webnovel

2. Kampung Halaman?

15 Juli, Pukul 20:23. Lelahnya bekerja di Jakarta membuat kepalaku pusing tujuh keliling. Yang bisa kulakukan hanyalah berkeluh kesah kepada tembok dinding yang abu warnanya, seperti mendengarku, namun tak peduli. Aku hanya memerlukan sebuah liburan kecil, dan satu - satunya yang bisa kuingat saat itu hanyalah keluargaku.

16 Juli, Pukul 10:23. Bertepatan dengan hari ulang tahunku yang sebentar lagi tiba, aku memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamanku, berniat untuk menyegarkan pikiran dan bertemu keluarga. Mungkin bertemu dengan beberapa tetangga yang dekat denganku, tapi aku tidak yakin mereka ingat denganku. Bagaimanapun juga, aku membutuhkan cuti ini. Dengan kendaraan beroda empat berwarna putih yang agak kusam kelihatannya, akupun memulai perjalananku. Jalan tol sangat enak rasanya, indahnya pemandangan membantuku santai, dan jalan tol yang senantiasa lurus sungguh nyaman dipandang.

16 Juli, Pukul 20:57. Menjelang pukul sembilan malam, akhirnya sampai juga aku di depan gapura kampung. Entah mengapa banyak sekali polisi yang berdiam di dekat gapura. Hendak aku bertanya, namun berat hati menimpa sebab trauma akan ditilang. Aku pun bergegas memasuki area kampung. Aku sempat melihat kebelakang selama beberapa saat, namun entah mengapa polisi - polisi itu hendak memanggilku. Dikarenakan-nya, aku mengebut ke dalam kampung karena takut ditilang.

16 Juli, Pukul 21:11. Udara di dalam kampung terasa sangat berbeda dari Jakarta. Seperti kadar oksigen di udara mencapai 80%, Jakarta tidak akan pernah memiliki udara seperti disini. Selagi aku menikmati udara kampung melewati jendela mobil, aku segera sadar kalau jalan kampung tidak selebar dan sepanjang ini seperti dahulu. Syukurlah kalau kendaraan beroda empat bisa masuk ke dalam kampung sekarang, namun jalan yang seharusnya bisa ditempuh dengan kaki selama lima menit dari gapura terasa sangat panjang? Seharusnya dengan mobil, satu menit saja sudah cukup untuk melihat pemukiman yang ada, tetapi 14 menit berlalu dan aku belum melihat rumah satupun di pinggir jalan, melainkan pepohonan yang rimbun menyelimuti seluruh jalan. Yang aku ingat, di sekitar hanya ada sawah yang membentang jauh, entah mengapa sekarang berubah menjadi pepohonan yang lebat.

16 Juli, Pukul 21:30. Setelah melewati jalan yang gelap itu selama kurang lebih setengah jam, akhirnya aku melihat jalan yang sedikit aku kenal. Jalan beraspal agak kusam yang sudah menyatu dengan pinggiran sawah. Lega rasanya mengetahui bahwa aku sudah mendekati pemukiman. Dan benar, hanya sekitar satu menit aku melewati persawahan itu. Aku segera mencari dan memarkirkan mobilku di surau terdekat. Aku terpaksa untuk parkir di jalan depan surau, karena entah mengapa, tidak ada tempat parkir yang cukup untuk kendaraan beroda empat, tetapi aku tidak terlalu menghiraukannya.

16 Juli, Pukul 21:43. Sesudah shalat dan berleha - leha sejenak, aku memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuaku. Aku merasa kampung ini tidak berubah sama sekali, entah itu perasaanku saja, atau memang sudah tidak ada perubahan selama dua puluh tahun silam. Selagi berjalan menyusuri kampung, tidak ada yang bisa membuatku merinding selain sepinya kampung ini. Tidak satupun jangkring dan belalang bersenandung. Sungguh sunyi hingga aku bisa mendengar napasku sendiri.

16 Juli, Pukul 21:50. Akhirnya aku sampai di depan rumahku. Dan benar saja, rumah orang tuaku seperti yang kuingat saat aku kecil. Tembok berwarna kuning telur asin ditemani kursi dan meja kecil di teras. Namun, aku tidak mengeluh, justru lega mengetahui bahwa mereka masih disini dan mengurus tempat masa kecilku. Aku pun mengetuk pintu rumah.

"Assalamualaikum!" dengan suaraku yang lantang.

Tidak lama, muncul sosok yang aku kenal, ibuku.

"Waalaikumsalam", jawab ibuku.

"Ya ampun, nak? Kenapa kamu tidak bilang akan pulang?"

"Maaf Ibu, tapi aku ingin memberi kejutan untuk Ibu dan Ayah, makanya aku tidak memberi tahu", jawabku, sembari cium tangan kepada ibuku.

"Kamu pasti capek nak, sudah agak malam ini. Ayah sedang keluar. Kalau belum makan, makan saja yang ada di meja makan.", ujar ibuku.

