webnovel

Coincidence of Fate [INDONESIA]

"Menurutmu apa perbedaan antara kebetulan dan takdir?" Sebuah pertanyaan yang saat itu Ia ucapkan tanpa benar-benar menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Semua hal yang selama ini Ia percayai sebagai bagian dari hidupnya, tertanya menyimpan lapisan rahasia yang terlalu dalam untuk Ia gali. Tidak ada buku panduan dalam hidup untuk menghadapi permainan takdir, tetapi bukan berarti dirimu hanya bisa menunggu bukan? Sama halnya dengan Asha. Ia hanya ingin melakukan apa yang bisa Ia lakukan dalam hidup, supaya paling tidak setiap hembusan nafas miliknya memberikan sebuah makna. Tetapi ketika pertanyaan yang Ia lontarkan ketika masih sangat kecil dan polos itu kembali menghantuinya - Apa yang harus Ia lakukan? "Mengapa kamu menganggap pertemuan kita ini hanya sebatas kebetulan dan bukan sebuah takdir?" Asha hanya berharap untuk mewujudkan harapan yang membuatnya bertahan hidup selama ini. Ia tidak pernah mengharapkan sebuah perubahan drastis. Hidup sebagai rakyat biasa, dikelilingi oleh Crown Prince, penerus Duke dan juga anak seorang Marquess adalah hidup yang tidak pernah diminta oleh Asha. "Aku... menyukaimu Asha." "Aku tahu ini bukanlah hal yang seharusnya aku lakukan. Tapi percayalah hanya dirimu yang... berharga untukku, Asha." "Please Asha, Aku hanya memerlukanmu..." Disitulah Ia, gadis dengan sebuah garis takdir yang terlalu rumit untuk disimpulkan dalam satu blurb. Mulai dari lika-liku pertemanan, keluarga dan juga polemik cinta adalah hal yang harus dihadapinya, tetapi tidak ada yang benar-benar tahu kemana cerita ini akan berakhir. Dan dia adalah Asha - tokoh utama dari cerita ini. Lalu terakhir, menurut kalian... Apakah lebih baik ketika kita mengatakan cinta sebagai sebuah rangkaian dari kebetulan atau sebuah ikatan tali takdir yang menyatukan dua garis nasib yang berbeda? -priscillangel-

priscillangel · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
14 Chs

Part 8

Hari demi hari berlalu dengan begitu cepat membuat Asha dan Helena harus menyibukkan diri dengan tumpukan tugas yang sepertinya selalu bertambah setiap waktu berlalu. 

"Arghh!" 

Helena memutuskan untuk menutup buku yang ada di mejanya dan berjalan ke arah jendela kamar milik Asha sebelum akhirnya berteriak dengan sangat kencang. 

"Helen…" Asha berusaha mengingatkannya karena apa yang dilakukan Helena bisa mengganggu anak di kamar lain.

"Aku tahu kalau tidak ada proses belajar yang mudah, tapi ini…" Helena menoleh ke arah tumpukan kertas yang ada di lantai dan memasang wajah memelas, "… ini sudah keterlaluan." 

"Bagaimana bisa mereka – maksudku semua Professor memberikan tugas merangkum?!" Keluh Helena. 

"Dan mereka meminta kita untuk merangkum satu buku tebal seperti ini…" 

Asha tertawa melihat tingkah Helena tapi Ia tidak sekalipun berhenti menulis di kertas miliknya. 

"Tapi Asha… yang paling melelahkan bagiku adalah melihat dirimu dan His Highness Crown Prince melakukan semua tugas itu dengan begitu tenang. Seakan kalian menganggap ini semua adalah sesuatu yang mudah." 

Helena kembali duduk di kursi miliknya dan menatap geram ke arah Asha yang masih fokus pada kertas dihadapannya. 

"Terkadang aku ingin tahu apa yang sebenarnya ada di dalam otakmu Asha." 

"Hmm… Aku rasa itu akan sangat membosankan bagimu untuk melihat apa yang sebenarnya ada di pikiranku." 

Decak setuju terdengar dari bibir Helena, karena Ia tahu kalau Asha menyukai hal-hal yang Helena tidak terlalu suka. Jadi sebenarnya mereka berdua bisa menjadi teman seperti saat ini adalah hal yang tidak terduga. 

