webnovel

Hidup Baru

Seorang gadis muda sedang melihat ke arah jendela mobil yang sedang berjalan di area perbukitan. Mobil berwarna hitam mengilat itu melewati sebuah hutan pinus yang begitu menyegarkan mata.

"Kimberly, jangan terlalu keluar. Kepalamu bisa terserempet mobil lain yang melintas," ucap seorang wanita yang menyetir di sebelahnya.

Kimberly, nama gadis muda itu. Ia menuruti apa kata wanita di sampingnya. Dia adalah Viona, sang ibu.

Kimberly tak banyak bicara. Ia menaikkan kaca mobil sedikit lebih tinggi. Jika tidak, ia akan tergoda untuk menjulurkan kepalanya ke luar.

Sang ibu menoleh ke arah gadis muda itu. Ia tersenyum, namun ekspresinya terasa janggal.

"Ibu harap kau akan senang tinggal di kota ini," ucap Viona sambil tersenyum.

Kimberly Watson, gadis berusia dua puluh tahun. Ia baru saja pindah ke kota X setelah ayahnya, Nicholas Watson. Mendadak mati baru satu jam sejak berangkat bekerja. Di suatu pagi yang cerah.

Satu tahun berlalu di ibukota sejak kepergian sang ayah. Viona sang ibu tak bisa begitu saja melupakan sang ayah.

Kimberly, gadis yang tadinya ceria pun berubah menjadi murung sejak saat itu. Maklum saja, Kim, nama panggilan kecilnya. Sangat dekat dengan sang ayah.

Beberapa jam berlalu. Mereka pun memasuki kota X. Sebuah kota kecil di Utara. Sangat jauh dari ibukota.

Viona sengaja pindah sejauh mungkin dari ibukota. Supaya bisa melupakan bayang-bayang sang suami.

Sesampainya di kota X. Mereka masuk ke sebuah pedesaan. Menuju rumah yang cukup besar untuk ukuran rumah di sebuah desa.

"Itu rumah kita, Ibu?" tanya Kimberly.

"Ya, Honey," jawab Viona seraya memarkirkan mobilnya di halaman rumah itu.

Kimberly menatap rumah itu dengan tatapan yang tak terlalu suka. Maklum saja. Dia adalah gadis kota. Sebesar apa pun rumah baru yang ditempatinya. Tetap akan berbeda dengan rumahnya yang ada di kota.

Tanpa banyak mau megulur waktu, Kimberly turun dari mobil. Ia melihat-lihat ke sekeliling tempat itu. Sangat asri. Banyak pohon di sana-sini. Apalagi pemandangan bukit yang sangat memanjakan mata.

"Permisi!" seorang pria tua menghampiri mereka. Viona yang sibuk menurunkan tas dan barang-barang pun segera menoleh.

"Ya?" sahut Viona.

"Apa kau pemilik baru rumah ini?" tanya pria tua itu.

"Oh, ya. Saya pemilik baru rumah ini." Viona mengulurkan tangannya ke arah pria tua itu. "Saya Viona Torres."

Pria itu tersenyum dan menyambut uluran tangan Viona.

"Frank. Namaku Frank Timothy. Kebetulan aku adalah kepala desa di sini," jawab pria tua itu.

"Oh, Anda Tuan Timoty? Maaf, saya baru tahu."

"Oh, come on. Frank saja," ucap Kepala Desa.

"Oke, Frank. Jadi, apa maksud kedatangan Anda, Frank? Kami baru saja tiba. Dan kami tidak tahu apa-apa tentang tempat ini," ucap Viona.

Sementara Viona sedang berbicara dengan kepala desa. Kimberly tampak asyik berkeliling. Meskipun sebenarnya ia tak suka pindah ke tempat ini. Ia hanya suka dengan suasana syahdu di desa ini.

Kimberly menoleh ke arah sang ibu yang sedang asyik bicara. Tak tampak seperti orang yang menderita karena ditinggal oleh suaminya.

"Kim!" panggil Viona. "Kemarilah!"

Kimberly menghela napas singkat. Ia tak banyak berkata-kata dan langsung menghampiri sang ibu.

"Ada apa?" tanya Kimberly.

"Kau harus berkenalan dengan tuan ini. Dia adalah Frank Timothy, Kepala Desa tempat ini," ucap Viona.

Tanpa banyak bertanya, Kim mengulurkan tangannya. "Kimberly Watson," ucap Kim dengan senyum tipisnya.

Kepala desa Frank menyambut uluran tangan Kim dan tersenyum sangat ramah kepada Kim. "Kau manis sekali dan juga cantik."

