webnovel

Turun Ke Medan Tempur

Lawan telah kehilangan komandan, namun kami tau kalau mereka masih memiliki pengganti sehingga peperangan akan tetap berlanjut. Urusan itu akan kuserahkan pada para senior yang lain. Tugasku yang sekarang adalah bertempur, namun tentu sebagai seorang pembunuh bayangan, dan serta seorang pembunuh bayaran, aku akan menggunakan teknik pembunuhan tersembunyi. Aku akan bertempur dengan menggunakan pisau dan pistol, tak seperti tentara lain yang menggunakan senapan serbu serta senjata api lainnya.

Kami bertiga telah turun, Nikki telah mengganti pakaiannya. Aku meminta Nikki untuk mengganti seragam karena jika dia menggunakan seragam negara sebelah, maka yang ada dia akan dibunuh oleh pasukan Soulmark yang tak tau akan bergabungnya pasukan lawan pada pasukan Soulmark. "Ana, kita berpencar." Aku berlari dengan kencang, mengeratkan pegangan tangan kanan ku pada pisau tajam.

DAR! DAR! DAR!

Tentara itu bodoh, dia memberondongku dengan timah panas tapi tak ada satupun peluru yang mengenaiku. Meski tanganku kini dibalut perban, bukan berarti aku kehilangan semangat untuk..

Membunuh.

Ya, membunuh. Aku sangat bersemangat. "Hup." Aku melakukan slide, menerobos bagian bawah pria itu dan menyayat pergelangan kakinya dengan kuat sampai membuatnya berlutut. Barulah setelah itu aku menembak kepalanya dengan pistolku yang sudah dihiasi oleh peredam suara. Dia tersungkur dengan kepala berlubang. "Masih banyak pasukan turun." Ujarku, lawan mengerahkan 1000 pasukan, tentu kami juga melakukan hal yang sama. Mereka sangat menginginkan tambang itu karena di sana terdapat Mineral yang sangat berharga. Batu Mineral yang bernama Eratle, mengeluarkan cahaya biru ketika terkena air, Eratle memiliki harga jual yang sangat tinggi karena banyak memiliki manfaat, baik sebagai perhiasan, bahkan bisa dijadikan bahan tempaan untuk prajurit pengguna pedang, atau Knight.

DRRD! DRRD!

Suara dari P90 yang dilengkapi oleh peredam suara masih bisa terdengar olehku karena jaraknya cukup dekat. Ana, dia menembaki beberapa pasukan lawan dengan menggunakan itu.

"Kita bersembunyi dulu, Rika." ujarnya, aku tau, dia pasti kehabisan peluru. Kami segera pergi dari tempat ini. Medan pertempuran memiliki luas sekitar 3 Km persegi. Sehingga ada tempat untuk kami bersembunyi. Kami bukan takut, namun kami juga butuh asupan. "Bocah?" Tiba-tiba pasukan lawan muncul di depan kami dengan menodongkan senapan serbu nya. Dia pasti tak percaya kalau anak-anak seperti kami ikut bertempur. "Lantas mengapa, om-om?" Aku menarik moncong senapan serbu nya dan menepisnya. Menodongkan pistol ku dan menembak wajah dari pria itu sampai membuatnya mati ditempat. "Kau seperti sudah biasa dengan pembunuhan."

"Ini adalah tugas kita, meski rasanya sangat berat." Jawabku, aku tak bisa menyangkal kalau aku sedikit keberatan membunuh pasukan-pasukan ini. Meski tak menutup kemungkinan mereka akan sama saja menghina ku. Tapi mereka memiliki keluarga. "AH, lupakan. Ayo." Aku kembali berlari, rumah di depan sepertinya aman. "Apakah warga sipil juga menjadi korban?" Tanyaku pada Ana, mengingat kondisi rumah ini seperti sudah... tidak layak pakai dan tentu berada di wilayah pertempuran. "Bukan, ini adalah bekas pertempuran masa lalu, , kau sudah tau kalau Negara kita selalu memiliki pertikaian dengan negara lawan, sehingga wilayah perbatasan dikosongkan karena ditakutkan akan ada warga sipil yang menjadi korban dari pertempuran-pertempuran yang sering terjadi dalam kurun waktu 20 tahun ini." jelas Ana, aku mana tau akan hal itu. Bahkan aku sama sekali tak peduli sebelumnya.

