Saat motor Johan masuk ke dalam gerbang rumah, Aryk menghentikan motornya sedikit menjauh dari gerbang. Ia turun dan mengamati Gheisha dan Johan. Gheisha mengunci gerbang setelah motor Johan berhenti di teras.
"Dia mengunci gerbangnya? Laki-laki itu akan menginap di rumah Gheisha? Wah! Tidak bisa dibiarkan!" Dengan penuh emosi, Aryk melangkah mendekati gerbang.
Gadis itu selesai mengunci gerbang dan melangkah menghampiri Johan. Aryk yang sudah bersiap melompati pagar, tercengang dan kembali bersembunyi saat mendengar pembicaraan mereka berdua. Untung saja, ia belum ketahuan.
"Kak Ghe-Ghe, tadi kemana saja? Jo sudah datang ke klub, tapi Kakak tidak ada," ucap Johan sambil mengunci motornya.
"Kakak bertemu teman sebentar. Sudahlah, jangan bicarakan itu. Kakak sudah sangat mengantuk," jawab Gheisha.
'Kakak? Jadi, dia adiknya. Hampir saja, aku menghajar adiknya Gheisha.'
Senyum Aryk terbit secerah mentari pagi. Ia tidak memiliki saingan dan hal itu sungguh membuatnya sangat bahagia. Hingga tanpa sadar, ia bersiul.
"Siapa di sana?" tanya Gheisha saat mendengar suara siulan.
Johan dan Gheisha menatap ke pintu gerbang. Namun, Aryk sudah pergi dari sana. Meskipun, mereka merasa aneh, tapi mereka bersikap tidak peduli dan melangkah masuk ke rumah.
Byurr!
"Sisi!" hardik Gheisha.
Gadis beralis tebal itu tiba-tiba menyiram Gheisha dan Johan. Cuaca sangat dingin karena sudah pagi dan mereka disiram menggunakan air es. Gheisha tidak peduli jika hanya dia yang disiram, tapi Sisi juga menyiram Johan. Hal itu tidak bisa diterima olehnya.
"Kamu cepat pergi, ganti baju!" perintah Gheisha kepada adiknya.
"Kakak juga harus ganti baju," kata Johan sambil menarik lengan kakaknya.
"Uhh, drama banget," ejek Sisi. Ia selalu merasa iri dengan gadis itu. Gheisha selalu mendapat perhatian adiknya, tapi dirinya tidak. "Jo, kita ini satu ibu. Tapi, kamu cuma menyayangi Gheisha. Jangan-jangan kalian menjalin hubungan dengan saudara sendiri, ya." Kata-kata Sisi semakin memojokkan Johan, membuat Gheisha semakin marah.
Plakk!
Gheisha menampar Sisi sekuat tenaga, meninggalkan tanda lima jari di pipi putih gadis itu. "Jaga mulut kamu, Si! Jangan berpikir, aku diam karena kalah. Itu baru tamparan kecil. Jika berani menghina adikku lagi, kau akan merasakan tinjuku!" ancam Gheisha.
"Kamu berani menamparku karena Mama sedang arisan di luar kota. Lihat saja nanti! Aku akan mengadukan kamu pada Mama!" teriak Sisi sambil memegang pipinya yang membengkak.
"Ya, ya, ya. Anak Mama!" Gheisha dan Johan pergi ke kamar masing-masing. "Ah, sialan! Dingin sekali," gumam Gheisha.
Ia segera pergi ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya di bawah kran shower. Air hangat itu perlahan-lahan menghilangkan rasa dingin Gheisha. Setelah merasa lebih segar, ia menutup kran shower dan memakai handuk kimononya.
Handuk kecil berwarna putih melilit, menutupi rambut basahnya. Jika bukan karena disiram air es oleh Sisi, ia pasti sudah tidur. Gheisha tidak bisa tidur jika sudah terkena air. Rasa kantuknya menghilang dan itu karena ia baru saja mandi.
Gadis itu duduk di tepi ranjang dan membuka handuk yang menutupi kepalanya. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk itu. Tiba-tiba bayangan Aryk saat mengecup bibirnya, melintas, membuat wajah Gheisha bersemu merah.
"Aku pasti sudah gila. Kenapa tiba-tiba memikirkan laki-laki menyebalkan itu," gerutu Gheisha. Ia menggerutu sendiri. Bayangan itu terus terlintas dalam benaknya. "Akh! Pergi!" teriak gadis itu.
Brakk!
Johan mencoba mendobrak pintu kamar Gheisha. Namun, tubuhnya tidak sekuat pria lain. Ia tidak bisa mendobrak pintu itu.