"Terima kasih," sahut Kim acuh.

Ya, Kim memang dingin. Bukan, dia bukan dingin. Dia hanya kesepian. Dan itu membuat ibunya merasa bersalah.

"Kim, bisa kau bawa tasmu masuk ke dalam? Ibu akan bicara dengan paman Frank lebih dulu," pinta Viona dengan lembut kepada sang putri.

"Yeah." Gadis itu tak banyak berkata-kata. Ia langsung mengambil tas miliknya dari dalam bagasi mobil. Lalu membawanya masuk ke rumah barunya.

"Kim!" panggil Viona saat Kim sudah menaiki anak tangga yang menuju teras rumah. Gadis itu menoleh kesal ke arah sang ibu.

"Kau lupa kuncinya," ucap Viona seraya mengambil kunci rumah itu dan melemparkannya kepada Kimberly.

Dengan satu tangkapan, Kim berhasil menggapai kunci itu di tangannya. Lalu ia membuka pintu itu dan masuk begitu saja.

"Maaf, Tuan Frank. Anak saya sedang mengalami masa yang cukup sulit," ucap Viona meminta pengertian Frank.

"Oh, aku paham. Kudengar ada sesuatu yang tidak mengenakkan terjadi saat di kota. Kau tak perlu meminta maaf. Beberapa orang memang butuh waktu untuk menyembuhkan luka hatinya," ujar Frank.

Viona tersenyum. Beruntung sekali. Orang pertama yang ia temui di kota ini adalah Frank. Sepertinya dia baik.

"Kalau begitu saya akan masuk. Kim akan menggerutu kalau saya tak segera membereskan rumah," ucap Viona mohon undur diri.

"Ouh, baiklah. Apa kau butuh bantuan, Nyonya Watson?" tanya Frank Timothy.

Mendengar panggilan Nyonya Watson dari Frank. Seketika membuat Viona teringat akan suaminya. Suaminya sudah tidak ada. Memangnya dia masih bisa dipanggil Watson lagi?

"Bisakah Anda memanggil saya Viona? Saya sedikit sensitif saat mendengar nama tadi."

"Oh, maaf. Maafkan aku. Baiklah. Apa kau butuh bantuan untuk mengelola rumahmu, Nyonya Viona?" tanya Frank sekali lagi.

"Mungkin tidak hari ini, Tuan Frank. Anak gadis saya belum terbiasa dengan orang asing. Maaf." Viona menolak bantuan Frank dengan ramah. Ia tak ingin merepotkan siapa pun saat ini.

"Oke, baiklah. Aku akan membiarkanmu memiliki waktu dengan rumah barumu. Kalau ada apa-apa. Kau bisa hubungi aku di rumahku. Kau tinggal jalan beberapa meter dari sini. Rumah dengan pohon cemara di sampingnya," ucap Frank.

"oke, Tuan Frank. Terima kasih atas keramahannya. Aku akan berusaha berasa di kota ini."

"Oke, bagus."

Frank pergi meninggalkan rumah Viona. Pria tua itu sepertinya memang ingin menjalankan tugasnya sebagai walikota yang baik.

Usai kepergian Frank. Viona segera mengambil barang-barang di dalam bagasi mobil. Lalu membawanya masuk ke rumah.

Di dalam rumah itu, tak terlihat putrinya, Kimberly.

"Kim, bantu Ibu. Jangan langsung istirahat. Kita harus membereskan semuanya terlebih dulu!" panggil Viona.

Sayangnya tak ada balasan dari Kim. Entah apa yang dilakukan gadis itu. Sang ibu, akhirnya terpaksa memindahkan semua barang di mobil sendiri.

"Anak jaman sekarang benar-benar!" gerutu Viona.

Sementara Kim, gadis itu ternyata ada di belakang rumah. Setelah meletakkan tas berisi pakaiannya di ruang tamu. Ia berkeliling rumah itu. Ia tak mau kembali ke depan dan harus berbincang dengan Frank.

Di belakang rumahnya ia menemukan fakta bahwa rumah itu terhubung dengan jalan setapak kecil menuju ke sebuah kebun apel.

Kebun apel itu tampaknya tak terlalu terawat. Karena penasaran, Kami pun berjalan masuk ke kebun anggur itu. Tak ada yang menarik di dalam kebun apel itu selain buah apel ya bahkan belum matang. Tapi Kim menyukai tempat ini. Tempat ini terasa menenangkan. Hingga ia melihat sesuatu tak jauh dari tempat ia berdiri.

Bersambung .....