POV Ardhan.
Aku berlari tanpa melihat sisi kanan kiriku. Semua anak yang kulewati, aku tabrak dan tak menghiraukan itu. Aku terhenyak sesaat ketika aku lihat siapa yang membuat ulah pada pacarku.
"Fira.." Lirihku.
Sekarang, aku tahu kenapa Fira bersikap seperti itu pada Anaya. Fira adalah salah satu gadis yang memang sepertinya menyukaiku. Aku tak terlalu menghiraukannya. Karena aku pikir dia akan sama saja dengan gadis lain yang sebatas menyukai atau mengagumiku. Tapi rupanya aku salah.
Rupanya berita jadian ku bersama Anaya bukan lah berita baik untuk beberapa siswa di sekolah ini. Itu yang aku pikirkan sekarang. Karena bisa saja ada anak yang lain yang memang tak suka dengan kedekatan ku dan Anaya.
"Anaya...!!!" teriakku. Aku berlari menghampiri Anaya yang terjerembab ke lantai karena didorong Fira. Aku membantu Anaya untuk segera berdiri. Tapi tiba-tiba saja Fira menarik tanganku untuk menghindar dari Anaya. Aku menghempas agak keras tangan gadis jahat itu.
"Stop!" teriakku. "Kenapa kamu begini?! apa salah Anaya?" tanyaku dengan sorot mata yang penuh amarah. Aku melihat mata Fira yang juga sama besar amarahnya denganku. Aku melengos saja tak menggubrisnya. Dan segera membantu Anaya berdiri.
"Kenapa harus Dia, Ardhan!!!" teriak Fira dengan deru nafas yang aku yakin dia sangat murka.
"Aku yang lebih dulu suka sama kamu, Ardhan. Kenapa tidak sekali saja kamu menolehku?!!" sambung Fira lagi. Aku sudah berdiri bersama Anaya dan hendak memapahnya. Tapi, sebelum berjalan aku menoleh ke arah Fira.
" Dan untung saja aku tak mengenal lebih jauh dengan gadis jahat sepertimu, Fira!" sinisku pada Fira. Menunjukkan sikapku pada Fira bahwa aku lebih murka daripada dia. Karena aku tak bisa mentolerir sikap bar-barnya pada kekasihku.
Tiba-tiba saja Fira menarik tangan Anaya kembali hingga Anaya terjatuh lagi. Bodohnya aku karena lengah dengan sikap bar-bar nya Fira ini. Tak sengaja aku mendorong Fira agak keras hingga membuat gadis itu mundur beberapa langkah. Tapi untungnya dia tidak terjatuh.
"Fira!!! Stop!! Please! Jangan seperti ini. Sorry kalau gue ada salah. Tapi please! Mengertilah. Cinta itu tidak bisa dipaksa," ucapku halus di akhir kata. Berharap dia akan sedikit mengerti keadaanku. Fira menatapku heran.
Mungkin dia berpikir lelaki sepertiku bisa kasar juga ternyata. Aku tak bisa memaafkan orang yang sudah mengusik kesayanganku, dengan alasan apapun itu. Kulihat Fira sudah agak tenang. Dan aku beranjak pergi dari sana bersama Anaya.
"Lihat saja balasanku, Ardhan!!" ancam Fira di belakangku yang tentu saja aku tak mau lagi menghiraukannya.
Aku memapah Anaya menuju taman belakang sekolah. Biasanya kami beristirahat disana selain di kantin. Ku dudukkan Anaya di sebuah tempat dari bebatuan yang sengaja dibuat sebagai tempat duduk. Aku menekuk lututku didepan Anaya dengan mensejajarkan tubuhku didepannya.
Kini, aku melihat dengan jelas merah dipipinya akibat tamparan Fira. Dan lagi aku melihat Anaya sedang menahan sakit dengan senyum yang memang dibuat-buat agar aku tidak khawatir padanya. Tapi tetap saja aku melihat buliran air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Aku menghela nafas panjang.
"Maaf," ucapku menundukkan kepala sembari menggenggam tangannya. Sungguh aku merasa ini salahku. Karena Anaya harus menerima perlakuan yang seharusnya tidak dia terima.
"Maaf membuatmu menerima perlakuan seperti ini karena aku," ucapku seraya memandang lagi ke arahnya. Dan benar saja setelah nya dia menumpahkan air matanya yang sejak tadi membendung. Reflek aku memeluknya. Sekedar untuk menenangkannya. Memberikan rasa aman pada Anaya bahwa aku bersamanya.
"Please. Don't cry," ucapku sambil mengusap air matanya. Ternyata perlakuanku tidak menghentikan tangisnya. Dan dia malah sesenggukan. Aku jadi semakin bingung dibuatnya.