"Baik Ibu". Ibu terlihat sangat muda untuk umurnya yang hampir menginjak 60 tahun. Ah, mungkin Ibu melakukan perawatan pada wajahnya.

16 Juli, Pukul 22:03. Aku sangat lelah setelah berkendara selama 10 jam, maka dari itu setelah makan, aku segera pergi ke kamar tidurku. Namun anehnya, kamar tidur sama sekali tidak ada yang berubah. Mulai dari tata letak kasur, meja belajar, dan buku - buku pelajaran SMA, semua seperti tidak berubah sama sekali sejak terakhir aku pergi dari rumah ini. Sangat. Aneh.

17 Juli, Pukul 05:52. Bangun dari tidurku, hanya pegal - pegal pada pundak yang bisa kurasakan. Serta rasa aneh ini, dimana semua seperti tidak berubah. Seharusnya hari ini adalah hari bahagiaku, hari dimana aku bisa bersantai, hari dimana aku bisa merayakan ulang tahunku, hari dimana aku bisa berkumpul dengan keluarga. Namun, mengapa ada suatu hal yang mengganjal? Semua tidak berubah, tetapi berbeda di saat yang bersamaan. Apapun itu, membuatku tidak nyaman berada disini. Tetapi, aku tidak bisa pergi begitu saja dari sini. Oleh karena itu, yang hanya bisa kulakukan hanyalah bangung dari tidurku dan melanjutkan hari ini.

17 Juli, Pukul 06:00. Aku akhirnya beranjak dari kasurku. Mengharapkan sebuah sarapan di meja makan, namun hanyalah alat makan yang tersedia di meja serta tudung saji yang menutupi angin hampa. Ibu dan ayahku juga sepertinya sedang di luar rumah, mungkin sedang membeli sarapan untuk dimakan bersama. Aku pun mencari cemilan untuk di lahap selagi menunggu, namun lagi - lagi, yang kutemukan hanyalah toples - toples kosong. Alhasil, aku pergi ke warung yang ada di dekat rumah, niat membeli cemilan kecil untuk mengganjal lapar. Warung yang ada di kampung ini hanya ada satu. Sebenarnya warung yang ku maksud bukanlah warung, tetapi lebih merujuk kepada toko yang serba ada. Warung ini agak jauh kalau ditempuh dengan jalan kaki, tetapi dengan keadaanku saat ini, mungkin jalan kaki akan lebih baik.

17 Juli, Pukul 06:15. Udara disini sangat segar. Hal itu lah yang hanya bisa ku pikirkan selain sepi yang mengganjal ini. Tidak mungkin seluruh penduduk kampung tidak ada di sini. Bulu kudukku mulai merinding. Aku sangat ketakutan. Tapi, alasan - alasan ini tidak cukup untukku pergi tanpa pamit. Alhasil, aku tetap pergi ke warung.

17 Juli, Pukul 06:17. Sesampainya di warung, lega rasanya mengetahui bahwa warung itu buka. Aku pun masuk ke dalam warung yang dilimpahkan barang - barang di etalase dan lantai.

"Permisi…", selagi aku memasuki warung tersebut.

Tidak ada yang menjawab. Berkali - kali aku ucapkan permisi, namun sepertinya tidak ada orang yang menjaga warung ini. Aku tetap masuk ke dalam, karena jikalau benar tidak ada yang menjaga, aku bisa meninggalkan uang saja sesuai dengan harga yang aku ambil. Namun di saat aku memasuki warung, entah apa aku salah melihat atau tidak, tetapi yang kulihat di depan kasir adalah sebuah, kambing hitam? Hendak aku menghampiri kambing hitam itu untuk mengetahui jika hewan itu jinak atau tidak. Namun, ketika aku mendekati etalase warung itu, kambing hitam itu, berbicara.

"Bangunlah dari tidurmu!" teriak kambing hitam itu.

Aku, tidak bisa berkata - kata. Aku teriak ketakutan dan lari sekencang mungkin dari warung itu.

"Apa yang si kambing hitam itu maksud?"

itulah satu - satunya hal yang bisa

kupikirkan, selagi aku berlari ke rumah orang tuaku. Mungkin, ada seseorang atau sesuatu yang jahil padaku.

Berdasarkan semua yang telah terjadi, hutan rimbun yang tidak pernah ada selama aku tinggal disini, kampungku yang sepi tak berpenghuni, orang tuaku yang terlihat tidak menua sama sekali, sampai kambing hitam yang berbicara. Aku merasa aku tidak sedang berada di kampung halamanku, tetapi aku sedang disesatkan entah dimana.

17 Juli, Pukul 06:32. Aku tiba di depan rumah dengan keringat di sekujur tubuh membasahi pundak dan punggungku. Aku segera masuk ke dalam rumah dan ke dalam kamar. Mengambil semua barang - barangku yang bergeletakkan di lantai kamar. Aku tahu aku baru disini selama beberapa jam, bahkan aku tidak sempat menyapa tetangga - tetanggaku, itu pun kalau mereka benar - benar ada. Dengan kunci mobil di tangan, aku bergegas keluar dari kamar, hanya untuk bertemu dengan Ibu dan Ayahku.