"Ah, Apakah kamu sudah dengar berita itu Asha?" Tepat setelah Helena berhasil membulatkan tekad untuk kembali membaca buku tugas miliknya, informasi dari Axel yang didapatnya kemarin muncul dalam benaknya. 

Dan untuk kesekian kalinya, Helena gagal melakukan rangkuman yang seharusnya Ia kumpulkan dua hari lagi. 

"Berita apa?" 

"Her Highness Princess Laura akan mengunjungi academy besok." 

Mendengar berita yang sangat tidak terduga membuat Asha untuk pertama kalinya berhenti melakukan tugasnya dan menatap ke arah Helena. 

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" 

"Tidak. Brother Axel mengatakan kalau Her Highness hanya ingin mengunjungi kakaknya, Crown Prince Micah. Aku tahu keduanya sangatlah dekat, dan Brother Axel bahkan mengatakan Crown Prince Micah tidak bisa menolak apapun yang diminta oleh adiknya itu. Jadi aku rasa Princess Laura hanya ingin menemui kakaknya, setelah hampir 2 bulan tidak bertemu." 

Crown Prince Micah pun juga harus tinggal di dalam asrama academy meski Ia merupakan Royal Prince. 

Dan mengingat apa yang dilakukan Crown Prince Micah untuk menuruti Princess Laura saat mereka bertemu pertama kali, membuat Asha percaya kalau Crown Prince Micah memang sangat dekat dengan Princess Laura. 

"Oya, apakah besok kamu bisa menemaniku bertemu dengan Princess Laura?" 

Kedua alis mata Asha terlihat menaik ketika mendengar pertanyaan Helena, 

"Brother Axel bilang kalau Princess Laura pasti membutuhkan teman seumuran. Meski Her Highness memang ingin mengunjungi Crown Prince Micah, tidak ada salahnya ada beberapa anak noble sepantarannya untuk menemani. Brother Axel memutuskan untuk mengenalkanku juga pada Princess Laura, dan Ia bilang kamu juga mengenal Princess Laura sebelumnya jadi tidak ada salahnya untuk mengajakmu." 

Asha tidak bisa mengatakan kalau bertemu sekali dengan Princess Laura waktu itu bisa disimpulkan sebagai 'mengenal', tetapi mendengar ini semua adalah ide dari Axel Alderidge membuat Asha sadar kalau Ia hanya ingin mengulangi hal – awkward yang pernah terjadi waktu itu. 

"Entahlah. Aku tidak bisa benar-benar datang menemui Her Highness tanpa Brother Klaus, jadi kalau Ia mengatakan boleh dan bisa menemaniku juga, mungkin aku akan ikut." 

Asha Rohen adalah anak proxy dari Marquess Blair, dan merupakan penduduk dari Calvert Kingdom. Dalam halnya menemui Royal Family dari Kerajaan selain Calvert Kingdom, ada kewajiban tidak tertulis kalau seorang rakyat biasa seperti Asha, haruslah didampingi oleh noble yang menjadi 'escort'1 nya. 

"Okay, kalau begitu besok setelah kelas terakhir aku akan menemanimu bertemu dengan Senior Klaus." 

Helena memang belum pernah bertemu dengan Klaus Blair, tapi Ia sangat sering mendengar namanya disebut dari setiap cerita Asha. Dan itu juga dialami oleh Asha dengan Axel Alderidge. Baik Klaus dan Axel seakan menjadi sosok yang ikut 'dekat' dengan mereka berdua meski tidak pernah menghabiskan waktu bersama. 

Dikarenakan banyakan tugas dan proses pengenalan yang dilakukan oleh murid angkatan Asha dan Helena, kedua gadis itu tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk benar-benar bertemu atau menghabiskan waktu dengan kakak mereka itu. 

Jadi sebenarnya kedatangan Princess Laura adalah sebuah kesempatan langka yang membuat mereka mau tidak mau meluangkan waktu untuk berhenti belajar dan mengerjakan tugas.

"Oya Helena. Sampai kapan kamu akan menginap di kamarku?" 

"Haha…" 

"Helena. Kemarin Madam Serino sudah memberikan teguran untukmu, jadi ada baiknya kalau malam ini kamu kembali ke kamarmu." Asha sebenarnya tidak keberatan Helena tidur bersamanya, karena kasur yang ada sangat luas dan cukup untuk ditiduri dua anak remaja seperti mereka. 

