webnovel

Jangan Sentuh Ekorku!

Dịch giả: Wave Literature Biên tập viên: Wave Literature

Setelah makan siang dengan beberapa teman menunggang kuda di arena pacuan kuda tadi, Julian minum anggur lalu tidur siang selama setengah jam.

Putri duyung kecil berenang dengan anggun ke dalam mimpinya…..

Bak mandi yang ada dalam mimpinya tidak terlalu besar ataupun kecil, ekor putri duyung itu berkibar-kibar di dalamnya. Dia terlihat sangat sedih, seperti tidak puas dengan ukuran bak mandi itu. 

Tapi ekor putri duyung kecil itu benar-benar indah, dengan warna biru keemasan yang memantulkan kilau cahaya mutiara. Di bawah cahaya, ekor putri duyung itu berayun lembut di dalam bak mandi, seperti bulu kecil lembut yang menggelitik hatinya lagi dan lagi….

Namun, sepertinya putri duyung kecil itu tidak memperhatikan yang ada di kamar mandi dan terus mengeluh sedih.

"Andai saja aku bisa kembali hidup di pulau, aku pasti bisa berenang di laut saat malam hari dan melihat bintang-bintang di langit… jika tidak, setidaknya aku bisa punya kolam renang besar dengan atap berbintang agar cahaya bintang bisa menyinarinya, seolah-olah memang berada di laut…."

Dalam mimpi itu, dia melihat dengan jelas ekor putri duyung itu terangkat, membuat tetesan putih yang tak terhitung jumlahnya jatuh seperti tirai air.

Dia tidak bisa menahan diri ingin meraih ekor putri duyung itu, tapi dia tidak ingin ekor itu berayun lalu menampar wajahnya.

Tak mau menyerah, dia hendak mengulurkan tangan untuk meraih ekor itu, tapi putri duyung itu tiba-tiba menoleh dan memelototinya.

Julian melihat wajahnya dengan jelas. Wajahnya seukuran telapak tangan dan penuh dengan air mata….

Dalam mimpinya, dia mendengar putri duyung itu menangis. Pada awalnya, suaranya tidak terdengar jelas, tetapi semakin dia jatuh dalam mimpinya, semakin nyata pula tangisan itu. Setiap suara tangisannya berhasil menyentuh hatinya. Dia ingin menghapus air matanya, tapi sebelum berhasil menjangkaunya, tangannya ditepis…

Dia berharap bisa menggunakan hal-hal terindah di dunia untuk menghiburnya, tapi tangisan putri duyung itu semakin keras.

Semakin dia menangis, semakin bingung pula Julian. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

Putri duyung itu kemudian berkata dalam tangisnya, "Lepaskan aku! Biarkan aku pergi! Bahkan jika semua pria di dunia ini mati, aku tetap tidak akan jatuh cinta padamu. Lepaskan aku, jangan sentuh ekorku!"

"Tuan Julian, Tuan Julian?"

Julian tiba-tiba terbangun. Begitu dia membuka matanya, wajah kecil dengan air mata berlinang itu berubah menjadi wajah besar Zayn yang berjarak sangat dekat dengannya.

"Tuan Julian, ada apa? Anda menangis?"

Meskipun Julian sudah bangun, tapi suasana hatinya masih belum pulih dari mimpinya. Mendengar kata-kata Zayn, dia tanpa sadar mengangkat tangan dan menyentuh sudut matanya. Tak ia sangka, ada cairan lembab yang membasahi jarinya, 'Apa ini adalah air mata dari putri duyung kecil dalam mimpiku?'

"Tuan Julian, Anda bermimpi apa? Anda… menangis dalam mimpi Anda!" Zayn meragukan penglihatannya.

Dia mengira dirinya tengah berhalusinasi saat melihat Julian yang tidur di hadapannya meneteskan air mata dari sudut matanya. Kalau tidak, Zayn tidak akan berani membangunkan Julian dari mimpinya.

"Tuan Julian, apa Anda baik-baik saja?"

Julian beranjak duduk dari sofa, dia begitu tenang dan memasang wajah tanpa ekspresi untuk waktu yang lama, lalu bangkit menuju kamar mandi sambil berkata dengan malas, "Mungkin trakoma. Atur janji dengan dokter mata saat kamu senggang."

Setelah masuk kamar mandi, ia langsung menutup pintu dan berdiri di depan kaca wastafel. Wajah tampan Julian tampak sedikit murung.

Dia berdiri di depan cermin, menahan rasa sakit di hatinya, lalu bertanya entah pada siapa, "Bahkan jika semua pria di dunia ini sudah mati, bukankah dia tidak akan jatuh cinta padaku? Lalu, Sintia Yazid, kenapa kamu datang menggangguku?"

'Aku tidak mau….'

'Membuatmu menangis lagi.'

'Aku tidak mau…..'

'Tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghiburmu.'

'Aku tidak mau…..'

'Hati yang sudah susah payah aku kendalikan…. kembali tergoda lagi.'