webnovel

Cotton Candy Love

Inti_Nirmana · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
2 Chs

Invasi Pikiran

Aku duduk dengan manis di kelas bisnis, bisa saja aku membeli kelas eksekutif tapi untuk apa? Harganya jauh berbeda tapi sebenarnya fasilitasnya sama saja, mungkin bedanya adalah kalau kamu di kelas eksekutif dan memperlihatkan muka tidak nyaman para pramugari akan siaga menanyakan apa yang terjadi.

Aku menaikkan kakiku ke atas kursi sebelahku yang kosong, pesawat tidak terlalu penuh, masih banyak kursi yang tidak terisi. Biasanya transportasi akan penuh apabila sudah memasuki masa liburan panjang, tapi itu membuatku bebas. Maksudku walaupun kursinya lebar tapi tetap saja tidak akan nyaman apabila ada orang lain yang akan memperhatikan apa yang kamu lakukan selama tigapuluhtujuh jam penuh.

Perjalanan ke New York itu benar-benar membutuhkan mental yang kuat. Sebenarnya aku sudah biasa pergi ke New York, tapi ini yang pertama kali setelah satu tahun penuh aku tak mengunjungi Cathy. Aku mencoba memejamkan mataku, namun percuma saja karena aku selalu kesulitan untuk tidur dalam perjalanan. Walaupun aku sangat lelah karena persiapan yang sangat singkat, hanya empat hari untuk bersiap-siap!

Ada tiga alasan kenapa aku tidak bisa tidur di pesawat.

1. Kursinya tidak nyaman untuk diduduki selama tigapuluhtujuh jam. Walaupun bisa di-set tetap saja tidak akan seperti tempat tidur di rumah

2. Karena ada cahaya walaupun sedikit. Sebenarnya ada penutup mata, tapi memakai itu hanya membuatku merasa menjadi korban penculikan. That's scary!

3. Aku tidak mau mengambil resiko orang-orang akan mengetahui my sleep habit, walaupun kemungkinan mereka tidak akan complain karena aku tidak mengorok, tetapi ngiler itu sudah cukup memalukan.

Aku mencari hal lain yang dapat kulakukan untuk menghabiskan waktu, tinggal enam belas jam lagi sebelum mendarat di JFK Airport, semua lagu yang ada di playlist MP4-ku sudah kudengarkan sekitar dua kali, netbook-ku sudah kehabisan baterai, cemilan sudah habis dan aku tidak mau menonton karena ternyata film yang diputar adalah film dokumenter tentang (lagi-lagi!) Wonder Boy yang sedang tour dunia.

Aku tergoda untuk menyalakan HP, tapi mengingat banyaknya pesawat jatuh gara-gara tabrakan sinyal aku membuang ide itu jauh-jauh. Maksudku, kamu tak mau pulang ke rumah hanya menjadi bagian dari blackbox kan?

Aku mengambil majalah yang ada di depanku, majalah Vogue terbaru. Di cover-nya segerombol cowok dengan rambut warna-warni memakai pakaian yang serba putih dan berpose seolah-olah mereka adalah cowok-cowok ter-keren di dunia! Wonder Boy again?

Ya ampun! Kenapa sih harus mereka terus? maksudku Vogue adalah salah satu majalah terbaik yang pernah terbit di dunia, tapi kenapa model covernya harus mereka? Bukannya dibandingkan mereka masih ada supermodel? Kenapa tidak Vokalis Maroon 5 - Adam Levine atau sekalian Ashton Kutcher yang sekarang jadi dudanya Demi Moore? They are hottie!

Aku menyerah dan kembali menyalakan MP4-ku, aku memilih lagu "Jeremy"-nya Pearl Jam yang sudah kuputar sekitar limapuluh juta kali. Suara serak Eddie Vedder selalu bisa menenangkan aku, tapi wajah cowok-cowok anggota Wonder Boy itu sangat mengganggu pikiranku.