Aku belum pernah berhubungan dengan wanita sebelumnya. Dan aku pun tidak tahu bagaimana caranya bisa membuat tangisnya berhenti.
"Jangan menangis dong, Nay," bujukku. "Sakiitt," rengeknya yang masih sangat jelas aku dengar. Aku tersenyum dengan sikap manjanya. Baru pertama kali ini aku mendengar Anaya bersikap manja. Mungkin sifat alami perempuan yang namanya manja itu. Tapi entah kenapa aku sangat senang mendengar keluhannya. Setidaknya dia sekarang mulai mau mengungkapkan apa yang dia rasa.
Kuusap pipinya yang memerah itu. mengusapnya dengan ibu jariku perlahan guna menghilangkan sejenak rasa sakitnya.
"Kita ke UKS ya? Kita obati disana," ajakku. Tapi dia menggeleng lemah, dan ikut menggenggam jemariku yang mengusap pipinya. Hatiku dag dig dug dibuatnya. Ini pertama kalinya kita bersentuhan fisik.
Dan hatiku tak karuan dibuatnya. Tapi aku berusaha menahan gejolak perasaan itu. Aku beralih duduk disampingnya. Memeluknya dari samping dan mengusap bahunya perlahan. Anaya menyenderkan kepalanya dibahuku.
"Apa banyak gadis yang menyukaimu?" tanyanya tiba-tiba. Dan membuatku berpikir, benar juga, sepertinya memang kebanyakan gadis di sekolah ini banyak yang mengenalku dengan kepintaranku. Dan mungkin itu salah satu kenapa mereka kagum atau suka padaku. Atau mungkin hanya aku yang kepedean, merasa bahwa aku adalah primadonanya sekolah? Aku tersenyum geli memikirkannya.
"Aku gak seterkenal dan gak setampan itu buat disukai banyak gadis Nay," jawabku merendah dan membuat Anaya menegakkan kepala dan memandang kearahku.
" Kalau ada gadis yang ngelabrak aku lagi kayak tadi gimana? Aku takut, Dhan. Apa lebih baik kita..."
"Stop mikir yang aneh-aneh Nay! Jangan berfikir negatif dulu. Jangan mikir kejauhan. Bukan aku aja lelaki di sekolah ini, Nay. Banyak cowok lebih ganteng dari aku kok. Cuma kebetulan aja tadi Fira yang suka ke aku," bantahku agak keras sebelum Anaya berpikir yang tidak-tidak.
"Tapi aku takut, gak bisa melawan gadis-gadis yang seperti itu," cicit Anaya disampingku sambil menundukkan kepalanya. Dan itu lucu sekali bagiku.
" Udah yah, jangan mikir yang enggak-enggak. mulai sekarang kamu gak boleh ke kantin sendirian. Harus ada yang nemenin. Kalau perlu sama aku aja terus. Biar kamu gak takut. oke?" ajakku dengan wajah berbinar.
"Nempelin kamu terus gitu?" tanyanya lucu. Dan aku mengangguk cepat.
" Dikira perangko entar, nempel terus," gerutunya yang terlihat lucu sekali dimataku. Aku tertawa keras menanggapinya. Dan Anaya hanya memutar bola mata malas.
Masih dengan sedikit tawa, aku menanggapinya.
" Ya biarin dong. Emang kita kaya perangko kok. Gak bisa dipisahkan," kekehku. Dia tersenyum. Dan aku lega bisa melihat senyumnya lagi.
"Ke UKS dulu yah? Dikompres biar gak memar. Entar pulang dikira aku KDRT lagi," ledekku dan Anaya mencubit pinggangku. Aku menjerit kesakitan sembari tertawa karena rasanya agak geli.
"Iya emang kamu biangnya," jawab Anaya dan mengganti cubitannya dengan menggelitik pinggangku. Aku membalas gelitikannya dan kami tertawa bersama tanpa menghiraukan anak-anak yang melihat kami berdua. Dan melupakan kejadian yang membuat Anaya menangis tadi. Dan aku harap tak akan ada lagi kejadian menyebalkan seperti tadi.
Tapi mengingat ancaman Fira tadi membuatku sedikit waspada dengan hubunganku dan Anaya. Karena biasanya perempuan akan berbuat nekat jika menyangkut soal hati. Tapi aku harap aku bisa melindungi Anaya dari ancaman perempuan jahat seperti Fira. Dan semoga tidak ada Fira-Fira yang lain lagi yang mengganggu aku dengan Anaya.
To be Continued....
sampai disini gimana menurut pendapat kalian?? please komen dong. thanks