webnovel

Aku dan Mertuaku

Dalam pikirku tidak pernah terbesit akan mertuaku yang meminta hal yang tidak mungkin aku berikan, sosok sempurna sebagai mertua nyatanya jauh dari semestinya.

Namaku Wina, keputusan untuk mengontrak rumah ketika menikah dengan mas Toto adalah keputusan yang paling tepat. Hanya saja tinggal di kota besar membuat kami kelabakan untuk membayar biaya tiap bulannya.

Akhirnya aku menuruti mas Toto untuk tinggal dirumahnya, tentunya bersama ayah mertuaku yang sudah menjadi duda ditinggal mati selama 1 tahun lamanya.

Ayah mertuaku bukan orang yang alim, bukan juga orang yang brutal. Dia terlihat kalem dan baik seperti mertua pada umumnya. Satu hal yang membuat cukup menggangu untukku adalah kebiasaannya yang selalu memakai celana pendek dan tanpa baju sama sekali selama seharian penuh.

Perut buncit dan bulu pada dada dan ketiaknya cukup membuat aku risih, bau keringat kalau dipagi hari sering membuat aku mual juga.

"Mas, kamu capek gak?"

Mas Toto yang baru pulang kerja pada jam 11 malam nampak tahu kalau aku lagi pingin sesuatu.

"Hmm.. kamu mau ya sayang?"

Aku menganggukkan kepalaku dan tersenyum menggoda suamiku.

"Mas ke air dulu ya, gak enak keringatan begini."

Aku keburu gak kuat dan langsung aku peluk mas Toto, aku buka kemeja yang dia pakai dan aroma keringat dari arah ketiak membuat aku semakin terangsang.

"Kamu kenapa sayang? Kamu gak tahan?"

Tak banyak aku jawab pertanyaan dari mas Toto, bibirnya aku lumat penuh nafsu. Jujur saja aku sangat bergairah malam itu, bahkan hal yang jarang sekali aku lakukan yaitu menjilati penis mas Toto aku lakukan juga.

Entah kenapa aroma pesing dari celana dalam mas Toto semakin membuat aku mabuk kepayang, aku tahu kalau mas Toto jarang mencuci kemaluannya kalau kencing. Jadi aroma celana dalamnya sudah pasti bau pesing, tapi kali ini aku sangat tidak peduli dan penis berurat milik mas Toto aku masukkan ke dalam mulutku.

"Ouhh"

Mas Toto melenguh menahan kenikmatan yang sedang aku berikan, aku merasakan kalau mas Toto sudah tidak nyaman dan tiba-tiba saja aku merasakan adanya semburan hangat pada rongga mulutku.

Bau anyir terasa pekat tak kala aku mengeluarkan penis mas Toto dari dari dalam mulutku.

"Apa ini mas?"

Belum juga 5 menit, mas Toto sudah berejakulasi dan gilanya dia langsung tertidur karena lelah. Gatal rasanya vaginaku, tapi aku tidak bisa memaksakan kehendak karena mas Toto bekerja sebagai buruh pabrik pasti capek dalam kerjanya.

Pagi harinya mas Toto masih tertidur, dia biasa bangun jam 10 pagi. Aku sudah tidak banyak komplain akan kebiasaannya, lagian kami belum punya anak juga. Bagimu mengerjakan pekerjaan rumah tangga sudah menjadi hal biasa, jadi gak terlalu harus memaksa mas Toto untuk ikutan membantu setiap harinya.

"Win, Wina?"

Aku kaget ketika aku sedang mencuci pakaian terdengar suara memanggil namaku.

"Iya pak, ada apa?"

"Bapak boleh minta kopi atau teh manis."

Aku melihat tubuhnya penuh keringat karena sudah menjadi hal lumrah setiap pagi pasti olahraga di depan rumah.

"Teh manis saja ya pak, kopi gak baik. Kan bapak baru beres olahraga."

"Iya Win."