Aku tidak punya masalah dengan vocal group seperti Boyz 2 Men atau AzYet, mereka keren! Tapi kalau aku melihat Wonder Boy aku selalu sangsi apa mereka bisa bernyanyi, maksudku kamu diperbolehkan merekam album apabila memang benar-benar bisa bernyanyi, bukan karena muka kamu fotogenik untuk dijadikan cover album dan video klip kan? Dan wajah mereka ini benar-benar halus, setiap lekukannya seperti dipahat. Mereka seperti Ken, pasangan Barbie. Bahkan ada beberapa yang lebih mirip Barbie daripada Ken. Itu sangat keterlaluan!

• Aku tidak suka Pretty Boys, karena kulit mulus itu hanya boleh dimiliki cewek, bayangkan kalau pacar kamu wajahnya lebih mulus dari kamu!

• Aku tidak suka cowok yang operasi plastic kecuali untuk menghilangkan luka bakar atau karena muka mereka hancur karena kecelakaan.

• Aku tidak suka cowok yang memakai baju warna pink, because straight guys never wear pink!

• Aku tidak suka cowok yang mengedipkan mata ke kamera karena mereka pikir itu keren. Sebenarnya tidak ada masalah dengan mengedipkan mata, aku hanya berpikir mereka sok cakep!

• Aku tidak suka cowok yang mewarnai rambutnya dengan warna yang berbeda setiap minggu. Mereka pikir mewarnai rambut dengan warna biru atau pink itu bagus? Absolutely not! It just makes them look like a cotton candy!

Aku lebih menyukai cowok yang berpenampilan cuek. seperti Eddie Vedder vokalis Pearl Jam misalnya, dia sexy banget dengan rambut gondrong apalagi di MV Jeremy, aku tak tahu kenapa tapi buatku cowok seperti itu lebih spontan dan gak ribet, lagipula mereka terlihat lebih "real"! Masa kamu harus menunggu satu jam buat jalan-jalan karena cowok kamu sibuk luluran? Bukan juga cowok-cowok yang sibuk pegangin poni kalau ada angin besar, atau yang sibuk pergi ke salon, apalagi yang menghabiskan uang lebih dari yang kamu keluarkan hanya untuk membeli paket perawatan tubuh!

Cowok seperti itu memang susah dicari, maksudku kalau cowok dengan gaya seperti itu sih banyak, tapi yang setia? I never met one, walaupun umurku sudah duapuluhdelapan tahun dan teman-teman sebayaku sekarang sudah menikah dan memiliki anak-anak yang manis, Kecuali Cathy, nasibnya sama denganku.

Waktu aku masih SMA, cowok urakan itu cenderung tidak disukai karena masih banyak yang berpikir mereka itu seperti berandalan. Tapi entah kenapa sekarang mereka jadi pilihan utama! Mungkin itu membuat mereka jadi playboy, karena terlalu banyak yang berpikir mereka keren! Dan gara-gara aku yang terlalu idealis dalam memilih siapa yang akan jadi pacarku, akhirnya walaupun aku mendapatkan tipe cowok yang aku suka tapi aku juga selalu kecewa. Tiga kali pacaran, tiga kali diselingkuhi!

***

Penampilanku tidak terlalu jelek, kulitku kuning langsat, mataku bulat, bibirku memang tidak bisa disebut tipis tapi bentuknya sempurna, rambut ikalku kupotong sepinggang, memang kadang-kadang rambutku susah diatur karena ikalnya sedikit keterlaluan. Tapi tubuhku memang tidak bisa dikategorikan bagus, tinggi dan beratku sedikit di atas rata-rata -- aku kelebihan berat badan sekitar delapan kilo -- namun dadaku hanya berukuran 34 A.

Tapi ukuran dada cewek bukan alasan cowok selingkuh kan? Cowok memang diciptakan untuk selalu tidak puas. Maksudku, aku tidak merasa punya kesalahan dalam hal ini, mereka saja yang brengsek dan mata keranjang

Doni, pacarku yang pertama, kami berpacaran sekitar enam bulan. Dia memutuskan aku dengan alasan aku terlalu membosankan! Memangnya ada orang yang tidak membosankan? Bungee Jumping pun akan membosankan apabila kamu melakukannya sepuluh kali berturut-turut kan? Tapi akhirnya aku tahu kalau itu bukan alasan yang sebenarnya karena sebulan kemudian aku mendapat kabar kalau Doni menikahi adik kelasnya sewaktu SMA karena dia sudah hamil dua bulan.

