webnovel

BAB 9: Di Gang Pasar

"Aw!" Diana terjatuh ke atas tanah dengan bunyi keras. Tas kain berisi bahan-bahan masakan yang dia jinjing ikut jatuh ke tanah, membuat sebagian bahan yang telah dia beli terinjak orang yang lalu-lalang sedangkan sisanya menggelinding ke bawah rok-rok pengunjung pasar.

"Maaf." Lelaki yang menabrak Diana tidak berniat untuk membantunya. Malahan, lelaki itu sudah mengambil ancang-ancang untuk kabur saat terdengar seruan pengawal kerajaan di belakang mereka. "Aku sangat meminta maaf karena telah merusak barangmu, tapi aku harus pergi sekarang," katanya sambil melirik ke balik punggung, memastikan jarak pengawal kerajaan dengannya cukup jauh.

Dengan kakinya yang panjang, lelaki itu melanjutkan larinya. Namun, Diana menolak untuk membiarkan lelaki itu pergi sampai dia bertanggung jawab terhadap bahan-bahan yang telah dibeli. "Hei!" teriak Diana sambil mengejar lelaki itu. "Kau harus menggantinya! Keluargaku jatuh miskin, aku tidak bisa membiarkanmu kabur begitu saja!"

Lelaki itu mengabaikan Diana. Dia membelah pasar yang ramai sambil sesekali menerima sumpah serapah penjual. Lalu, dia melesat ke gang-gang kecil, bertemu pengemis-pengemis menyedihkan yang meminta uang, dan terus berlari kencang.

"Hei!" Diana kembali berteriak.

Lelaki itu sepertinya menyadari kehadiran Diana karena kemudian dia memelankan kaki. "Kau …!" tunjuknya. "Kau adalah perempuan gila yang ingin menenggelamkan diri di danau!"

"Aku tidak gila!" Dengan sisa-sisa napasnya, Diana berseru kencang. Diana memanfaatkan momen ini untuk mempercepat lari dan menangkap ujung jubah lelaki itu. "Kena! Berhenti sekarang juga!"

Di kejauhan terdengar suara langkah kaki khas pengawal kerajaan.

"Arrgh!" Lelaki di depan Diana berusaha melepaskan diri dari perempuan itu. "Lepaskan aku," katanya dengan napas terengah-engah.

"Aku akan melepaskanmu kalau kau bertanggung jawab."

"Tas belanjaanmu? Dengar, Nona Muda. Aku sedang dalam misi penting. Aku harus pergi sekarang juga atau mereka akan menangkapku."

Diana tersenyum mengejek. "Pfft. Memangnya kau apa? Kriminal?"

Mata lelaki itu melihat ke mana pun kecuali wajah Diana.

"Kau benar-benar kriminal?" Dian bersedekap. "Pengawal! Aku menemukan kriminal! Di sini–" Mulut Diana tertutup rapat oleh tangan besar dan hangat milik lelaki itu.

"Aku bukan kriminal, pencuri, atau apa pun. Tapi, kalau kau membocorkan lokasiku pada mereka aku benar-benar akan bertindak seperti kriminal."

Diana mencoba melepaskan tangan itu, tapi lelaki itu terlalu kuat. "Hhhepaskhaan akkhuu!"

Suara pengawal kerajaan semakin dekat. Pandangan lelaki itu terarah pada sumber suara yang semakin dekat, mungkin hanya dalam jarak beberapa langkah. "Sial!" Dia mengeluarkan sumpah serapah. Lelaki itu menatap Diana dengan bimbang, lalu menariknya ke dalam bayang-bayang bangunan dan berkata, "Aku sudah membantumu kemarin malam, jadi sekarang kau harus membalas budi." Lalu, tanpa basa-basi lelaki itu mendekatkan wajah mereka hingga nyaris berciuman.

Diana terkejut dengan jarak sempit mereka hingga dia bisa mencium wangi citrus dari tubuh lelaki di depannya. "Kau–" Diana mencoba menjauhkan dirinya dari lelaki itu, tapi lelaki itu malah memeluk pinggangnya dan memaksa Diana untuk bertumpu di badannya.

Terdengar suara pengawal kerajaan di belakang Diana.

"Apakah itu lelaki tadi?" Salah satu pengawal bertanya sambil mencoba memperhatikan Diana dan lelaki itu di bawah bayangan bangunan.

"Aku tidak yakin …." Suara lainnya terdengar.

"Ugh, menjijikkan! Kenapa rakyat jelata senang berciuman di gang sempit? Memangnya mereka tidak bisa menyewa penginapan?"

"Sebaiknya kita pergi sekarang." Suara yang lebih tenang terdengar. "Jangan sampai kita kehilangan dia. Cepat, semua berpencar!"

Setelah mendapatkan perintah, para pengawal kerajaan pergi meninggalkan Diana. Rasa terkejut Diana mulai menyusut sehingga mengembalikan akal sehatnya. "Apa-apaan kau?!" jerit Diana sambil mendorong lelaki di depannya. "Kau memelukku begitu saja?! Dasar kurang ajar!" Dengan penuh tenaga, Diana memukul perut six packs lelaki itu. Dan, seperti dugaan, lelaki itu bergeming.