Tetapi peraturan adalah peraturan. 

"Baiklah… Aku akan kembali ke kamarku malam ini." 

Dan semalam berlalu begitu saja di tengah tumpukan tugas yang harus diselesaikan Helena dan Asha. Membuat mereka tiba-tiba harus kembali mengikuti jadwal sekolah yang seakan tanpa henti. 

"Aku rasa… aku tidak memiliki tenaga tersisa untuk menemani Her Highness." Ucap Helena dengan suara rendah seakan Ia benar-benar tidak bertenaga.

"Tapi kita tetap harus bertemu… Hmm, tidak denganku tapi kamu wajib menemui Her Highness, Helena. Bagaimanapun namamu sudah disebut oleh kakakmu itu." 

"I know." Helena akhirnya mengumpulkan sisa-sisa tenaga dari tubuhnya untuk berdiri dan mengikuti Asha yang berjalan mendahuluinya.

"Oh!" 

Helena berlari kecil ketika menyadari kalau mereka sedang berjalan ke arah gedung tempat murid tingkat 3 berada. 

"Wah, ini adalah pertama kalinya aku akan mengenal 'Brother Klaus' yang sering kamu ceritakan." Dalam sekejap suasana mood dari Helena berubah drastis ketika menyadari hal itu. 

"Tapi… apa kamu tahu jadwal dari murid tingkat 3?" tanya Helena yang merasa Asha berjalan dengan begitu yakin. 

"Tidak. Tapi aku tahu Ia berada dimana." Jawab Asha yang sedang menuju ke tempat favorit Klaus itu. 

Food Hall. 

"Ah…" 

Asha melihat ke dalam Food Hall di gedung tingkat 3 itu, dan berusaha menemukan Klaus. 

"Oh, itu Senior Klaus bukan?" ucap Helena yang bersamaan dengan Asha berhasil menemukan Klaus dengan mudah. 

Warna rambut merah milik Klaus dan Asha adalah hal yang sangat mencolok, sehingga sulit untuk terlewatkan. 

"Brother." Ucap Asha memanggil Klaus yang sedang menikmati makan siangnya itu, 

Tetapi langkah Asha sedikit melambat ketika menyadari Klaus tidaklah sendiri, Lucian Rutherford terlihat duduk disampingnya. 

"Asha!" 

Klaus tidak pernah menduga seorang Asha Rohen akan mengunjunginya lebih dulu. Dan itu membuat raut wajah Klaus penuh dengan senyuman. 

"Kamu… kenapa ada disini? Tapi itu tidak penting, yang terpenting adalah kamu ada disini. Duduklah. Oh…?"

"Salam kenal Senior Klaus Blair, Aku adalah Helena Bronte." 

"Ah, keluarga dari Senior Axel?" 

Helena mengangguk dan Asha hanya terdiam ketika menyadari kalau karakter Helena memang sangat terbuka, membuat Ia bisa menjadi teman siapapun dengan mudah. 

"Kamu tidak akan menyapaku?" 

Asha dan Helena bersamaan langsung menatap ke arah suara yang ada. Itu adalah Lucian. 

"Senior Lucian, halooo." Sapa Helena sembari melambaikan tangan ke arah Lucian.

"Hai, Young Lord…" 

"Lucian." Asha yang juga hendak menyapanya itu berhenti berbicara ketika Lucian memotongnya, 

"Ah, Hai… Lucian." 

Setelah memposisikan untuk duduk bersama Klaus dan Lucian, Asha langsung menceritakan alasan kedatangannya disini. 

"Aku tidak keberatan. Tapi menurutmu apakah kita harus benar-benar ikut disana?" tanya Klaus menjawab pertanyaan Asha, 

"Tidak ada salahnya kalian ikut." Jawab Lucian, 

"Meski kita dari Calvert?" 

Lucian mengedikkan bahunya. 

"Calvert dan Ridgewell sudah berdamai lima tahun lalu jadi aku rasa tidak ada yang aneh jika kalian ikut. Lagi pula aku rasa tanpa kalian minta, Lau… maksudku Her Highness pasti akan mencari Asha dengan sendirinya." 

Lucian tertawa ketika kembali mengingat apa yang terjadi. 

"Kenapa Princess Laura mencari Asha?" tanya Helena yang satu-satunya tidak tahu apa yang terjadi beberapa waktu lalu. 

