webnovel

Cinta Terlarang Alexa

!!! Mohon Kebijakan Pembaca Dalam Memilih Bacaan Yang Sesuai :) Awalnya dia berpikir itu hanya sebuah rasa kagum karena pria yang begitu baik dan perhatian. Tapi dia sadar jika itu adalah perasaan cinta. Dia tahu itu salah, karena pria itu sudah memiliki istri. Tapi rasa cinta ini tidak bisa dibohongi, bukan? Semakin aku mencoba untuk menghindarinya, semakin rasa cinta ini tumbuh. Meskipun rasanya begitu menyakitkan bagi Alexa.

Sita_eh · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
5 Chs

Alexa & Pikiran Mesum

Mereka berdua sudah berpindah ruangan, sebuah tempat yang luas dengan atap tinggi. Warna putih mendominasi tempat tersebut. Belum lagi dengan banyak lukisan yang terpajang, dan beberapa tertumpuk rapi di atas meja besar.

Alexa mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari pria bernama Ethan. Mencoba untuk fokus pada tugas yang akan diberikan Josh.

"Terimakasih kau sudah mau membantuku, Alexa," Josh baru saja muncul.

Dia sudah melepaskan mantelnya, dan mengenakan sweater putih dengan kerah leher yang tinggi. Lengan bajunya ia gulung hingga ke siku, dan sebuah senyum manis sudah diberikan untuk Alexa.

Sesaat Alexa seperti terhipnotis, harus ia akui jika Josh memang tampan. Di saat mantel itu sudah tidak lagi menutupi tubuh Josh, dia bisa melihat jelas dada bidang pria yang proporsional.

"Sepertinya dia sering berolahraga," batin Alexa dan masih terkesima dan kagum.

Josh sadar dengan lamunan Alexa, dia sedikit membungkuk agar bisa melihat jelas wajah wanita muda yang ada di hadapannya.

"Alexa?" panggil Josh.

"YA?!" Jawab Alexa menegakkan kepalanya seraya mengerjapkan mata.

"Uhmm... kenapa kau melamun? Apa kau baik-baik saja?" tanya Josh. Dia menoleh ke arah sisi kanan dan kirinya, entah mengapa Josh melakukan hal itu.

"Maafkan aku, Prof..."

"Hahaha..." tawa Josh segera lepas.

"Apa yang lucu?" tanya Alexa yang ikut heran.

"Kita hanya berdua saja sekarang ini, Alexa. Kau tidak perlu sekaku itu, panggil saja namaku. Lagi pula aku masih muda, bukan?" ucap Josh mulai berkelakar.

"Oh..." mulut Alexa seketika membulat dengan tatapan bingung. Hanya beberapa detik saja Alexa memunculkan sikap herannya, setelahnya ia ikut tertawa dengan bingung.

"Baiklah, Josh. Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" tanyanya dan melihat Josh memegangi papan klip.

"James tidak banyak meninggalkan catatan untukku. Kau pasti tahu dengan pameran seni minggu depan, bukan?" ucap Josh sambil melihat ke arah papan klipnya.

"Ah... ya, aku tahu soal itu. Kami sudah mengumpulkan tugas karya seni kepada James. Dan..." Alexa pun menatap ke arah sekelilingnya, sepertinya dia sudah tahu masalah yang sedang dihadapi Josh saat itu.

"Dan sepertinya Profesor James belum selesai menyiapkan semuanya," lanjut Alexa seraya menarik napas dalam.

"Kau benar, Alexa. Satu-satunya catatan penting yang membantuku sekarang, hanya catatan ini saja. Kita harus mulai memisahkannya, tapi... aku pikir ini tidak akan selesai dalam satu hari," ucap Josh dengan helaan napas yang panjang.

"Fuh... Aku tidak bisa terus merepotkanmu. Sepertinya aku harus mencari penggantimu untuk hari Senin nanti." Tatapan Josh masih saja melihat ke papan klipnya.

"Bagiku tidak masalah, karena aku bisa membantumu." Perkataan Alexa barusan membuat Josh menegakkan wajahnya.

