"Kamu benar-benar belum mengetik apapun?" tanyanya seraya menatap ke arah Sasha yang kini masih berdiri tak jauh darinya, yang masih bergulat dengan pikirannya.
Sasha hanya bisa memberikan cengiran kudanya dengan kaku seraya mengangguk. Meski masih canggung namun kini ia merasa lega dalam hatinya, karena ia ingat jika tadi sempat keluar dari laman chatnya bersama teman-temannya. Jika tidak bisa bahaya, apalagi namanya sempat disebut jika sampai terbaca, hal ini lebih bahaya daripada ia hanya memakai celana pendek saat ini, entahlah apa yang akan terjadi.
Di samping laptop tersimpan buku catatan milik Sasha, Aldric tampak memperhatikan dan mulai membacanya kemudian ia mengetikkan sesuatu di laptop milik Sasha. Sasha hanya bisa pasrah saja saat ini.
"Bapak mau kopi?" tawar Sasha mencoba mencairkan suasana, agar Aldric tak marah padanya. Karena seharusnya ia yang mengerjakan pekerjaannya.
Aldric menoleh pada Sasha lagi, "Boleh, tanpa gula."
Sasha langsung menuju ke meja di mana pihak hotel sudah menyediakan beberapa bungkus kopi, gula dan krimer. Dan mulai membuat kopi untuk Aldric.
Dari tempatnya Aldric sesekali memperhatikan Sasha yang sedang membuat kopi. Ia harus sedikit menahan napasnya. Karena saat ini Sasha sedang memakai piyama dengan celana pendek di atas lutut, hingga ia bisa melihat kaki Sasha yang putih dan jenjang. Bahkan Sasha mengurai rambutnya, tidak seperti biasanya, diikat. Jika seperti ini, ia tidak terlihat seperti wanita tomboy biasanya.
Setelah kopinya selesai Sasha segera membawanya dan menaruhnya di samping Aldric, kemudian ia menarik sebuah kursi agar lebih mendekat dan duduk tepat di samping Aldric.
"Aku aja Pak, yang ketik," tawar Sasha.
"Hmm…" Aldric mengangguk kemudian sedikit menggeserkan laptop milik Sasha agar mengarah pada Sasha.
Saat Sasha duduk, celana pendeknya semakin tertarik ke atas hingga sebagian besar paha Sasha bisa ia lihat. Aldric hanya bisa menghembuskan napas kasar.
Namun ia berusaha untuk tetap bisa fokus dan mulai membimbing Sasha untuk membuat laporan.
Setelah sekitar dua puluh menit, Sasha merasa perutnya sedikit tidak enak. "Pak, boleh saya ke kamar mandi dulu?" tanya Sasha.
"Tentu saja!" balas Aldric, kemudian ia kembali mengambil alih laptop milik Sasha, dan terlihat Sasha mulai meninggalkannya dan berjalan menuju kamar mandi. Aldric kembali berfokus pada laptop Sasha dan memeriksa laporan yang tadi mereka kerjakan. Namun saat memeriksanya, matanya tertuju pada toolbar bawah layar laptop Sasha. Rupanya Sasha sedang membuka aplikasi lain.
Aldric tanpa ragu membukanya, yang rupanya mempelihatkan aplikasi chat yang ada di ponsel yang memang bisa dihubungkan dengan web. Ia melihat jika Sasha sedang mengobrol dengan teman-temannya di grup. Karena penasaran Aldric membaca pesan tersebut. Ia sungguh penasaran dengan apa yang para wanita bicarakan di dalam grup chat. Keningnya sedikit berkerut saat ia tak sengaja membaca namanya tertulis di sana.
"Hihuhihu?" gumamnya seraya berpikir, namun sesaat kemudian tergelak tak percaya jika itu adalah yang dimaksud dengan kegiatan saling memuaskan di antara orang dewasa. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya kecil.
"Sungguh vulgar bahasa mereka," gumamnya sangat pelan tak percaya saat ia lanjut membaca chat mereka. Dan Aldric semakin tak percaya jika Sasha pemasok film dewasa itu di antara kedua temannya.
Aldric kembali tergelak saat temannya menyuruh Sasha untuk memperkosa dirinya, "Bukannya terbalik ya?" monolognya. Aldric sama sekali tidak merasa marah pada obrolan chat mereka yang membawa-bawa nama dirinya. Karena ia tahu itu hanyalah candaan di antara mereka.
Setelah selesai membaca chatnya Aldric segera menutupnya kembali. Ia tak ingin jika Sasha tahu jika ia membaca isi chatnya, karena itu perbuatan yang tidak sopan. Tapi setidaknya kini ia tahu jika Sasha bukan wanita yang mudah membuka hatinya begitu saja, sama seperti dirinya.
Dari obrolan mereka, Aldric bisa menyimpulkan jika Sasha pernah menjalani hubungan yang buruk di masa lalu hingga ia enggan untuk menjalin hubungan dengan pria untuk saat ini. Setidaknya kini ia tahu, bagaimana caranya untuk mendekati Sasha. Sasha tidak berbeda jauh dengan dirinya, kepercayaan mereka sudah rusak karena hubungan sebelumnya.