Klaus akhirnya menceritakan apa yang terjadi dengan begitu detail karena Ia merasa apa yang terjadi waktu itu sangatlah – lucu. 

"Hahahaha…" Helena tertawa dengan begitu lepas karena Ia bisa membayangkan situasi awkward yang ada. 

"Hah… jadi karena itu Crown Prince Micah selalu terlihat 'aneh' ketika berbicara denganmu." Helena mengusap kedua matanya yang tiba-tiba basah karena Ia terlalu banyak tertawa. 

Asha menggaruk pelan leher belakang miliknya sembari tersenyum kecil, karena apa yang diucapkan Helena memang benar terjadi. Bahkan Asha sendiri jadi ikut bingung harus bersikap apa terhadap Crown Prince Micah. 

Pada awalnya semua terlihat biasa saja, tapi setelah beberapa minggu berlalu, sikap Crown Prince Micah terhadap Asha jadi terlihat lebih – kaku. Dan itu membuat Asha tidak tahu harus berbuat apa dengan situasi yang ada. 

"Micah memang terkadang… terlalu banyak berpikir untuk hal yang sebenarnya mudah." Ucap Lucian seakan Ia sedang membahas seorang anak kecil yang Ia kenal, membuat Asha menatapnya terkejut. 

"Maksudku… His Highness." Lucian tersenyum dengan menyipitkan kedua matanya, ketika melihat Asha menatapnya. 

"Tapi bukankah kalian harus bergegas jika kalian ingin datang tepat waktu ke Emerald garden?" 

Lucian sengaja mengalihkan perhatian ketika menyadari waktu yang ada. 

Dan akhirnya Klaus serta Asha memutuskan untuk ikut, karena sebenarnya Asha memang ingin datang menemui Princess Laura. Selain karena apa yang terjadi sebelumnya, Asha memiliki kebutuhan untuk membangun hubungan baik dengan Princess Laura. 

Asha menyimpulkan kalau akan lebih cepat baginya berteman baik dengan Princess Laura dibandingkan dengan Crown Prince Micah. Dimana itu akan menjadi sebuah batu loncatan baginya untuk bisa bertemu dengan, Empress Darla Ridgewell. 

Paling tidak untuk saat ini dari semua jalan yang ada, ini adalah yang paling mungkin untuk diusahkan oleh Asha. 

"Kalian…" ucap Crown Prince Micah ketika tidak menduga akan melihat Asha, Klaus dan Lucian ikut datang ke Emerald garden. 

Micah memang sudah mendengar akan kedatangan Helena dari Axel, tetapi tidak dengan tiga sosok lainnya. 

"Oh, aku yang mengundang mereka. Aku rasa Princess Laura akan lebih merasa senang jika ada Asha dan Klaus disini. Meski aku tidak terlalu paham mengapa Lucian juga ada disini…" Axel menjelaskan alasan dibalik kedatangan mendadak Asha dan Klaus. 

"Well, aku juga mengenal Princess Laura sejak kecil dan… aku juga… merindukannya." 

Axel menatap tidak percaya akan kebohongan yang dilakukan oleh Lucian tapi Ia sepertinya bisa memahami alasan asli dibalik kedatangan Lucian. 

'Ia pasti sangat bosan, dan membutuhkan hiburan lain.' Axel mengenal Lucian sejak kecil jadi Ia sudah mengenal karakter unik milik Lucian. 

Crown Prince Micah akhirnya berhasil mendapatkan kesadarannya kembali dan meminta beberapa pelayan yang ada untuk menambah kursi yang sudah tertata. 

"Aku tidak menduga akan melihat Senior Illias disini." Ucap Helena yang menarik Asha untuk duduk di samping Axel. 

"Illias dan diriku adalah satu paket." Axel mengatakan fakta yang memang diakui oleh semua orang di Ridgewell Empire. 

Entah sejak kapan, ucapan tentang 'dimana ada Axel Alderidge maka Illias Danvers akan ada disana' tersebar di kalangan noble Ridgewell Empire. 

"Lagi pula kalau aku tidak mengajaknya, mungkin Illias akan jadi satu-satunya penerus Dukedom yang tidak pernah dikenal di kalangan publik." Tambah Axel dengan nada bangga, karena memang yang membuat Illias berhasil ikut perkumpulan noble atau pertemuan penting seperti saat ini adalah Axel. 