Saya aku membuatkan kopi untuk ayah mertuaku, tiba-tiba aku merasakan pelukan dari arah belakang.

"Mas, ngapain peluk-peluk nanti dilihat bapak lho."

Aku tersadar kalau ini baru jam 8 pagi dan mas Toto belum bangun dari tidurnya, lantas aku balikan badan dan terkejutnya aku karena saat ini ayah mertuaku sedang memeluk tubuhku.

"Bapak? Bapak ngapain pak?"

"Win, bapak minta maaf. Bapak gak tahan sama kamu Win."

"Gak pak, saya gak mau. Jauhi saya atau saya teriak."

"Iya Win, maafkan bapak."

Aku pikir ayah mertuaku akan nekad dan memerkosa aku, tapi nyatanya dia pergi dengan perasaan penuh rasa bersalah. Aku mengehela nafas karena hampir saja aku menjadi korban ayah mertuaku.

Malam harinya sekitar jam 7 malam aku menonton tv di rumah tengah, sampai aku dikejutkan dengan ayah mertuaku yang datang membawa segelas kopi.

Dia masih saja memakai celana pendek saja dan tanpa memakai atasan, wajahnya nampak masih merasa berdosa kepadaku akan kelakuannya tadi pagi.

Rupanya aku salah sangka, karena dalam hitungan detik dia mencoba melakukan hal yang lebih kepadaku, tubuhnya mendidih aku dan mencoba memperkosaku.

"Jangan pak! Jangan!"

Ayah mertuaku masih sadar dan dia  duduk di sampingku, wajahnya nampak begitu menyesal.

"Bapak kenapa?"

"Maafkan bapak Win, bapak gak bisa ngontrol pikiran bapak."

"Wina takut pak."

"Maafkan bapak Win, sudah lama bapak gak merasakan tubuh seorang wanita."

"Tapi kenapa harus Wina, pak!"

"Maafkan bapak!"

Ayah mertuaku lantas pamit dan bodohnya aku sampai mengatakan hal yang seharusnya tidak boleh aku katakan.

"Anggap saja Wina sebagai menantu sekaligus ibu dari mas Toto."

Bapak mertuaku melongo dengan perkataanku, aku tidak tahu apa dia mengerti atau berpikiran lain-lain.

"Maksudnya Win? Bapak boleh minta sesuatu?"

Aku terdiam dan tiba-tiba dia mendekatiku lalu mendekatkan wajahnya dengan wajahku.

"Bapak mau apa?"

"Tadi kata kamu bapak boleh melakukannya?"

"Cium aja ya pak, kalau yang lain Wina gak bisa pak."

Dia menghela nafas panjang.

"Plukk."

Aku kaget karena tiba-tiba saja dia mencium bibirku penuh nafsu, bahkan lidahnya terus memaksa aku untuk membuka lebih jauh mulutku.

"Pak?" Aku lepaskan ciumannya.

"Kenapa Win, bukannya boleh boleh nyium kamu?"

"Ta..tapi gak gini pak."

Belum lanjut bicara dia kembali mencium bibirku bahkan kali ini dia berhasil memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, hal itu membuat aku berpagut lidah dan saling mengalirkan air ludah secara terus menerus.

"Udah pak."

Aku pikir ini akan terlalu bahaya, karena jujur saja ketika berciuman dengan ayah mertuaku bagian vaginaku sudah basah.

"Ya udah Win, tapi kalau besok minta lagi boleh ya."

Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai tanda setuju.

Jam 11 malam mas Toto baru pulang kerja, aroma keringat tubuhnya membangunkan aku yang sudah tertidur.

"Baru pulang mas?"

"Iya, kamu tidur aja lagi. Mas mau makan dulu."

Aku mengiyakan dan tidak tahu kapan mas Toto kembali ke kamar, hanya saja ketika aku terbangun pada pagi hari sudah terdapat dirinya di sampingku dengan memakai kaos singlet saja. Sudah jadi kebiasaan untukku aku cium aroma ketiaknya di pagi hari, apalagi ketiak bagian kiri bau asamnya buat aku bergairah.