Josh menunjukkan wajah tak percaya akan Alexa yang berniat membantunya, "Sungguh? Apa kau tidak keberatan, Alexa?"

"Uhmm... aku pikir tidak. Lagi pula, akan lebih menyulitkan lagi jika kau harus mencari orang yang tidak mengerti dengan semua catatan James. Sebelum membantumu, aku juga sering membantu James. Kau tahu... penglihatannya cukup parah di usianya yang sudah tua," jawab Alexa memberikan penjelasan.

"Ya, kau benar. James memang membutuhkan waktu istirahatnya, aku harap dia cepat sembuh dan bisa kembali mengajar." Josh memberikan satu papan klipnya untuk Alexa.

"Kalau begitu kita bisa memulainya?" tanya Josh dengan senyuman lebar.

"Ya, tentu saja. Aku akan memulai memilih lukisan yang berada disudut sana, dan ... memisahkannya sesuai dengan kelas dan tahun angkatan," tunjuk Alexa pada sisi kanan ruangan dan memperhatikan daftar panjang pada papan klip.

Mereka berdua pun mulai melakukan tugas masing-masing, tampak sibuk untuk beberapa waktu dan hanya berbicara sesekali saja.

Hingga hari sudah menjelang sore, dan Alexa hanya tinggal menyelesaikan satu tumpukan karya lukisan yang masih ia cocokkan dengan daftar yang ada ditangannya.

Alexa sudah siap menorehkan keterangan dengan pulpennya. Namun, tiba-tiba saja pulpennya tidak bisa ia gunakan karena tidak ada tinta yang keluar sedikitpun.

"Sial," umpat Alexa kesal.

Ia berjalan ke arah tas besarnya, dan mulai mencari-cari tempat pensil yang biasa ia bawa. Anehnya setelah cukup lama Alexa mencari, dia tidak menemukan tempat pensilnya.

"Dimana dia?" tanyanya pelan sambil berpikir.

"Ah... aku ingat! Sepertinya aku meninggalkan di dalam kelas tadi. Cih..." Alexa berdecak kesal.

"Ada apa, Alexa?" Josh baru saja muncul sambil melepaskan kedua sarung tangannya. "Apa ada hal yang sulit?" tanya Josh semakin mendekat.

"Isi pulpenku habis dan aku tidak bisa membuat catatan. Mengesalkan sekali, padahal ini daftar terakhir yang harus aku cek," ucap Alexa menjelaskan.

"Kau bisa menggunakan yang lainnya, bukan?" Josh berucap dan tetap menampilkan senyuman percaya diri.

"Yang lainnya? Maksudmu, Josh?" tanya Alexa yang tidak paham.

Josh tidak langsung menjawab, dan langkah kakinya terus mengarah keapada Alexa. Hingga wajahnya begitu dekat dengan wajah Alexa. Disaat itu juga Alexa merasa canggung, dan perasaannya menjadi memikirkan hal yang aneh.

"Apa yang mau dia lakukan?" batin Alexa takkut. Anehnya, dia tidak menghindari sikap Josh. Membiarkan pria itu terus saja mendekatkan wajahnya ke arah wajah Alexa.

Alexa sudah memejamkan matanya dengan cepat, ketika isi pikirannya mulai tidak ia bisa kendalikan. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang melewati sisi wajahnya, dan tidak lama Alexa merasakan rambutnya terurai begitu saja.

"Kau bisa menggunakan ini, Alexa," ucap Josh. Dia baru saja mengambil pensil yang sebelumnya digunakan Alexa sebagai sumpit rambut.

"Apa?" Alexa sudah membuka kedua matanya dengan lebar. Dia bisa merasakan panas disekitar wajahnya yang sudah memerah.

"Pensil? Kau bisa menggunakan ini untuk mencatat, bukan?" Josh sudah menyodorkan pensil tersebut ke arah Alexa.

"Ehh... Ya! Terimakasih, Josh!" ucap Alexa menerima pensil pemberikan Josh, dan dia sudah memutar balikkan tubuhnya dengan cepat.

"Astaga, Alexa! Kenapa pikiranmu sangat mesum sekali! Ini benar-benar memalukan," ucapnya membatin dan terus saja menyembunyikan wajahnya dari tatapan Josh.

