webnovel

Chapter 21

"Hachu!"

Suara itu membuat seluruh mata menatap ke satu titik. Alice. Sudah tak terhitung sebanyak apa gadis itu bersin selama pelajaran berlangsung dan mengganggu konsentrasi murid-murid pun guru yang sedang mengajar. Gadis itu menatap teman-temannya dengan tatapan mata bersalah, merasa tak enak hati karena mengganggu kelangsungan proses pembelajaran.

Gadis itu lantas mengangkat tangannya sambil berkata, "Bu, saya boleh izin untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini?" tanyanya dengan perasaan tidak enak. "Dari tadi malam saya merasa tidak enak badan. Saya takut mengganggu teman-teman yang lain."

Guru perempuan berkacamata tebal yang tadi sedang menjelaskan materi langsung menghentikan kegiatannya. Ia lantas menghembuskan napasnya dan berkata, "Ya sudah, kamu lebih baik istirahat di asrama saja."

"Terima kasih, Bu," ucap Alice sambil tersenyum. Ia segera membereskan alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam tas, lalu berdiri.

Melihat Alice yang hendak meninggalkan kelas, Juliet ikut mengangkat tangannya. "Bu, saya boleh izin juga?"

"Memangnya kamu juga sakit?"

Juliet meringis. "Y-ya, tidak sakit, sih, Bu."

"Kalau tidak sakit ya tidak boleh!" balas guru itu dengan tegas.

Seolah tak kehabisan ide, Juliet langsung berteriak sembari memegang kepalanya. "Aduh, Bu. Kepala saya tiba-tiba sakit. Sepertinya saya harus istirahat di asrama juga, deh," ucapnya dengan wajah memelas.

Bu Guru melotot, ia kemudian berjalan mendekati Juliet dan menjewer telinga gadis itu.

"Aduh! Saya lagi sakit, loh, Bu! Kok malah dijewer, sih?" gerutu Juliet.

"Itu hadiah untuk siswi banyak alasan seperti kamu!" jawab Bu Guru yang membuat para siswi menyoraki tingkah laku Juliet. Bu Guru memijat ruang di antara alisnya. "Ya, sudah, kita lanjutkan pelajaran hari ini."

Murid-murid menghentikan seruannya lalu kembali berkonsentrasi untuk belajar. Di saat yang sama, Alice akhirnya keluar dari kelas dan melangkahkan kakinya perlahan menuju gedung asrama perempuan. Saat melewati dinding kaca, tiba-tiba saja ia tersenyum malu karena mengingat percakapannya dengan Arthur tadi pagi. Hampir saja ia membuat laki-laki itu besar kepala hanya karena perkara sticky-notes.

Alice melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke asrama. Ia menaiki tangga menuju lantai di mana asramanya berada. Sesampainya di asrama, ia meletakkan tasnya di nakas, melepas jas dan sepatunya, lalu berbaring. Tak berselang lama setelah menutup mata, suara dengkuran halus sudah terdengar memenuhi ruangan.

*****

Beberapa jam kemudian, gadis itu membuka matanya. Ia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku sambil menguap lebar. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk ke matanya. Ia melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Tanpa terasa ia sudah tidur selama kurang lebih tiga jam lamanya.

Badannya sudah terasa jauh lebih segar. Memang benar jika beristirahat setelah meminum obat dapat memaksimalkan penyembuhan. Gadis itu bahkan bisa merasakan jika suhu tubuhnya sudah berangsur turun, badannya pun sudah tidak pegal-pegal seperti tadi pagi.

Tok! Tok!

Gadis itu bangkit terduduk di atas ranjang saat mendengar suara ketukan di pintu. Ia menurunkan kakinya ke lantai, lalu berjalan perlahan menuju ke arah pintu. Saat ia membuka pintu, ia mendapati ibu pengurus asrama berdiri di ambang pintu sembari tersenyum ke arahnya.

Alice membalas senyuman itu lalu bertanya, "Ada apa, Bu?"

"Ada kiriman go-send untuk kamu," jawab ibu pengurus asrama sambil menyodorkan kantung keresek ke arah Alice.

Dahi Alice berkerut samar. 'Ada kiriman lagi?' tanyanya dalam hati.

"Dari siapa, ya, Bu?"