"Mas, aku mau ya?"

Kali ini aku pegang kendali, karena mas Toto dalam posisi terlentang maka aku bisa dalam posisi duduk.

Aku dengan yakinnya akan mengalami orgasme dalam posisi ini, karena setahuku wanita akan lebih cepat orgasme dengan posisi diatas.

Aku hirup aroma penisnya, aroma pesing sudah menjadi hal yang harus aku dapatkan ketika menjilati batang kemaluannya. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya berdiri, saat itu juga aku buka celana dalamku dan langsung menempatkan penis mas Toto untuk masuk ke dalam lubang vaginaku.

"Ouuhh"

Aku dan mas Toto sama-sama melenguh ketika alat kelamin kami bersatu.

"Ahh.. ini mulai enak mas."

"Iya Win."

Aku goyang tubuhnya dengan pinggulku yang memberi sensasi kenikmatan, aku remas kedua payudaraku yang sudah mengeras.

Saat tiba-tiba aku merasakan semakin nikmat hubungan badan yang sedang kami lakukan, aku merasakan kalau penis mas Toto loyo dengan sendirinya.

"Kenapa mas?"

"Mas udah keluar Win."

"Kapan mas?"

"Barusan."

Aku masih menggoyangkan tubuhku guna mendapatkan orgasme, tapi apalah dayaku. Mas Toto langsung tertidur pulas meninggalkan aku yang belum orgasme.

Kesal rasanya, aku keluar kamar dan membuat teh. Tiba-tiba saja aku rasakan hembusan nafas pada leherku dan itu adalah ayah mertuaku.

"Bapak?"

Tanpa aba-aba dia mencium bibirku penuh nafsu, kali ini aku tidak terlalu menolak karena jujur saja aku ingin orgasme. Lidah kami saling bertukar air liur, sampai tanpa sadar ada jemari tangan yang menyentuh bibir vaginaku yang masih belum memakai celana dalam.

"Kamu lagi pingin banget Win?

Malu rasanya untuk mengakui kalau aku sedang terangsang hebat akibat gagal orgasme, tapi ini adalah kesalahan karena ayah mertuaku bukan orang yang berhak untuk melakukannya.

"Maaf Win, bapak cuma bisa cium kamu saja. Kecuali kamu mengizinkannya."

Hatiku berkecamuk antara menuntaskan birahiku atau menolak apa yang akan terjadi karena ini adalah sebuah kesalahan.

"Gimana Win?"

Aku menarik tangan ayah mertuaku dan mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku, aku rasakan hembusan nafasnya begitu dekat. Dia tersenyum sebagai tanda untuk melanjutkan ke jenjang lebih jauh.

"Plokk"

Aku rasakan lumayan bibirnya begitu rakus kepada bibirku, air liurnya semakin menambah aku bernafsu.

"Win, kamu mau melakukannya dengan bapak?"

Aku tidak menjawab, hanya saja ketika aku dibawa ke kamarnya, aku sama sekali tidak menolak dan lebih cendrung ingin menikmatinya.

Tubuhku ditindih begitu nafsu oleh ayah mertuaku, bibirnya tidak berhenti mencumbu bagian leher dan dadaku.

Aku cium keringat dan aroma tubuh ayah mertuaku ketika dia membuka kaos yang dia pakai. Bulu ketiaknya begitu lebat, aku pastikan kalau rasanya pasti lebih asam dibandingkan milik suamiku.

Benar saja tak kala lidahku menjilati ketiaknya yang berkeringat, aku rasakan rasa asam yang semakin membuat aku bergairah. Itu terbukti dengan banjirnya vaginaku.

Tanpa sadar aku dan ayah mertuaku kini sudah telanjang bulat, aku menelan ludah karena ini kali pertama aku bertelanjang bulat di depan yang bukan suamiku.