"Mereka sudah pergi?" tanya lelaki itu sambil mengintip pengawal kerajaan yang telah berpencar. "Syukurlah. Aku bisa selamat dari–BUK!"

Diana berhasil meninju rahang lelaki itu. "Apa yang kau lakukan, hah?!" geramnya.

Lelaki itu mengusap wajahnya. Namun, dia sama sekali tidak terlihat marah setelah dipukul Diana. "Aku pantas mendapatkan itu," ucapnya. "Setelah kepalaku jernih, bantuan yang kuberikan kemarin dan hari ini sangat berbeda. Aku tahu aku telah menodaimu."

Mulut Diana menganga. "Menodai apa?" tanyanya frustrasi.

"Aku telah memeluk tubuh seorang perempuan," balas lelaki itu sambil mengangkat bahu. "Kau ingin memukulku lagi? Atau kau ingin mengajakku berduel, meminta uang, atau yang lain?"

"Untuk apa aku mengajakmu berduel?" Diana mengernyit.

"Karena aku telah memelukmu, jadi kau bisa mengajakku berkelahi–"

"Jangan konyol," sela Diana. "Itu hanya pelukan." Diana melihat tatapan aneh lelaki itu. "Baiklah, aku memang terkejut karena kau memelukku tiba-tiba. Dan, kau memang kurang aja. Apa lagi …," Diana menunjuk tubuh lelaki itu dari atas hingga bawah, "kau memiliki badan yang bagus sampai aku sempat terdistraksi."

Lelaki itu membelalakkan mata. "Hanya pelukan?"

"Iya. Memangnya ada apa?"

"Kau berasal dari mana? Kau pasti bukan dari kerajaan ini."

'Oh, astaga.' Diana menggigit bibir bagian dalam. Apakah dia baru saja membocorkan rahasia kalau dirinya tidak berasal dari dunia dongeng? "Memangnya kenapa? Ada apa?" tanya Diana sok polos.

"Di sini, pelukan antara perempuan dan laki-laki sangat dilarang. Bahkan jika kita berbicara seperti ini, kita harus ditemani oleh seorang pendamping …." Lelaki itu terdiam lalu menggeleng. "Maaf, aturan itu hanya berlaku untuk bangsawan. Rakyat biasa tidak memiliki aturan seketat itu."

Hei! Diana merasa tersinggung mendengarnya. Apakah penampilan Diana sangat tidak mencerminkan keluarga bangsawan? Padahal, menurut Diana gaun merah norak yang dia pakai sudah cukup mahal. Gaun ini memiliki bahan yang cukup lembut dengan banyak hiasan-hiasan mencolok. Jika dibandingkan dengan pakaian pengunjung pasar lain, gaun Diana jelas terlihat lebih mahal.

"Jadi, kau yakin tidak ingin meminta pertanggungjawaban padaku karena aku telah memelukmu?" ulang lelaki itu.

Well, di dunia Diana hal seperti itu bukan sesuatu yang perlu diributkan sampai memerlukan tantangan berduel. Tapi, tetap saja memeluk dan mendekatkan wajah seperti itu dianggap tidak sopan. "Aku ingin kau memberikanku uang untuk mengganti bahan-bahan masakan yang kau jatuhkan tadi," kata Diana akhirnya.

Lelaki itu mengangguk. Dia mengeluarkan uang dari saku celana dan memberikan semuanya kepada perempuan itu. "Kau bisa menyimpan semuanya."

Diana tersenyum lebar. "Lalu, aku punya permintaan lain."

"Baiklah, aku siap mendengarkan."

"Aku ingin kau memberi tahu namamu."

Lelaki itu terdiam cukup lama. "Kenapa kau membutuhkan namaku?"

Diana mengangkat bahu acuh tak acuh. "Untuk menjamin kau bukan kriminal."

Leon menghela napas panjang. "Baiklah. Aku Leon Dunphy. Agar kau yakin aku bukan kriminal, ini. Silakan lihat identitasku." Leon mengeluarkan kartu yang terbuat dari kayu. Di kartu itu terukuir nama dan pekerjaannya.

Leon Trucket. Pedagang.

"Cukup meyakinkan," gumam Diana.

"Sekarang, bagaimana dengan namamu?" Leon balas bertanya.

"Namaku Diana Dunphy," jawab Diana.

"Tunggu," kedua mata Leon membesar, "kau bilang namamu Dunphy? Kau anak dari Tuan Dunphy?"

Diana mengernyit. "Bukan. Aku adalah anak tirinya, tapi ya, secara tidak langsung kami adalah keluarga."

Tangan Leon mencengkeran pergelangan tangan Diana. "Kalau kau keluarga Dunphy, maaf, aku tidak bisa membiarkanmu pergi."

Diana tercengang. Apa-apaan ini?!