Ibu pengurus asrama mengedikkan bahunya. "Saya kurang tahu kalau itu soalnya petugas go-send tidak mengatakan apa-apa," jawabnya.

Sesudah Alice menerima kantung keresek tersebut dan berterima kasih, ibu pengurus asrama langsung meninggalkan kamar asrama Alice.

Alice menatap kantung keresek yang berada di tangannya penuh rasa penasaran. Ia membuka kantung keresek tersebut dan kembali mendapati secarik kertas berisi sebuah catatan.

[Maaf, ya, kamu jadi sakit gara-gara tadi malam. —Dari : you already know who.]

"Wah, dari Arthur lagi," gumamnya sambil menutup pintu kamar. Pipi gadis itu kembali merona. 'Ternyata dia baik juga,' lanjutnya dalam hati. Alice tersenyum geli saat mengingat jika dulu ia sempat berpikir jika Arthur adalah laki-laki yang kejam. Ternyata, laki-laki itu justru bersikap sangat manis kepadanya.

Gadis itu lalu mengecek isi kantung keresek kembali, penasaran dengan apa yang Arthur kirimkan kali ini. Namun, ekspektasinya yang setinggi langit langsung jatuh ke jurang yang dangkal. Wajahnya yang semula diwaranai senyuman langsung menghilang. Gadis itu benar-benar batal tersentuh saat melihat apa yang ada di dalam kantong keresek tersebut.

Satu sachet bubur bayi. Yap, benar sekali. Bubur bayi.

"Apa-apaan ini? Apakah dia pikir aku selemah itu?!" gerutu Alice sambil mengerucutkan bibirnya. Gadis itu menghentak-hentakan kakinya di lantai, merasa kesal dengan Arthur. "Apakah dia pikir aku terlihat seperti anak kecil yang harus memakan sesuatu yang lembek?"

"Aduh!" pekik Alice. Karena sibuk mengomel dan menghentak-hentak kakinya, gadis itu tanpa sengaja terkantuk ujung meja yang runcing. Ia meringis menahan kesakitan yang diakibatkan benturan tersebut.

Alice menghela napas panjang. Meskipun sambil mengomel-ngomel, ia pada akhirnya tetap mengambil mangkuk dan menuangkan satu sachet bubur bayi dan air panas dari dalam teremos, lalu mengaduknya hingga rata.

Aroma pisang dan kacang hijau langsung menguar ke seluruh ruangan. Cacing-cacing di perutnya tiba-tiba saja meronta ingin mendapatkan jatah makanan begitu mencium aroma bubur yang manis.

"Cacing bodoh! Mencium aroma bubur saja langsung kelaparan!" gerutunya sambil menepuk-nepuk perutnya. Tak bisa dipungkiri jika aroma bubur bayi itu cukup menggugah selera makannya.

Gadis itu mengambil sendok, lalu menyantap bubur yang diberikan oleh Arthur dalam diam. Alice terlihat sangat lahap meskipun ia awalnya enggan memakan bubur tersebut. Menurutnya, rasanya tidak buruk juga. Sangat lezat bahkan.

Alice mengumpat dalam hati. Ia sadar jika ucapannya akhir-akhir ini selalu berbanding balik dengan apa yang dia rasakan mau pun yang dia lakukan. Terlihat munafik, memang. Akan tetapi, ia juga tak mau mengakui dengan gamblang jika ia menyukai perhatian-perhatian kecil dari Arthur.

"Oh, pasti Arthur akan besar kepala jika dia tahu aku menghabiskan bubur ini," gerutunya lagi. "Ah, laki-laki itu pasti sekarang sedang senyum-senyum karena membayangkan wajah kesalku karena dia sudah berhasil mengerjaiku."

Alice menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menyingkirkan pikiran buruk dari benaknya. Bagaimanapun juga, Arthur sudah berbuat baik dan repot-repot mengirim makanan dan obat untuk dirinya.

Setelah menghabiskan satu mangkok bubur miliknya, gadis itu kembali membaringkan tubuhnya di kasur. Ia berguling ke kanan dan ke kiri sambil tersenyum tanpa sebab. Pikirannya menerawang jauh pada momen-momen yang ia lalui dengan Arthur beberapa hari belakangan ini sebelum akhirnya ia kembali memejamkan matanya dan terlelap.