Ponsel Alexa berbunyi tiba-tiba, seakan-akan ingin menyelematkan Alexa yang terlalu malu untuk menunjukkan wajahnya di hadapan Josh.

Tanpa menoleh ke arah belakang dan tanpa berkata apapun. Langkah kaki Alexa sudah menjauh dari Josh, sambil dia mengeluarkan ponselnya.

"Cathy?!"

"Alexa, kau masih ada di kampus, bersama dengan pria tampan itu?" goda Cathy yang asal menebak saja.

"Bagaimana kau bisa tahu? apa kau ini peramal?" ucap Alexa kesal.

"Wah... apa yang sedang kalian berdua lakukan sampai kalian terus berduaan hingga sore? Aku menjadi curiga... jangan bilang kalian sedang melakukan hal yang menyenangkan berduaan," goda Cathy kembali.

"Jaga ucapanmu, Cathy! Apa kau gila berpikir aneh tentang aku dan dia? Lagi pula, untuk apa kau meneleponku?" tanya Alexa ketus.

"Aku hanya penasaran, dan ingin tahu kabarmu," jawab Cathy terkekeh.

"Aku tidak menyangka kalian akan berduaan selama ini. Ah... kau membuatku merasa cemburu. Asal kau tahu saja, Alexa. Bersama dengan keluarga Andy, membuat pergerakanku terbatas. Seharusnya aku bersama denganmu saja."

"Hah? Kau menelponku hanya untuk mencurahkan isi hatimu? Kau sinting!" ejek Alexa semakin kesal.

"Ya... sayang...?" Cathy berteriak kepada seseorang. Dan Alexa yakin jika itu adalah Andy kekasihnya. "Baiklah, aku akan kesana. Aku hanya menelpon Alexa sebentar."

"Alexa, aku akan menghubungimu nanti, ok!"

Suara Cathy sudah terputus sebelum Alexa sempat mengucapkan kalimat apapun. "Ish... menyebalkan sekali!"

Alexa membalikkan tubuhnya, tapi dia terkejut ketika melihat sosok Josh sudah berdiri di belakangnya. Seketika Alexa memekik dan ponsel yang ada di tangannya terpental begitu saja.

Suara ponsel yang terjatuh terdengar jelas, sepertinya layar ponsel Alexa retak. Josh segera memungutnya untuk memeriksa.

"Maafkan aku, Alexa. Aku berusaha untuk memanggilmu, tapi kau tidak mendengarku. Padahal aku hanya ingin kita menyudahi tugas hari ini, karena ini sudah terlalu lama dan melelahkan." Josh menunjukkan ekspresi penyesalan, ketika dia terus memperhatikan ponsel Alexa.

Saat itu jantung Alexa berdebar cepat. Entah karena dia terkejut dengan kehadiran Josh yang tiba-tiba, atau karena dia melihat wajah pria tampan itu dengan jarak yang kembali dekat?

Glek...

Alexa menelan salivanya sendiri, memperhatikan sudut wajah Josh yang begitu memukaunya. Bahkan dia melihat pada bibir Josh, yang tampak mungil tapi pergerakannya membuat Alexa seperti bergairah.

"Layar ponselmu menjadi retak pada bagian ujung. Apa aku boleh memperbaikinya, Alexa?" tanya Josh yang sudah menegakkan wajahnya melihat ke arah Alexa, yang sedari tadi menatap dirinya.

"Ya, kau boleh menyentuh..."

"Apa?" Josh tampak bingung dengan jawaban Alexa yang terdengar samar di telinganya.

"Maksudku... Tidak..!" Alexa segera mengkoreksi perkataannya barusan.

"Bodoh sekali kau, Alexa! Ada apa dengan isi otakmu, hari ini?" batinnya yang sedang mengutuk.

"Tidak perlu, Josh." Alexa mengambil ponselnya segera dari tangan Josh, pria itu masih memandang heran akan sikap Alexa.

"Ponsel ini memang sudah retak, kau tidak perlu memperbaikinya," ucap Alexa bersungguh-sungguh.