webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
311 Chs

Bab 34. Harga Untuk Sebuah Penjelasan

"Apa karena aku tidak menjawab telponmu, jadi kau mengirimiku spam seba…" ucapan Devan menggantung tepat setelah melihat isi pesannya.

Hanya berlangsung beberapa detik setelahnya, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana sembari berusaha menormalkan ekspresinya.

"Oma, ini sudah mau malam. Sebaiknya Oma pulang. Angin malam tidak baik untuk kesehatan Oma," ucap Devan mendekati keberadaan wanita tua itu dan duduk di sana.

"Aku baru sampai beberapa puluh menit yang lalu, dan kamu sudah memintaku pulang? Aku bahkan belum melakukan apa-apa di sini," balas Nyonya Raina.

"Oma sudah melakukan pekerjaan besar tadi," celetuk Leo namun segera dihadiahi tatapan tajam dari Devan sehingga pria itu kembali diam.

"Lain kali, Devan yang akan menjemput Oma, saat itu Oma boleh melakukan apapun yang Oma mau," ucap Devan berusaha membujuk Nyonya besar Raina.

Wanita tua itu terdiam, seolah sedang berpikir, mempertimbangkan ucapan cucunya.

"Devan janji, Oma."

"Baiklah. Jadi aku pulang sekarang?"

"Devan akan meminta Hendra mengantar Oma," ucap pria itu sembari mengangguk.

"Tapi, kau harus ingat janjimu pada Oma."

"Tentu saja Oma, Devan pasti akan menepatinya."

"Aku saksinya," celetuk Leo kembali bersuara namun tak digubris sama sekali.

Beberapa menit kemudian, Hendra memasuki rumah bernuansa putih itu, "Hendra, selesaikan itu setelah mengantar Oma," pinta Devan ketika melihat supir pribadinya menuju kekacauan yang nampak jelas terlihat memenuhi dapur.

"Baik, Tuan." Dan setelahnya, ia bersama Nyonya besar Raina pamit dan memasuki mobil yang sudah terparkir di halaman rumah, tepatnya pada sebuah parkiran khusus yang telah di sediakan di sana.

"Aku juga ingin pulang," ucap Leo.

"Tidak, kamu tetap disini."

"Ha? Untuk apa?" tanya Leo acuh. Saat ini mereka berdua sedang berdiri di depan rumah.

"Oma, hati-hati," teriak Leo lagi ketika Ferrari kuning yang dikendarai oleh Hendra mulai melaju.

"Aku pulang, Dev," ucap Leo kembali dan mulai melangkah, namun terhenti ketika pergelangan tangannya tiba-tiba dicekal dari arah belakang.

"Ayo, masuk," ucap Devan menarik lengan sepupunya itu memasuki rumah dan mengunci pintunya rapat.

"Dev, apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku," ucap Leo namun tak digubris oleh Devan sama sekali. Pria itu kemudian menariknya menuju sofa dan duduk di sana.

"Mengapa aku merasa suasana ini seperti sepasang kekasih yang ingin membuat anak?" ucap Leo lagi, sejak tadi ia hanya pasrah dan tidak berusaha meloloskan diri dari cengkraman sepupunya.

"Sekarang jelaskan ini," pinta Devan tepat setelah mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan beberapa foto pada Leo.

Melihat foto-foto itu, Leo mematung di tempat. Bisa-bisanya ia melupakan hal yang dilakukannya beberapa saat yang lalu? Jadi Devan menahannya di rumah ini hanya karena foto-foto itu?

"Apa?"

"Bagaimana bisa kau mendapatkan foto ini?"

"Siapa pria itu?"

"Sejak kapan kalian bertemu?"

"Dan anak kecil yang bersama mereka?"

"Tidak, tidak, lupakan, maksud aku mengapa kau mengirimkannya padaku?" tanya Devan bertubi-tubi.

Mendengar semua pertanyaan sepupunya, Leo menghela napas dalam-dalam. "Duduklah dulu. Dan tanyakan apa yang ingin kau tanyakan," ucapnya.

"Jawab," balas Devan singkat.

"Yang mana?" tanya Leo lagi.

"Aku tidak suka mengulangi ucapanku Leo, kau sangat tahu itu."

"Baiklah, baiklah. Kalau begitu jangan menatapku seperti itu, dan duduklah."

"Aku hanya memintamu menjawab, bukan memintamu untuk memerintahku," balas Devan dengan nada suara khasnya yang datar dan begitu dingin. Meskipun ia mengatakan hal itu, namun ia menuruti ucapan sepupunya, duduk pada sofa yang berseberangan dengan keberadaan Leo.

Melihat tingkah Devan, Leo hanya terkekeh di tempat.

"Kamu ingin mengatahuinya?" tanya Leo memulai.

Devan tak merespon, pria itu hanya diam.

"Kau tau kan, tidak ada yang gratis di dun…"

"Apa yang kau inginkan?" tanya Devan segera memotong ucapan Leo.

Leo tersenyum sumringah mendengar pertanyaan sepupunya itu, "Apa yang aku inginkan? Memangnya kau yakin bisa memenuhinya?"

"Katakan, aku tidak suka berbasa basi, Leo. Berhenti bermain-main."

"Baiklah, baiklah. Bagaimana jika menemaniku pada saat kencan buta?"

"Tidak. Sebagai gantinya kamu bisa pilih koleksi ferrarri keluaran terbaru milikku."

"No, No," tolak Leo sembari mengayunkan telunjuknya. Devan sangat kaya, ia tidak akan meminta hal-hal yang berkaitan dengan harta kekayaan milik pria itu.

"Aku tidak tertarik dengan hartamu Dev, aku hanya meminta waktumu beberapa menit menemaniku. Wanita yang ingin aku temui memintaku membawa seorang teman lagi, dan aku tidak tahu harus mengajak siapa."

"Ajak Hendra."

"Dan orang-orang akan mengira bahwa aku membawa Ayahku sendiri?"

"Itu bukan urusanku," balas Devan singkat.

"Baiklah, kalau begitu tidak ada penjelasan tentang foto itu dan sebaiknya aku pulang saja," ucap Leo kemudian bangkit dari posisinya.

"Minta yang lain. Jangan yang itu," ujar Devan segera.

"Aku tidak memiliki hal lain, Dev. Aku hanya ingin itu," balas Leo.

"Merepotkan. Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Jika menginginkan wanita kau hanya perlu ke club dan biarkan uangmu bekerja di sana, seperti kebiasaanmu."

"Tsk, aku bosan."

"Aku ingin mencoba sesuatu yang lain," tambah Leo lagi.

Devan terdiam di tempat, nampak sedang memikirkan sesuatu. Ingin rasanya ia memaki orang-orang suruhannya itu. Seharusnya foto-foto itu dikirimkan oleh mereka, bukan malah sepupunya 'Leo' yang menemukan keberadaan wanita itu dan berakhir seperti ini.

"Baiklah. Tapi aku hanya akan menemanimu sepuluh menit," ucap Devan.

"Dua puluh menit."

"Tidak."

"Delapan belas menit."

"Tidak."

"Ayolah Dev. Menemaniku beberapa menit saja tidak akan merugikanmu."

"Lima belas menit," tawar Devan.

"Baiklah. Lima belas menit. Waktunya akan berlaku sejak kencannya di mulai. Ok?" ucap Leo.

"Sekarang jelaskan," ucap Devan lagi tanpa memperdulikan perkataan Leo padanya.