Lalu, Alan, pacarku yang kedua dan yang paling lama -- sekitar dua tahun -- dia bilang kalau aku membuatnya stress karena kebiasaanku protes. Aneh sekali, mana mungkin kalau ada sesuatu yang tidak pada tempatnya aku akan diam saja? Misalnya kalau kamu SMS dengan bahasa inggris yang salah, mana mungkin aku tidak membenarkannya! Bukannya kita harus membuat pasangan kita menjadi lebih baik? Tapi setelah aku selidiki, ternyata selama berpacaran denganku dia selingkuh sebanyak empat kali.

Yang ketiga, Mark, kami hanya berpacaran tiga bulan karena dia pikir aku frigid dan akhirnya kembali pada pacarnya yang ternyata belum dia putuskan. Tapi aku bingung mengapa dia berpikir kalau aku frigid? Kami sudah berciuman beberapa kali, but he doesn't make me turned on! So that's not my fault!

Kesimpulannya, masalah cowok aku memang tidak beruntung. Tapi aku tidak peduli, aku belum pernah benar-benar jatuh cinta, kau tahu kan? Jantung berdebar lebih cepat dan hal-hal picisan yang selalu ada di novel roman! Bahkan mungkin hal-hal seperti itu memang hanya dibuat-buat!

***

Aku terbangun (aku tidak sadar sejak kapan aku tidur!) bertepatan dengan terdengarnya informasi dari pilot kalau pesawat akan mendarat di Airport JFK tak lama lagi dan meminta penumpang duduk untuk mengencangkan sabuk pengaman. Suasana jadi sedikit riuh, pramugari mulai bolak-balik memeriksa penumpang. Aku menghela nafas lega, memasukan beberapa barang yang berantakan ke dalam tas, menutupnya. Mengikat rambut panjangku dan duduk manis. Aku ingin segera keluar dari sini!

Setelah pendaratan yang mulus dan perjuangan berat untuk berjalan karena tubuhku benar-benar lelah, akhirnya aku bisa mengambil koperku. Aku hanya membawa satu koper saja karena barang-barangku yang lain sudah kukirim lewat paket yang hanya membutuhkan waktu tiga hari dan mungkin sekarang sudah ada di dalam lemari baju Cathy.

Aku merasa ada yang aneh di wajahku, wajar saja setelah perjalanan sejauh ini dan kamu tidak bisa menggosok gigimu karena sikat giginya dengan tidak sengaja kamu masukan ke dalam koper dan tersimpan dengan baik di dalam pesawat entah-bagian-mananya.

Aku pergi ke toilet yang tidak terlalu jauh dengan gerbang keluar dan, damn! Ternyata aku harus mengantri diluar karena toilet penuh, baiklah, aku pikir sedikit perjuangan lagi tidak akan membunuhku! Daripada aku harus berjalan lagi dan itu pasti akan membuatku mati kelelahan!

Aku melihat ada cowok berwajah oriental menyandar ke dinding di depanku, wajahnya tak asing, rasanya aku pernah melihatnya tapi entah dimana. Dia memakai headphone, kacamata bening yang aku yakin hanya aksesoris, memejamkan matanya sambil benyanyi pelan. Dia memakai celana putih, blazer biru tua dan kaos berwarna pink! Mungkin karena aku terlalu lelah, tapi aku benar-benar terganggu! Kenapa dia harus bergaya sok keren sih? Maksudku, apa dia tidak tahu bahwa headphone berfungsi untuk menjaga agar orang lain tidak tahu apa yang sedang kamu dengarkan, lalu kenapa dia harus menyanyikannya juga? Kenapa tidak sekalian di loud speaker saja? Cowok itu membuka matanya dan sekilas menatapku lalu membuang mukanya, aku benar-benar ingin mencakar wajahnya! I don't know why but he's totally annoying!!

Setelah mengantri lumayan lama dan menahan diri agar tak mengeluarkan komentar pedas tentang gaya cowok itu akhirnya aku bisa menggosok gigiku, mencuci muka dan akhirnya mengantri dengan cantik untuk mendapatkan taksi. Jarak antara aku dan kendaraan yang akan membawaku ke tempat tidur di apartment Cathy hanya tinggal tiga orang lagi, dua orang dan akhirnya satu orang lagi. Tapi... ugh, Ketika aku hendak berjalan menuju pintu taksi aku melihat cowok sialan itu duduk dengan suksesnya di jok belakang taksiku. Dia mencuri taksiku!