"Kenapa begitu buru - buru, nak?" ujar Ayahku.

"Maaf Yah, tapi aku baru ingat kalau aku ada urusan yang penting."

"Kamu baru sebentar disini, tinggalkanlah semua urusanmu itu dan tinggal bersama kami terlebih dahulu."

Kata - kata Ayah sedikit meyakinkanku, tetapi aku lebih yakin lagi, bahwa mereka bukanlah Ibu dan Ayah yang aku kenal.

Diam seribu kata, aku pergi meninggalkan mereka.

"Bangunlah dari tidurmu! " teriak mereka berdua.

Ya, dugaanku ternyata memang benar. Si Kambing hitam dan orang tuaku meneriakkan hal yang sama dengan intonasi yang sama. Aku masih belum mengerti apa yang mereka maksud dengan 'bangun dari tidurku', tetapi yang pasti, aku akan mencari jalan keluar dari sini.

17 Juli? Pukul - -:- -. Dengan perut yang kosong dan kunci mobil di tangan, aku bergegas memasuki mobil yang aku parkirkan di dekat surau. Aku tidak bisa memikirkan hal lain selain pergi dari tempat ini. Aku segera pergi menginjak pedal gas meninggalkan kampung ini. Meski tidak ada hal aneh lain yang terjadi, aku tetap ketakutan, karena ini adalah pertama kalinya aku dijahili oleh sesuatu.

Aku tidak yakin kalau sekarang adalah tanggal 17. Aku pernah mendengar kisah disesatkan oleh sesuatu, dan kebanyakan dari mereka yang mengalami merasa bahwa mereka berada di tempat yang mereka pikir benar selama 1 jam, namun sebenarnya mereka sudah berada disana selama 5 jam.

Speedometer menunjukkan angka 80, namun aku benar - benar tidak menghiraukan angka itu. Jalanan yang aku lewati tidak sama seperti aku lewati saat aku masuk ke kampung ini. Jalannya terasa lebih sempit. Setelah melewati persawahan yang membentang jauh, aku melihat gapura kampung. Tentu saja, hutan pohon rimbun itu menghilang begitu saja, seperti angin menghembuskan hutan itu hilang dari eksistensi. Aku segera melambatkan laju kendaraan ku, dan setelah aku melewati gapura, terasa perbedaan tekanan yang membebaskan udara. Namun dalam satu kedipan mata, aku berada di dalam pos ronda bersama polisi yang aku lihat kemarin.

- - Juli, Pukul - -:- -. Para polisi itu terlihat terkejut sekaligus lega, ekspresi mereka mengatakan sedemikian rupa.

"Hei, apa yang terjadi padamu? Mengapa kamu secara tiba - tiba berhenti di tengah gang sempit?" tanya salah satu polisi itu.

Hendak aku menjawab yang aku alami adalah hal mistis, namun, aku tidak bisa mengingat apa saja yang terjadi. Bagaikan anganku tak bisa digapai oleh tanganku, meski sudah terlihat jelas. Sekejap, pos ronda itu hening. Para polisi menunggu jawabanku, namun, aku sendiri tidak bisa menjawabnya

"Maaf pak, tapi, saya sendiri tidak ingat akan apa yang terjadi kepada saya. Yang saya ingat hanyalah saat saya memasuki gapura kampung itu pak", jawabku.

Wajah mereka terlihat cemas. Salah satu polisi yang kelihatannya sudah berumur mengatakan,

"Nak, sepertinya kamu disesatkan oleh sesuatu. Kami pada awalnya tidak sadar, tetapi ada satu mobil yang menghalangi akses jalan menuju kampung itu. Sampai - sampai kami harus menggunakan mobil derek untuk mengangkut mobilmu. Kami sengaja menjagamu disini, agar tidak ada rumor yang bertebaran. Karena, dengan mobilmu yang menghalangi salah satu akses ke kampung, kami mendengar beberapa cemoohan dan rumor rumor dari pengendara yang lalu lalang".

Aku merasa terheran - heran.

"Saya hanya ingin mengunjungi orang tua saya pak, dan saya lebih baik segera melanjutkan perjalanan." tambahku.

"Kalau memang itu yang kamu mau, silahkan. Tetapi, ingatlah untuk selalu membaca do'a dalam kondisi apapun", ucap Pak Polisi itu.

"Terimakasih pak sudah menjaga saya disini."

"Tenang saja, itu memang sudah menjadi kewajiban kami."

"Sebelum saya pergi, pak. Sekarang, tanggal berapa ya pak?"

"Sekarang tanggal 19 nak."

"Baiklah pak, sekali lagi terimakasih."

Ya, aku berada di alam bawah sadar, selama 3 hari.