJ karena tingkah abnormalnya, selalu menantikan ayahnya yang berjanji akan menjemputnya. Dia selalu menunggu kedatangan ayahnya, tapi ayahnya tak pernah datang tak peduli seberapa banyak Angkasa berharap.

"Angkasa, kamu harus patuh saat tinggal di sini. Tetap di sini sampai ayah menjemputmu untuk pulang."

Wajah 'ayah' yang mengatakan kata-kata tersebut bahkan sudah dia lupakan. Yang dia ingat hanya dua kalimat tersebut yang membuatnya terus bertahan. Tapi, penyakit abnormalnya selalu menyiksanya, dia ingin mencium aroma darah dan sensasi yang membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Itu terasa menyenangkan sekaligus menyakitkan saat menyadari bahwa tingkah abnormalnya lah yang membuat ayahnya menitipkannya pada orang lain.

"Angkasa!" Suara bernada tinggi itu menyadarkan lamunan Angkasa. Dia menatap perempuan yang berdiri di depannya dengan tangan yang terlipat di depan dada.

Perempuan itu yang menolongnya. Perempuan itu yang mengeluarkannya dari kegelapan yang mengurungnya. Perempuan itu juga yang mewujudkan harapan kecilnya yang bahkan tak terpenuhi oleh ayahnya.

"Akhh..." Angkasa berusaha meraih tangan Laura yang menatapnya dengan kening yang mengerut.

( "Terima kasih." )

"Sepertinya lo harus dibawa ke rumah sakit yah. Enggak ada satu ucapan yang bisa lo katakan dengan jelas. Mungkin ada masalah pada pita suara lo?" Laura mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui ucapannya sendiri.

( "Karena kamu mau membawaku bersamamu." )

Laura hendak berbalik untuk memanggil Vikram tapi Angkasa menggenggam tangannya dengan erat. Matanya yang berkaca-kaca menatap Laura dengan tatapan kasihan seperti anak anjing yang akan ditinggalkan oleh majikannya.

Tangan Laura menepuk-nepuk puncak kepala Angkasa. "Gue majikan yang baik, jadi gue enggak akan buang peliharaan gue selagi lo jadi peliharaan yang baik."

( "Laura." )

Untuk tanda kurung "( )" itu ucapan dalam hati yah...

LidiaCntys10creators' thoughts