Helena tertawa karena yang dikatakan Axel memang benar. Asha sendiri menoleh ke arah Illias yang terlihat tidak sedikitpun merasa terganggu atau tersinggung atas klaim yang dilakukan Axel. 

Asha memang pernah mendengar tentang kedekatan Axel dan Illias dari Helena, tetapi melihatnya terjadi secara langsung membuat Asha sadar kalau Illias Danvers adalah sosok yang sangat bertolak belakang dengan Axel Alderidge. 

"Hmm. Aku rasa kita harus sering-sering meluangkan waktu untuk berkumpul seperti ini bukan?" tanya Axel membuka pembicaraan sembari menunggu kedatangan tokoh utama yang membuat perkumpulan ini terjadi. 

"Entahlah. Tapi aku tidak sepenuhnya keberatan." Lucian menjawab dengan nada seakan tidak peduli, tapi baik Asha dan Axel bisa menyadari kalau Lucian merasa ini lebih 'menarik' dari yang Ia pikirkan. 

Itu membuat Asha tanpa sadar bertatapan dengan Axel, dan pria itu tertawa karenanya. 

Keduanya seakan sedang bercermin, karena baik Asha dan Axel sebenarnya memiliki beberapa sifat yang sangat mirip. Hal yang membuat orang-orang disekitar mereka tidak menyadari itu, adalah karena Axel tipe yang lebih banyak berbicara dibanding Asha. 

Asha memang tidak benar-benar pendiam, Ia juga suka bercerita dan membuka percakapan. Tetapi tidak sebanyak Axel. 

Axel lebih sering mencampur pembicaraan untuk mendapatkan informasi atau jawaban dari rasa penasarannya dengan bercanda ataupun obrolan tidak penting. Sedangkan Asha, dalam hal mendapatkan informasi atau jawaban, Ia lebih sering membuat pertanyaan tetapi disaat yang sama Ia berusaha mempelajari gerak-gerik dan raut wajah seseorang. 

Dua tipe observer yang sebenarnya sama, tetapi memiliki pendekatan yang cukup berbeda. 

Hal itulah yang membuat Asha terkadang merasa Ia harus memasang tembok dan wajah 'palsu' miliknya untuk menjaga diri dihadapan Axel. Asha dengan mudah bisa memikirkan hal yang sama dengan Axel, dan itu berarti Axel juga bisa menyadari hal yang sama tentang Asha.

Terkadang memiliki orang yang sangat mirip denganmu tidak selalu menghasilkan hal yang baik. 

"Wahh!" 

Untung saja suara Princess Laura yang begitu girang ketika melihat sekelompok orang sedang menunggunya, membuat semua pandangan menuju padanya. 

"Salam Her Highness Princess Laura." Ucap semua orang yang ada disana, kecuali Micah. 

Micah sengaja berjalan ke arah Laura, tetapi diluar dugaannya, Laura tiba-tiba melewatinya begitu saja dan berlari ke arah… Asha. 

"Her Highness…" ucap Asha yang ikut terkejut dengan kejadian yang ada. 

"Sister Asha! Aku sebenarnya meminta ijin mengunjungi Brother Micah untuk menemuimu." 

Satu kalimat yang diucapkan dengan nada ceria itu terdengar seakan sebuah 'bom' jatuh bagi semua orang yang ada disana. 

"Laura." Micah yang kembali disadarkan akan karakter eksentrik milik adiknya itu, hanya bisa menggeleng pelan dan menatap penuh maaf ke arah Asha. 

Asha pun memasang senyuman di bibirnya tetapi Axel bisa melihat jelas kedua pasang mata Asha seakan memohon pertolongan. Asha memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dalam membangun hubungan relasi dengan orang seperti Princess Laura.

Tetapi Princess Laura yang terlalu terbuka dan jujur itu tidak memberikan waktu yang cukup bagi Asha. 

"Princess bagaimana kalau kita duduk dan menghabiskan teh yang ada sembari bercerita?" Axel akhirnya memutuskan untuk membantu Asha, 

"Oh, Okay." 

"Her Highness perkenalkan ini adalah adik sepupuku, Helena dari Bronte County." Axel sengaja mengalihkan fokus Laura dari Asha dan Helena yang lebih biasa menangani anak-anak lebih muda darinya tersenyum lebar ke arah Laura. 

"Salam Her Highness Princess Laura." Ucap Helena sembari membungkuk. 