"Kak! Kakak tidak apa-apa?" tanya Johan dengan cemas. Ia baru saja selesai mengganti baju. Mendengar teriakan Gheisha, ia segera berlari.
Ceklek!
Pemuda itu langsung memutar-mutar tubuh Gheisha saat pintu kamarnya terbuka. Ia ingin memastikan bahwa kakaknya itu baik-baik saja. Melihat tidak ada luka, Johan bernapas lega.
"Kamu kenapa, Jo?" tanya gadis itu. Matanya mengerjap beberapa kali karena heran melihat tingkah adiknya.
"Harusnya, Jo yang tanya. Kakak kenapa teriak?" Johan balik bertanya.
Gheisha tersenyum canggung. Rupanya yang menyebabkan Johan bertingkah aneh adalah dirinya. Ia berteriak menyuruh bayangan Aryk pergi dari pikirannya. Tidak sadar, jika di rumah itu, dia tidak sendiri.
"Oh, itu …. Tadi ada kecoa. Iya, ada kecoa." Gheisha mencari alasan. Tidak mungkin kalau dia berkata jujur pada adiknya. Wajahnya mau ditaruh dimana kalau Johan sampai tahu bahwa kakaknya sedang memikirkan hal memalukan.
"Kemana kecoanya sekarang? Mau diusir sama Jo," ucap Johan. Ia berkeliling di setiap sudut kamar Gheisha. Mencari kecoa yang jelas-jelas tidak ada karena hanya karangan kakaknya saja.
"Tadi sudah terbang keluar jendela. Kakak baru saja menutup jendelanya."
"Oh. Ya, sudah kalau begitu. Kakak cepat tidur," ucap Johan sambil menutup pintu kamar. Johan kembali ke kamarnya karena sudah yakin kakaknya baik-baik saja.
***
Di kamar apartemennya, Aryk tidak bisa tidur. Ia senyum-senyum sendiri sambil berbaring di tempat tidur. Menatap langit-langit kamar yang dicat menyerupai awan. Paduan warna biru dan putih itu sengaja dipilih olehnya karena ia sangat jarang keluar di siang hari.
Ia sangat ingin berjalan-jalan di bawah matahari pagi tanpa perlu menyamar. Namun, semua orang dapat dengan mudah mengenalinya dan mengejarnya. Ia merindukan saat-saat remaja dulu. Saat ia dan ibunya berjalan-jalan di taman dengan bebas.
Aryk adalah anak tunggal dari Surendra dan Astari. Ayahnya menjadi laki-laki yang suka berselingkuh setelah usaha eksport import kainnya sukses. Aryk marah dan meninggalkan Indo setelah lulus SMA.
Tidak ada yang tahu, seperti apa kehidupan Sammy Orlan sesungguhnya. Para fansnya hanya tahu bahwa Sammy Orlan itu lahir dan besar di luar negeri. Tidak tahu bahwa Sammy Orlan adalah anak pengusaha kain yang sukses di Indo.
"Hah, aku sangat merindukan Mama. Jika saja, Mama mau diajak pindah dan tinggal denganku," gumam Aryk.
Ia sengaja menciptakan identitas baru sebagai Sammy Orlan. Menjalani hal yang sangat dibenci ayahnya sebagai bentuk pemberontakan. Selain itu, ia juga ingin membawa ibunya pergi dari rumah ayahnya. Namun, ibunya menolak mentah-mentah.
Rasa rindunya teralihkan saat mengingat pertemuannya dengan Gheisha. Ia tersenyum sambil menyentuh bibirnya. "Manis," gumam Aryk. Hatinya berbunga-bunga saat ingat bahwa Dandelion dan Gheisha adalah orang yang sama.
'Pantas saja, hatiku tergerak oleh sosok kedua gadis itu. Ternyata, karena mereka adalah satu orang. Sekarang, aku tidak perlu memilih antara Dandelion dan Gheisha. Mereka milikku.'
Aryk memainkan ponselnya, mencari nama Gheisha di sebuah aplikasi sosial media. Namun, ia ingat jika Gheisha tidak memiliki akun di sosial media. Gadis itu hanya memiliki ponsel sebagai alat untuk menelepon.
Gheisha tidak pernah memiliki waktu luang untuk sekedar bermain sosmed atau menonton video. Ia bahkan tidak tahu wajah Sammy Orlan karena tidak pernah melihat berita apa pun. Hidupnya hanya dihabiskan untuk bekerja.
====BERSAMBUNG====