webnovel

Cinta Via Sosmed

Sinopsis *** Cinta yang baik adalah cinta yang selalu mendekatkan kepada kebaikan, saling menerima dan saling meguatkan, bukan menjerumuskan ~ Alifiya Nurul Asy-syifa Kehidupan adalah perjalanan, perjalanan butuh perjuangan, perjuangan perlu pengorbanan diantara cinta dan air mata ~ Muhamad Izhar Ramadhan *** Alifah seorang perempuan yang baru saja tamat SMA. Dia seseorang yang memiliki mimpi untuk menjadi seorang pengusaha, dan ingin menyiapkan lapangan kerja untuk para pengagguran. namun sayang, kehidupannya cukup membuatnya kesal sendiri. Terlebih dengan sifat kedua orang tuanya yang terus-terusan memaksanya untuk segera membuatkan mereka cucu. Kegilaan demi kegilaan terus dilakukan oleh orang tuanya hanya agar Alifah mau segera menikah. Apakah Alifah mampu menggapai mimpinya? Lalu bagaimanakah Alifah mengatasi sifat kedua orang tuanya? Apakah Alifah akan mendapatkan seseorang yang benar-benar telah di impikan olehnya selama ini?

Pena_Caca · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
3 Chs

chapter 3

"Alifah!" Aku mendengar suara teriakan seorang laki-laki, dari tempatku berbaring.

"Alifah turun kamu!" Kali ini suara seorang perempuan.

Aku pun bangun dari kasurku, dan bergegas membuka pintu.

"Iya!" Teriakku dari atas dan berjalan dengan terburu-buru.

"Kenapa ibu, ayah?" Tanyaku sambil menatap wajah mereka satu persatu.

Semoga saja lain soal pernikahan lagi, sudah terlalu banyak laki-laki yang diperkenalkan orangtuaku. Mulai dari yang banyak bicara sampai dengan laki-laki yang dingin bagaikan tembok berjalan.

Ya robbi, sampai kapan aku berhenti di Jodoh-jodohkan. Kali ini kalau masih di Jodoh-jodohkan, aku pura-pura kerasukan saja.

"Alifah, ibu ada punya kenalan. Dia teman.."

Hemm.. sepertinya aku tidak salah menduganya, oke baiklah. Kalau begini terus sepertinya aku akan di paksa menikah terus menerus. Ibu, Alisha harap ibu tidak akan memarahi Alisha. Ya Allah.. Alisha terpaksa.

"Aing macan! Arggh, aing macan!"

Kataku sambil Berputar-putar layaknya orang ke surupan dengan mata yang menceleng.

"Aing mung, aing mau minum kopi hitam! Argggghh,"

Semoga saja aktingku berhasil, maafkan Alifah ya Allah,

Ayah dan Ibuku yang melihat kelakuanku seperti itu terkejut, namun hal itu tidak berlangsung lama .

BUGGH,

"Aww, " ringisku yang tengah kesakitan

Sakit sekali kepalaku, sementara orangtuaku yang melihatku meringis kesakitan hanya terkikik sambil menahan tawanya. Aku yang merasa cukup kesal segera menatap ke seluruh ruangan, dan melihat adikku sedang memegang teplon..

"Apa lihat-lihat (kata adikku dengan wajah garang) Orang tua kok di bohongin,"

"Dasar medit, susah benar di ajak kompromi," kataku dengan nada kesal

"Duh," kataku ketika telingaku di tarik ibuku. Ishh, gara-gara si medit ini untung masih sedarah. Syukur saja tidak kena sumpahku. Astaghfirullah,

"Ampun bu," cicitku kesakitan,

"Berani bohongin ibu ya sekarang kamu," dengan tangan masih menarik kupingku.

"Ya maap atuh bu, habisnya ibu mau nikahin aku melulu. Ya jadinya terpaksa deh aku kek gitu,"

***

Huh,

Sepertinya aku harus memulai secepatnya rencanaku. Semoga saja berhasil, aku harus segera menggapai mimpiku. Baiklah aku akan pergi ke pasar dan membeli semua bahan yang aku perlukan.

***

"Terimakasih bu,"kataku sambil mengambil sebuah kresek yang berisi bahan yang aku perlukan.

Tapi kira-kira ini bakal laku tidak ya. Kalau aku jual, sepertinya aku perlu mencari orang yang memiliki pertemanan yang luas.

Melihat kondisiku yang introvert dulu apa yang aku harapkan. Jujur saja aku cukup menyesal sekarang, karena dulu aku memiliki sifat kurang baik dalam bergaul.

Kata orang kalau banyak anak pasti banyak rejeki. sementara aku tidak mengakui minset itu. Kalau yang kubilang adalah banyak teman banyak rejeki. Sepertinya, karena suatu saat itu akan memudahkan aku.

Tapi pertemanan yang aku maksud memiliki sebuah pengecualiannya. Yaitu pertemanan yang dalamnya hanya memikirkan keuntungan untuk diri sendiri, bukan untuk ke dua belah pihak.

"Ehem," sepertinya aku mendengar deheman seseorang. Tanpa kusadari aku sudah sampai didepan rumahku. Aku turun dari bajai berwarna hijau yang aku naiki dan memberikan uang

Kepada supir tersebut.

Mengingat kejadian tadi pagi, pas ayah dan ibuku menginginkan aku untuk mempertemukan aku dengan seorang anak laki-laki dari temannya mamaku, membuatku kesal sendiri. Walau aku tahu itu tidak baik.

Kapan aku bisa menjalankan cita-citaku ya, mungkin sebaiknya aku mencoba memulainya hari esok.