"Aku dan Asha adalah teman sekelas." Tambah Helena, yang seakan menyadari kalau Laura sepertinya sangat tertarik dengan Asha. 

"Benarkah? Hah, aku juga ingin menjadi teman sekelas Sister Asha." Ucap Laura seakan Ia menyesal harus terlahir tiga tahun lebih lambat dibandingkan Asha dan Helena. 

"Oya, kalau begitu kalian juga sekelas dengan Brother Micah bukan?" 

Kali ini perhatian Laura tertuju pada kakaknya, dan Micah menganggukkan kepalanya. 

"Jadi kalian adalah teman dari Brother Micah… dan itu membuat kalian juga jadi teman dekatku bukan?" 

Asha dan Helena bertatapan satu sama lain, karena diluar logika yang cukup ekstrem untuk menyimpulkan 'teman dari kakak adalah temanku juga', kenyataan kalau baik Asha dan Helena tidak benar-benar berteman dengan Micah membuat keduanya tidak yakin harus menjawab apa atas pertanyaan itu. 

"Kita memang… teman satu kelas, Laura." 

Untung saja Micah membantu menjawab pertanyaan Laura. 

"Kalau begitu aku bisa mengundang Sister Asha dan Sister Helena ke pesta ulang tahunku bukan?" tanya Laura dengan girang, 

Axel melirik ke arah Asha sembari menyesap cangkir teh miliknya. 

Bagi Axel perkembangan situasi disekitar Asha Rohen sangatlah – unik. Dan itu membuat dirinya jadi ikut ingin terlibat didalamnya. 

'Lagi pula tidak ada salahnya berteman dengan orang seperti Asha' pikir Axel. 

Bagi Axel sosok Asha yang membuatnya seakan bercermin itu bisa menjadi teman yang sangat penting dalam perkembangan politik di waktu yang akan datang. Kecerdasan Asha dan sikap tanggapnya dalam menanggapi hal adalah sesuatu yang jarang dilihat oleh Axel di kebanyakan anak seumuran mereka. 

"Kalau Her Highness mengundang Helena dan Asha, aku yakin mereka akan datang. Oh, tentu dengan Klaus juga, karena Asha harus datang bersama Klaus." Ucap Axel ketika melihat Crown Prince Micah tidak yakin bagaimana Ia harus menjawab pertanyaan Laura barusan. 

Secara hukum tidak ada yang melarang Laura untuk mengundang Asha dan Helena, tapi situasi 'awkward' yang selalu muncul di antara Micah dan Asha membuat dirinya ragu Asha akan dengan senang hati terus terlibat dengannya. 

Selama beberapa minggu melewati kelas bersama Asha membuat Micah menyadari kalau Asha benar-benar lebih baik dari yang Ia duga. Baik itu dalam akademik, sikap, pembawaan diri dan cara Asha mengerjakan sesuatu membuat Micah ingin mengenalnya lebih dekat. 

Micah berpikir membuat Asha sebagai temannya adalah hal yang bisa membantunya melalui masa-masa academy lebih mudah. Tapi Ia tidak tahu bagaimana bisa berteman dengan Asha Rohen. 

Asha tidaklah seperti anak-anak noble yang dengan sendirinya akan selalu mencari Micah. Dan Micah sendiri tidak pernah berhadapan dengan seseorang yang tidak menginginkan apapun darinya, entah itu perhatian, bantuan atau hanya sekedar berbicara. 

Bagi Micah sosok Asha yang melihat dirinya sebatas 'Crown Prince Micah Ridgewell' tanpa menimbang keuntungan dari mengenal seorang Crown Prince – berasa cukup asing. 

Bahkan Micah dengan sengaja berusaha untuk membuka obrolan dengan menanyakan hal-hal di dalam konteks pelajaran yang ada, tetapi tidak pernah obrolan itu berkembang menjadi sebuah diskusi yang panjang. 

Baik Asha ataupun Helena sama-sama tidak berusaha untuk memanfaatkan status Micah sebagai seorang Crown Prince, dan itu membuat Micah kehabisan cara untuk membuat keduanya menjadi temannya. 

"Apakah kalian mau datang ke pesta ulang tahunku? Itu akan dilakukan sekitar 2 minggu dari sekarang." Tanpa menunggu, Laura langsung menanyakan hal itu pada Asha dan Helena. 