"Anjing!" aku tak sengaja mengeluarkan kata kasar, tapi aku tahu tak satupun orang disini yang akan mengerti walaupun mungkin mereka bisa menebak dari apa yang baru saja terjadi. Tapi who cares? He stole my cab! That's my cab! You son of a bitch!! Belegug!!

***

Akhirnya -- walaupun hanya berselang satu menit dengan si pencuri taksi itu -- aku mendapatkan taksiku, tentu saja berwarna kuning! Dengan supir gemuk yang kuyakin berasal dari meksiko, - mungkin dia salah satu dari imigran gelap yang mencari uang di amerika - wajah cemberutnya dihiasi kumis tebal, mengenakan kameja bermotif bunga dengan kancing bagian atas terbuka, cukup untukku melihat bahwa dadanya berbulu lebat. Mungkin seharusnya ada aturan tentang menggunakan pakaian yang pantas untuk supir taksi di New York.

Ketika sudah berjalan sekitar lima menit, dari jauh mulai terlihat lalu lintas New York yang terkenal dengan ramainya. Kami berhenti karena lampu merah. Aku membuka jendela dan bernafas dalam-dalam, udara disini lembab karena hujan dan pengaruh musim gugur. Terlihat barisan taksi yang mengantri dan ketika aku menoleh ke taksi yang diam di sebelah taksiku, aku melihat cowok itu juga sedang melihat ke arah luar jendela. Cowok "pencuri taksi" sialan itu!

Aku tak tahu apa yang terjadi denganku tapi aku mengambil kertas dari buku catatan yang selalu kubawa -- just in case I got something to write -- aku menulis kalimat "You stole my cab damned!!!" besar-besar dan menyobeknya. Aku melambaikan tangan berlebihan dan akhirnya cowok itu melihat ke arahku dan tersenyum. Aku perlihatkan kertas itu padanya sambil memberikan senyum manis dan jari tengahku! Kamu pikir aku akan diam saja ketika ada yang mencuri taksi-ku? Hah!

Dia menatap mataku, seketika senyumnya hilang digantikan pandangan dingin namun wajahnya tidak menunjukan ekspresi apa-apa! Aku yakin dia kesal, mungkin juga dia merasa dipermalukan! Tapi sebenarnya dia tidak perlu menatapku seperti sedang mencari cara yang paling kejam untuk menyiksaku! Lalu dia hanya menutup jendelanya tanpa melakukan apa-apa.

Aku sedikit ngeri, maksudku bisa saja dia psikopat yang sekarang merasa memiliki target untuk memuaskan nafsunya. Apa dia melihat aku mengacungkan jari tengahku? Tapi kalaupun dia melihat apa dia mengerti? Kenapa sih aku harus terbawa emosi seperti itu? Seharusnya aku lebih menjaga sikapku, siapa yang akan menolongku kalau dia berniat menculikku? Aku membencinya! Benar-benar membencinya! Tapi lebih baik tidak bertemu dengannya lagi, aku tidak mau menjadi korban pembunuh berantai!

Aku sudah mulai tenang ketika supir gemuk itu bertanya padaku dengan aksen yang khas. Seperti yang kuduga, dia memang dari meksiko!

"Where you're going again?" supir itu melihatku lewat spion.

"Third street, Manhattan!"

Apa dia tadi tidak mendengarkan aku mau kemana? Atau selama ini dia sudah membawaku ke jalur yang salah? Kalau memang begitu aku akan melaporkannya ke polisi sesampainya aku di apartment Cathy! (Kenapa sih aku harus selalu bereaksi berlebihan seperti ini?)

"Its okay if I take another road? The traffic is really stressing me! This is lunch time!"

Tanpa menunggu jawabanku, dia langsung membelokan taksinya ke sebuah jalan kecil, atau lebih tepatnya lorong. Sebenarnya aku takut, tapi tahu lebih baik diam daripada diturunkan disini dan sulit mencari taksi yang lain.