Dari gerakan ayah mertuaku, aku tahu kalau dia akan menjilati vaginaku. Maka aku siapkan diriku karena bagiku jilatan pada area vagina sangat merangsang.

Aku bengong karena tiba-tiba saja ayah mertuaku memakai kembali pakaiannya.

"Kenapa pak?"

"Melihat sisa lelehan sperma yang keluar dari vagina kamu, bapak jadi ingat anak bapak. Masa iya bapak harus menghamili kamu."

Gilanya aku malah menggoda seolah-olah merendahkan diriku sendiri.

"Kalau sekali gak bakalan hamil juga mungkin pak, lagian mas Toto saja sudah sering ginian sama Wina. Tapi Wina belum juga hamil."

Entahlah aku bisa berkata seperti itu, apa mungkin karena kami sudah sama-sama bugil, karena aku menahan bapak yang hendak memakai pakaiannya. Atau aku yang ingin sekali orgasme.

"Sampai sini saja Win."

Aku lahap penisnya dan otomatis membuat ayah mertuaku langsung tidur terlentang.

"Ahh..ahhh"

Aku mendengar erangannya, dia terlihat sangat menikmati jilatan pada penisnya. Hingga aku dikagetkan dengan dirinya yang memaksa aku untuk menempatkan lubang vaginaku tepat pada wajahnya.

Aku kaget karena ayah mertuaku menjilati vaginaku yang sedikitnya masih mengeluarkan cairan sperma milik mas Toto.

"Bapak sudah gak peduli, bapak pingin kita sama-sama puas."

Mendengar ucapan dari ayah mertuaku, lantas membuat aku semakin semangat saja untuk mengulum penisnya.

Akhirnya inilah yamg ditunggu-tunggu, aku mulai jongkok dan mengarahkan batang penis ayah mertuaku untuk masuk ke dalam lubang vaginaku.

"Ahh...."

Aku mendesah panjang karena penis milik ayah mertuaku cukup gemuk dan membuat di dinding vaginaku menyesuaikan diri.

"Punya bapak gede, ahh"

Ucapanku terhenti karena ayah mertuaku mulai menggoyang kendati berada dibawah.

Aku mulai menggoyang tubuhku guna saling menikmati persetubuhan terlarang ini, keringat kami sudah mengucur deras dan membasahi sekujur tubuh kami berdua.

"Gagahnya ayah mertuaku." Batinku.

Aku menahan nikmat yang sedang terjadi pada arena vaginaku, akhirnya aku akan orgasme.

"Pak, Wina mau keluar."

"Bapak juga Win, ini sudah di ujung!"

"Ahh...ahh..."

Kamu mendesah dan mengerang penuh kenikmatan, hangatnya sperma ayah mertuaku aku biarkan bersarang pada vaginaku yang terbuka dan dapat dilihat langsung pada arah pintu kamar ayah mertuaku.

"Kamu menikmatinya Win?"

"Iya, enak banget. Baru kali ini Wina bisa orgasme, terus ada sperma masuk. Mungkin Wina bakalan hamil anak bapak."

"Bapak juga kayanya siap buat jadi bapak dari anak kita Win."

Saat itu aku kaget bukan main karena aku mendengar suara tangis dari arah pintu.

"Mas Toto?"

Aku lihat mas Toto menangis melihat apa yang sudah kami lakukan, aku tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu penis ayah mertuaku masih di dalam vaginaku.

Hanya saja aku buru-buru mengambil selimut untuk menutupi tubuhku.

"Buat apa ditutup? Dari tadi aku melihat semuanya. Win, kita cerai."

Terasa mimpi disiang bolong, dalam waktu singkat aku diceraikan oleh suami sahku. Kini aku harus siap menjadi janda, walaupun aku tahu kalau ayah mertuaku bakalan menjadi suamiku kelak. Lagi pula aku tidak terlalu khawatir akan biaya aku kedepannya, karena setahuku ayah mertuaku memiliki dana pensiun.

TAMAT.