Tak berapa lama Sasha tampak keluar dari kamar mandi, untung saja ia sudah menutup aplikasi chat itu hingga ia tak akan ketahuan jika sudah membacanya.
"Maaf lama, Pak!" ujar Sasha yang kini sudah duduk lagi di samping Aldric.
"Gak apa-apa, apa kamu sakit?" tanyanya.
"Perut saya sedikit tidak enak, sepertinya kurang cocok dengan makanan daerah sini," jelas Sasha.
"Saya mengerti," sahut Aldric. "Laporannya sudah oke, sebaiknya kamu istirahat. Besok pagi kita pergi lagi," lanjutnya.
Kini Sasha bisa bernapas lega, kemudian ia mengangguk. Tak berapa lama Aldric berdiri dari duduknya, lalu berjalan menuju pintu diikuti oleh Sasha yang mengantarnya keluar.
Menghadapi orang seperti Sasha, ia tak bisa terburu-buru atau akan membuat Sasha tidak nyaman dan malah membencinya. Di posisi ini Aldric harus bersabar dan pelan-pelan mendekati Sasha. Maka dari itu ia memilih untuk segera kembali ke kamarnya.
Sasha kini sungguh merasa lega setelah Aldric sudah pergi dari kamarnya. Ia sengaja berlama-lama di dalam kamar mandi untuk menghindari Aldric. Apalagi alasannya jika bukan karena otaknya yang mulai menggila.
"Udah malem, berduaan di dalam kamar. Kan bisa gila gue lama-lama, tapi syukurlah dia udah pergi," gumamnya seraya kembali berjalan menuju laptopnya yang masih menyala. Karena laporannya sudah selesai, ia akan mematikan laptopnya kemudian segera tidur.
Setelah menyimpan file nya, Sasha baru sadar jika aplikasi chat web-nya masih terbuka. Seketika matanya membelalak."Kenapa masih kebuka?" serunya tak percaya setengah kaget.
Tentu saja ia kaget, ia takut jika sampai tadi Aldric membaca semua ia chatnya. Sedangkan tadi ia sempat meninggalkan Aldric sendirian.
"Kan gue udah keluarin? Kenapa masih kebuka, hah? Salah pencet apa gue?" monolognya. Ia merasa panik. Panik takut jika Aldric membacanya, jika ia sampai membacanya entah bagaimana ia harus menyembunyikan wajahnya di depan Aldric.
"Sungguh memalukan!!"
Jelas memalukan, jika mengingat isi dari chatnya bersama teman-temannya yang memang tidak terkontrol dan sangat vulgar.
"Celaka!!" geramnya seraya mengusap wajahnya kasar.
"Mana ada nama dia lagi! Duh! Mati gue!"
Sasha kembali membaca isi chatnya dengan teman-temannya tadi dan meringis. "Ngapain lagi Si Mia nyuruh gue perkosa dia! Gimana kalau dia baca bagian ini, hah?"
"Aduh mana Si Mbak Lona minta gue download film hihuhihu lagi! Di mana muka gue!"
**
Sasha kembali meringis saat ia bertemu dengan Aldric di pagi hari. Ia masih ingat kejadian tadi malam. Ia takut jika Aldric berpikir yang macam-macam tentang dirinya atau mungkin marah. Tapi saat melihat ekspresi Aldric, tampak tidak ada yang berbeda dengannya. Aldric masih terlihat seperti biasanya.
'Atau jangan-jangan dia memang tidak membacanya,' gumam Sasha dalam hatinya. Kini mereka sudah berada di dalam mobil untuk menuju lokasi proyek dan Sasha terus bergumul dengan pikirannya mengenai apakah Aldric membacanya chat atau tidak.
"Kamu ingin sarapan apa?" tanya Aldric membuyarkan lamunan Sasha.
"Hah?" Sasha menolehkan wajahnya pada Aldric yang duduk di sampingnya.
"Mau makan apa sebelum ke lokasi? Kita cari makanan yang nyaman di perutmu agar tidak sakit lagi," ujar Aldric.
"Saya tidak tahu, terserah Bapak aja," ucap Sasha pada akhirnya.
"Kamu yakin?"
Sashanya hanya mengangguk, saat ini ia tidak bisa berpikir. Ia masih takut dan malu pada Aldric jika memang ia membaca chatnya.
"Baiklah, aku akan pilih, kamu jangan protes nanti," ujar Aldric, dan Sasha kembali mengangguk.
Aldric sedikit bingung dengan Sasha pagi ini. Ia kembali banyak diam pagi ini. Entah apa yang terjadi dengannya. Apakah ia kurang tidur atau apa, Aldric tak bisa menebaknya.
Hari ini ia memiliki rencana untuk mendatangi pemukiman penduduk yang ada di sekitar lokasi proyek untuk mengumpulkan data dari para penduduk. Dan hambatan apa saja yang ada di sana. Aldric juga akan menemui pemimpin masyarakat di sana untuk berkonsultasi, dan mencari solusi jika ada masalah.
-To Be Continue-