Menurut pengalamanku beberapa kali berkunjung ke Kota ini, mencari taksi membutuhkan perjuangan yang melelahkan. Kalau kau mau mengangkat rok-mu sedikit, supir taksi akan berhenti. Tapi perjuangan tak berhenti disitu, maksudku, mereka sangat menyebalkan. Cara mereka menatapmu seperti tatapan serigala melihat mangsanya. Belum lagi baunya, bau taksi di New York itu identik dengan bau rokok, bir dan ban bekas. Aku pikir mereka belum pernah mengetahui bahwa di dunia sudah ditemukan pewangi mobil yang juga bisa berfungsi sebagai penyerap bau.

Supir taksi itu mulai bernyanyi, suaranya sama sekali jauh dari bagus! Dia menyanyikan sebuah lagu berbahasa latin yang tidak kumengerti. Rasanya ini benar-benar sudah diluar kemampuanku untuk menerima, setidaknya dalam kondisi tubuh yang lemas dan jetlag parah. Tapi tentu saja aku diam, aku tak mau mengambil resiko, lagipula aku tidak tahu ini dimana.

***

Apartment Cathy terletak di daerah dekat Greenwich Village, tidak terlalu jauh dari UNY dan Washington square park di Manhattan. Daerah Kota tua yang teduh dengan banyaknya private park dan café-café kecil bergaya khas New York. Kamu hanya perlu berjalan dua blok untuk membeli kopi di starbucks, tentu saja bukan karena kopinya, tapi disana banyak cowok-cowok mahasiswa UNY. Menurutku kopi di Starbucks itu tidak terlalu enak!

Macdougal Street yang hampir sepanjang jalannya adalah restoran, mulai dari restoran Italy sampai bakery hanya berjarak hanya sekitar tiga ratus meter dari apartment Cathy. Belum lagi ada pasar tradisional yang buka lima hari dalam seminggu dan tutup di hari sabtu dan minggu, kebanyakan mereka berjualan merchandise lucu khas New York, buku, bunga, homemade cheese sampai anggur produksi local dan uniknya yang berjualan biasanya orang-orang yang sudah tua.

Kebanyakan yang tinggal disana adalah mahasiswa UNY, maklum jarak tempuh mereka hanya dua blok menuju kampus. Apartment-apartment yang disewakan pun didisain untuk mahasiswa, jumlah kamar yang sedikit dan harga yang murah. Mungkin itu yang membuat Cathy betah. Kombinasi harga murah, lingkungan tenang yang penuh dengan cowok-cowok itu sangat jarang bisa didapatkan!

Tapi di sudut yang paling tenang pun, New York tetap New York, kota yang tak pernah tidur. Kau tidak akan mendengar kicauan burung di pagi hari kecuali tetanggamu memeliharanya atau kau menggunakannya sebagai nada untuk alarm.

"We're here!" suara supir taksi itu menggelegar.

"Thank you!" kataku sedikit kaget namun senang karena sudah sampai. Sambil keluar aku menyerahkan uang empat puluh dollar yang sudah kusiapkan, melihat sekeliling untuk memastikan tak ada yang mengikutiku dan mengambil koperku dengan bersusah payah dari dalam bagasinya. Satu lagi yang kubenci, supir taksi di New York tidak mau menolongmu membawa koper dari dalam bagasi, mereka hanya diam dan menunggu. That sucks!

***

Aku mengetuk pintu apartment Cathy, aku berharap dia ada di rumah. Sekitar tiga kali aku mengetuk -- atau lebih, sejujurnya aku tak menghitungnya -- Cathy membuka pintu, berteriak dan memelukku erat sekali, tentu saja kami tidak melupakan Salam Rabbit.

Salam itu seperti Salam biasa yang dilakukan dengan cara yang aneh. Pertama kami akan mengepalkan tangan namun telunjuk dan kelingking terbuka -- seperti kelinci tentu saja, kan sudah kubilang ini salam rabbit -- lalu kami akan melakukan gerakan slowmotion sedang berlari dan menyentuhkan kelingking dengan telunjuknya dan sebaliknya. Lalu bagian yang paling memalukan adalah kami akan berputar dengan kedua tangan di atas kepala dan berteriak "rabbit ear" sebanyak tiga kali dengan cepat lalu berpelukan. Itu akan lucu apabila kami masih SD atau SMP dan sebenarnya SMA pun masih bisa diterima. Tapi sekarang kami berusia 28 tahun dan masih melakukannya.