"Tentu saja, Her Highness." Helena mewakili Asha menjawab pertanyaan Princess Laura. 

Klaus pun ikut mengangguk dalam diam. Sebenarnya Klaus sendiri tidak terlalu merasa nyaman menghabiskan waktu disekitar sosok penerus yang sangat penting dari Ridgewell Empire seperti saat ini. Tetapi Ia tahu kebutuhan Asha untuk menemui Empress Darla, jadi Klaus berusaha mengikuti apa yang Asha lakukan. 

Bagi Klaus apa yang Asha ingin lakukan adalah hal yang Ia inginkan juga, dan tugas utama Klaus adalah memastikan Asha dalam kondisi aman. 

"Kalau begitu… Bagaimana kalau Brother Micah menjadi escort dari Sister Asha?" 

"Ugh…" Asha yang sedang menyesap teh miliknya tiba-tiba tersedak karena pertanyaan Laura. 

Asha pun berusaha menenangkan diri, dan tiba-tiba sebuah sapu tangan diserahkan padanya. Itu adalah milik Illias, tanpa menunggu Asha mengambil sapu tangan itu dan menggunakannya. 

"Thank you, Young Lord." Ucap Asha sebelum akhirnya menoleh ke arah Princess Laura. 

"Her Highness, Mohon maaf tapi sepertinya itu tidak bisa –" 

"Kenapa?" tanya Laura memotong ucapan Asha, dan Ia menoleh ke arah Micah, 

"Laura, aku tidak bisa sembarangan menjadi escort…" Micah terdiam ketika Ia tidak bisa menemukan kalimat yang sesuai untuk menjelaskan situasi yang ada pada Laura. Dan Ia sendiri juga sangat terkejut akan apa yang Laura lakukan. 

Micah menyadari kalau sepertinya adik perempuannya itu salah menangkap 'perhatian' yang diberikan Micah pada Asha. 

"Her Highness… Asha harus datang bersama ku ke acara resmi di Ridgewell Empire. Asha adalah anak yang di sponsori oleh keluargaku, jadi secara tidak langsung aku adalah sosok yang harus menjadi escort dari Asha." Ucap Klaus memecah keheningan. 

"Oh…" 

Asha menghela nafas lega ketika Princess Laura mengangguk mengerti dan tidak mengejar ide mengejutkan tadi. Asha bahkan tidak mau membayangkan kekacauan yang mungkin terjadi, ketika kabar seorang Crown Prince Micah menjadi escort dari rakyat biasa seperti Asha. 

"Ehem." Axel yang berhasil menahan diri untuk tertawa akhirnya memberanikan diri untuk mengalihkan pembicaraan. 

Dan untung saja itu berhasil. 

Asha, dan juga Klaus memutuskan untuk tidak terlalu proaktif dalam percakapan yang ada. 

Tetapi Asha menggunakan kesempatan ini untuk mengenal lebih jauh sosok-sosok orang yang ada dipertemuan 'unik' ini. 

Crown Prince Micah adalah sosok yang cukup aneh menurut Asha. Ada kontradiksi yang terlihat jelas antara bagaimana Crown Prince Micah melakukan sesuatu dan apa yang sebenarnya Ia inginkan. Hanya saja Asha sepertinya bisa memahami itu setelah memperhatikan dirinya di kesempatan ini. 

Didikan sejak kecil yang diterima Crown Prince Micah sebagai penerus tahta sepertinya membuat dirinya tidak bisa dengan leluasa terbuka akan apa yang Ia inginkan secara 'individual'. Asha bisa membayangkan itu karena Crown Prince Micah seakan selalu mengutamakan kebutuhan dan keperluan orang banyak dibanding apa yang Ia inginkan. 

Setelah menemukan itu, Asha menyadari kalau tindakan aneh yang dilakukan Crown Prince Micah padanya dan Helena beberapa minggu terakhir mungkin adalah cara dirinya untuk mengungkapkan keinginan untuk berteman. 

Dimana harus Asha akui itu terlihat cukup cute dan terlalu polos untuk seseorang seperti Crown Prince Micah. 

Berikutnya adalah Princess Laura. 

Bagi Asha tidak ada satupun di daftar orang yang Asha kenal memiliki wajah yang begitu 'terbuka' dibandingkan Princess Laura. Asha menyadari kalau semua emosi, pikiran dan apa yang diinginkan oleh Princess Laura terpampang jelas dari raut wajahnya. Bahkan lebih dari Klaus. 