Kami berdiam diri. Melihat Ana yang tengah mengisi peluru ke dalam beberapa kotak Magazine. "Kenapa kau tak mempersiapkan sebelumnya?" Tanyaku pada Ana. Oh ya, dan satu lagi pertanyaanku, mengapa dia malah ikut bertempur bersamaku? bukannya dia seharusnya tak ikut? "Kukira 10 kotak peluru sudah cukup, ternyata tidak, untung aku masih membawa banyak peluru di tasku. "Jadi di tasmu yang berisik itu peluru yang berdecitan ya, kukira apaan." Aku berdiri, mengambil pistol ku dan keluar. "Beristirahatlah, aku sudah cukup." Aku hanya butuh minum, aku tak butuh banyak makan. "Hati-hati, kita harus pulang dan bersekolah lagi."

Hari sudah malam, ku tak tau peperangan ini akan berlangsung berapa lama. Parasut yang menampung tentara berjatuhan dari pesawat. Bala bantuan lawan tiba. Sialan. "Aku sangat benci benda ini, tapi mau bagaimana lagi." Sejak awal aku membawa benda ini, senjata api smg, atau Sub Machine Gun, yang mana senjata ini sama seperti senjata mirip Ana, hanya saja punya ku tak dicat seperti miliknya sehingga hanya hitam polos. FN P90.

"Jangan remehkan seorang pembunuh bayaran." Aku menarik nafas dan menembaki orang-orang yang berjatuhan itu. Mereka turun dari perasut sambil menembaki kami dengan menggunakan senapan yang ada di tangan mereka. "Sial." Aku terluka, tapi ini hanya luka goresan. Dengan cepat aku berlari menuju sebuah bangunan, menarik nafas dan menatap tajam ke arah samping. 'Mereka datang.' mengambil pisau untuk bersiaga. "Target di dalam!" suara itu mengagetkan ku, aku segera berlari ke atas. Jujur, suasana dalam pertempuran ini sedikit membuatku takut. Persetan dengan meraka yang ingin pertempuran terjadi. '3 Orang, itu bukan masalah.' aku bersiaga, P90 bisa digunakan dengan sebelah tangan, asalkan kuat menahan daya tembak ledaknya. Aku tak tau jumlah mereka yang mengikuti ku ada berapa, namun seharusnya tak lebih dari lima orang. Dari lantai dua sebuah bangunan, aku segera menerjang mereka. Orang yang paling depan tentu saja merasa terkejut dan menembakkan senjatanya secara asal sehingga jadi tak terkontrol. Hal ini kumanfaatkan untuk membuatnya menembak teman sendiri, caranya mudah, aku hanya perlu melompat ke belakang, dan.

"Target dieliminasi." 3 orang itu langsung terkapar, 2 terbunuh karena temannya sendiri dan yang paling depan mendapat hukuman karena membunuh teman. tentu hukumannya adalah timah panas dari smg ku. "RIka, kau oke?" aku bisa mendengar suara dari Komandan, tentu aku langsung menjawabnya.

Tubuhku sudah mulai merasa lelah, setelah seharian bertempur. Namun aku tak tau kapan lawan menyerang. "Unit 6, segera berkumpul di lokasi yang ditentukan, termasuk Rika dan Ana." suara dari radio membuatku tersadar, hampir saja aku tertidur. Aku memeriksa hologramku, melihat dimana lokasi yang ditentukan itu. Satu kilometer, "Rika di sini, jarak Rika berada di 1 kilometer dari titik utama." ujarku, "Baik, kami akan menunggu, jawab." "Ana di sini, Ana berada di jarak kurang lebih 2 kilometer, membutuhkan waktu sedikit lama untuk sampai." "Rika, kamu jangan bergerak sendirian, tunggu Ana ke lokasimu, baru datang ke lokasi utama, mengerti?"

"Dapat dimengerti." suara itu adalah suara Ethan, seperti yang telah diketahui, Ethan adalah ketua dari unit 6. Aku akan berjaga di atas, siapa tau ada orang yang tengah mengincar tempat ini. Di malam hari, biasanya para pejuang akan mendirikan kemah di wilayah yang berjauhan, tentu akan ada unit yang berjaga sehingga itu akan bisa dimanfaatkan untuk melakukan serangan dadakan.