Cathy adalah sahabatku sejak kecil. Dia orang Indonesia, tapi orang tuanya pindah kesini. Ayah Cathy yang berprofesi sebagai dosen mata kuliah bisnis, diminta untuk mengajar di New York University of Stern. Tepatnya sejak lulus SMA aku dan Cathy berhubungan jarak jauh.

Walaupun Cathy adalah sahabat terdekatku, tapi aku tetap tak bisa menceritakan semuanya, -- kecuali beberapa cerita yang tidak dapat kusimpan sendiri -- aku memang bukan orang yang senang bercerita, apalagi tentang apa yang aku rasakan, aku memilih untuk menyimpannya sendiri. Cathy selalu marah kalau dia menemukan aku punya rahasia, dia selalu bilang aku tidak setia kawan! Tapi kalau kamu mengenalnya, kamu juga akan berhati-hati karena caranya merespon benar-benar tidak normal, menurutku dia punya mengidap gangguan psikologis yang membuatnya selalu bereaksi berlebihan. Walaupun begitu dia tidak pernah menyebarkan rahasiaku pada siapapun, kecuali pada Tiara yang menganggap Cathy sebagai pawangku. Dan itu adalah alasan utama aku tak mempercayainya!

"Kiera, lo gendutan sekarang, naik berapa kilo?" tanyanya yang langsung aku balas dengan tinjuku di pipinya, tidak keras tapi cukup untuk memperingatkan dia kalau aku tak mau mendengar banyak pertanyaan. Apalagi tentang berat badanku!

Dia membawa koperku dan ternyata ketika aku masuk sudah ada makanan dan kopi panas. Aku kadang bersyukur memiliki teman seperti Cathy yang meskipun menyebalkan tapi selalu mengetahui apa yang aku butuhkan. Kadang aku pikir dia adalah pembaca pikiran yang terbaik yang pernah aku kenal.

"Gua ada janji ama pasien, tapi semua yang lo butuh udah gua sediain!" katanya sambil menggusur koperku kedalam kamar. nada bicara Cathy persis seperti psikiater bicara ke pasiennya.

Cathy membuka praktik konsultasi untuk pasangan di daerah dekat UNY tidak jauh dari sini. Aku bertanya-tanya kenapa masih ada orang yang mempercayai penasihat perkawinan yang belum pernah menikah bahkan tidak pernah berpacaran lebih dari tiga bulan. I mean, that's ridicoulous!

"Thanks tapi gua mau tidur aja! Udah sana kalo lo mau pergi!" usirku sambil menjatuhkan diri di sofa besar berwarna coklat muda yang hangat dengan bantal-bantal empuk yang kecil dengan warna yang senada dengan sofanya. Namun Cathy tak membiarkan aku langsung tidur, dia paling tidak suka orang tidur tanpa mandi terlebih dahulu. Aku juga sebenarnya, namun dalam situasi seperti ini rasanya aku bisa tertidur lelap walaupun ada tikus menggigiti kaos kakiku. Aku lelah sekali, kepalaku berat.

Dia menarikku dan berkata "Jangan jorok, mandi dulu, makan baru tidur!"

"Gua ngantuk Cathy!" aku mencoba melepaskan tangannya namun Cathy tidak pernah bisa dibantah. Dia bahkan mendorongku masuk ke kamar mandi "Tau, tapi lo kotor dan bau!" Aku setuju dengannya, tapi tetap saja aku malas mandi.

Kamar mandi Cathy tidak besar, tapi nyaman dan bersih, shampoo, sabun, dan parfum Coco Chanel no.5 -- parfum kami hampir sama, menurut Cathy aku menirunya tapi sebenarnya dia yang meniruku karena aku duluan yang memakainya -- tertata dengan rapih di rak. Tumpukan handuk bersih ada di atas keranjang. Dan tentu saja air hangat sudah tersedia di bathtub!