Asha selama ini merasa Klaus adalah sosok yang sangat mudah dimengerti, tetapi sepertinya peringkat itu harus tergeser oleh Princess Laura. Sebab tanpa berusaha memancing dengan pertanyaan atau mengamati secara seksama, Asha bisa memahami Princess Laura dengan mudah. 

Kemudian ada Lucian Rutherford yang setelah diamati ternyata tidaklah semenakutkan yang Asha pikirkan sebelumnya. Apa yang dikatakan Klaus pada Asha beberapa waktu lalu adalah benar. Lucian sama halnya dengan Klaus dan Princess Laura, sama-sama memiliki kecenderungan untuk menyuarakan emosi mereka dengan leluasa. 

Tetapi Lucian menggunakan cara yang lebih – vulgar. 

Mungkin sikap itu terbentuk karena Lucian adalah anak dari seorang Duke, jadi Ia termasuk pemegang status yang tinggi dalam jajaran noble. Membuat Lucian tidak harus terlalu memperhatikan sikap atau kata-katanya ketika berbicara. 

Hanya saja pemikiran seperti itu tidak bisa Asha dapatkan dari sosok penerus Duke lainnya yang juga ada di sini, Illias Danvers. 

Pada awalnya Asha bahkan tidak menyadari keunikan lain dari Illias. Tetapi setelah memperhatikan Illias yang sesekali memberikan reaksi dari obrolan yang terjadi barulah Asha menyadari kalau sejak awal pertemuan ini dimulai – Illias Danvers belum mengatakan apapun. 

Bahkan dengan pancingan obrolan dari Axel, pria itu hanya mengangguk atau menggeleng. Dan entah mengapa Asha tidak menyadari itu sebelumnya. 

Ada sesuatu dari Illias Danvers yang membuatnya seakan tidak aneh untuk melakukan itu. Sebab itu sangatlah tidak biasa bagi Asha yang terbiasa untuk menjadi pengamat, gagal menyadarinya. 

Selama ini Asha akan langsung mengenali seseorang yang terasa aneh atau melakukan hal yang tidak biasa, tetapi hal itu seakan tidak berlaku dengan Illias Danvers. Sepertinya ada aura dari Illias yang membuatnya terasa 'normal' untuk melakukan semua hal yang 'tidak normal'. 

'Atau ini semua karena Axel selalu berada disampingnya?' pikir Asha ketika Ia mengamati dinamika percakapan yang ada. 

Dengan kelihaian berbicara Axel, ketika kita menatapnya secara otomatis wajah Illias akan ikut terlihat karena mereka duduk bersebelahan. Jadi ketika gerak-gerik Illias yang sangat samar, seperti mengangguk dan menggelengkan kepala sebagai jawaban adalah hal yang terasa… baik-baik saja untuk dilakukan. Dan tidak sedikitpun terkesan kaku atau aneh. 

Sedangkan disamping Asha, yaitu Brother Klaus yang sejak tadi terdiam terlihat kaku di mata Asha karena ada kesan dimana Klaus sulit untuk mengikuti alur obrolan yang ada. 

Dan itu tidak terjadi pada Illias Danvers, membuat Asha mengerutkan dahinya dan sedikit menundukkan kepala. 

Tapi kerutan itu hilang seketika ketika sebuah piring berisi macarons muncul dalam arah pandangan Asha. 

Ketika menyadari siapa yang memberikannya macarons, Asha mengerjapkan matanya terkejut, dan memasang senyuman 'publik' miliknya yang selalu Ia lakukan ketika Ia terjebak dalam situasi yang membuatnya berpikir – apa yang sebenarnya terjadi? 

Sosok itu adalah Illias Danvers. 

Pria itu sepertinya menduga Asha mengerutkan dahi karena snack yang ada di piringnya sudah habis, dan itu membuat Asha semakin bertanya-tanya akan siapa sebenarnya – Illias Danvers.

-bersambung-

Hope you like it guys!

untuk part kali ini memang cukup panjang karena aku tidak yakin harus membaginya jadi berapa banyak haha

Semoga kalian tidak keberatan.

Jangan lupa untuk comment, vote dan masukkin ke library kalian ya!

with love,

priscillangel

priscillangelcreators' thoughts