***

Dengan susah payah aku membuka bajuku satu persatu setelah Cathy pergi dengan mengomel tidak jelas tentang gunanya kebersihan atau mungkin tentang apa akibatnya tidur dengan tubuh kotor dan perut kosong. Entahlah, aku rasa kupingku tidak berfungsi dengan baik.

Aku masuk dalam bathtub, air hangatnya menggelitik tubuhku sedikit, tapi aroma bunga membuatku relax dan aku merasa sedikit lebih baik. Mungkin itu sebabnya berendam dijadikan ritual oleh beberapa kebudayaan, seperti di jepang, mesir, dan kebanyakan Negara di eropa bahkan di timur tengah berendam adalah sebuah ritual penghargaan terhadap tamu. -- Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa sepuluh menit berendam di air panas dapat memperbaiki kesehatan jantung--.

Aku menggosok tubuhku sampai bersih menggunakan scrub yang kutemukan di pinggir bathtub, Cathy sudah menyangka aku akan malas menggosok tubuhku kalau scrubnya tidak dalam jarak jangkauan tanganku. Aku menggosok tubuhku sampai bersih, aku sedikit takut kalau selama tigapuluhtujuh jam di pesawat akan membuat tubuhku menjadi sarang bakteri.

Tapi aku tak sanggup berlama-lama karena aku sudah mulai lapar dan benar-benar mengantuk. Setelah membungkus rambutku dengan handuk putih dan mengenakan bathrobe yang nyaman aku memutuskan untuk keluar dari kamar mandi.

***

Diatas meja makan ada 4 potong sandwich, sepertinya ayam dengan tambahan tomat, ketimun dan mayonnaise thousand island yang nikmat. Cathy memotongnya diagonal. Aku memakan 2 potong, menyesap kopi Americano dan setelah cukup kenyang aku merebahkan badanku di atas sofa.

Sofa besar itu berada di dekat jendela sedikit serong ke kiri agar langsung menghadap ke TV LED berukuran 40" di dinding sebelah kiri diantara dua jendela besar yang menghadap ke jalan, terdapat perapian kecil. Dinding putih, lantai hardwood yang hangat dan halus.

Aku melihat ponsel Cathy di atas meja, dasar pelupa! Aku mengambilnya dan membuka file picture Cathy, terlihat beberapa foto dia bersama seorang cowok dengan rambut berwarna keemasan dan cowo itu sedang mencium Cathy, aku tertawa geli. Sebelum aku pergi Cathy menyebutkan bahwa dia sedang dekat dengan cowok bernama Peter, mungkin cowok ini yang dia maksud!

Aku sedikit kaget ketika menemukan kakakku mengirim beberapa pesan pada Cathy. Aku membacanya satu persatu, tiara memberitahu Cathy bahwa aku sedang frustasi karena novelku ditolak lagi, bahkan Tiara menulis bahwa dia pikir aku tidak bisa menulis cerita bagus karena aku belum pernah jatuh cinta. Darimana dia tahu? Aku tidak pernah membicarakan hal seperti itu dengannya! Pasti dia tahu dari Cathy! Dasar pengkhianat!

Aku melemparkan ponsel Cathy ke tempatnya semula, aku akan memberinya pelajaran nanti! Karena telah membuka rahasiaku pada Tiara. Tapi aku harus memulihkan jetlag-ku dulu karena kalau kamu ingin menghadapi Cathy, kamu harus dalan kondisi benar-benar fit atau kamu akan kalah telak!

Tapi apa itu? Ada kotak besar di bawah meja, aku menarik dan membukanya. Isinya puluhan DVD Drama Korea dan beberapa CD Wonder Boy! Aku sekarang dapat menyimpulkan bahwa Wonder Boy ini telah benar-benar meng-invasi dunia, seperti invasi alien di film World War 3-nya Tom Cruise! Karena mereka telah sukses mendarat di bawah meja sahabatku sendiri! Padahal Cathy adalah fans fanatic Mr. Big, kemana akal sehatnya? Kenapa dia biasa suka cowok-cowok ini sih?

Aku membiarkan kotak itu terbuka dan menendangnya sedikit. Aku benar-benar harus tidur dan berdoa agar setidaknya mereka tidak meng-invasi mimpiku!