Kanza dan Putri sedang ada di ruang tivi kost mereka saat tiba-tiba terdengar pintu utama kost di ketuk.
"Itu pasti pesenan makanannya udah nyampe!" Putri yang sejak tadi sibuk main hp, sontak berteriak antusias, ia pun segera bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu utama penuh semangat.
Kanza menatapnya sekilas, heran, setelahnya kembali menatap layar laptop yang ada di hadapannya.
Pintu mulai terbuka, tampak seorang cowok memakai seragam warna hijau menenteng kantong kresek di salah satu tangannya.
"Sama mbak Kanza, ya?" ucapnya memastikan.
Putri menoleh ke belakang sebentar, ke arah Kanza yang sedang duduk memunggunginya. Kemudian kembali menoleh ke sang kurir sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ini ada paket makanan buat mbak, dari mas Gio." Sang kurir menyerahkan bingkisan yang di balut kresek putih itu.
"Ya... Saya terima, ya. Makasih, mas." ucap Putri seraya tersenyum. Namun tak di sangka sang kurir malah menatap curiga pada Putri yang bertingkah sedikit aneh.
"Ya... Mas, makasih." Lanjut Putri yang sedikit kesal karena sang kurir masih menatapnya dan tak kunjung pergi.
Sang kurir malah bengong seperti sapi ompong. Ekspresinya terlihat menyebalkan.
Putri menghela nafas jengah, kemudian matanya seolah menemukan ide. Ia pun segera merogoh saku celananya dan menemukan selembar uang pecahan 10 ribu, lalu buru-buru di berikan pada sang kurir.
"Nih... Buat mas-nya. Makasih, ya?" Putri meyerahkan lembaran uang tersebut dengan senyum paksa.
Barulah setelahnya sang kurir melebarkan senyumnya dengan menampilkan deretan giginya yang tak beraturan. "Nah gini dong, mbak. Pengertian." Putri sedikit bergidik ngeri saat menatap sang kurir. Apalagi setelah sang kurir berlagak sok kegantengan dan mengerlingkan sebelah matanya. Seketika perut Putri terasa mual dan ingin muntah saat itu juga. Karena tidak tahan, Putri buru-buru menutup pintu utama kembali setelah sang kurir pamit berlalu. Sejenak gadis itu masih berdiri bersandar di daun pintu sembari mengurut dadanya, menghembuskan napas lega.
"Serem banget." Gumanya sembari bergidik ngeri. Detik berikutnya kembali melangkah ke ruang tivi menemui Kanza.
Putri datang dengan wajah riang dan meletakkan makanannya di atas meja.
"Ucapin makasih dulu ah, hehe." Ia sudah bersiap mengetikkan sesuatu di layar hp-nya.
Kanza yang dari tadi cuek kini menatap teman satu kost-nya itu dengan tatapan bingung.
"Lo pesen makanan?" Tanya Kanza sambil berusaha membuka bungkus makanan di atas meja.
Putri dengan malu-malu menjawab. "Hehe... Sebenernya ini dari Gio."
Mata Kanza sontak melotot tak percaya. "Gercep banget lo, gila... Si Gio langsung bisa bucin gini sama lo." Mata Kanza memicing menyelidik, "jangan-jangan pake pelet lo, ya?"
Putri balik melotot tak terima. "Sembarangan aja nih mulut kalo ngomong." Putri memalingkan muka ke arah lain sembari mengibaskan rambut sebahunya ke kanan dan ke kiri, "ya... Masa cantik-cantik gini harus pake pelet, ya, enggak mungkin lah." ujarnya penuh percaya diri.
Kanza mengangkat alisnya ragu. "Gue tahu banget si Gio, dia itu enggak suka tipe cewek agresif kayak lo gitu."
Putri terdiam sejenak, lalu memperhatikan Kanza sebelum akhirnya ia berkata jujur. "Sebenernya, gue lagi modus aja, minta anterin makanannya atas nama lo gitu. Gue bilang ke dia, kalo lo lagi pingin makan martabak, eh nggak tahunya langsung di pesenin beneran. Hehe...." jelasnya dengan wajah tanpa dosa.
Jelas Kanza tak bisa menyembunyikan wajah keterkejutannya. "Astaga... Putri...." Menggeleng-geleng kan kepalanya heran.
"Ya... Abisnya mau gimana lagi, kan gue usaha biar ada bahan obrolan aja sama dia." Timpal Putri membela diri.
"Ya... Enggak harus bawa-bawa nama gue juga kali." Mendengus kesal.
"Sorry..." Putri menangkupkan kedua tangannya di depan dada. "Kan gue juga udah bantuin lo buat deket sama Rega, untung aja kan pas banget atasan gue lagi nyari EO buat acara kantor. Iya, kan? Jadi kita punya alasan buat dateng kesana. Ke kantor si cowok playboy itu."
"Oh... Jadi lo pamrih ceritanya?" Protes Kanza.
"Ya... Bukan gitu, kan perjanjian awalnya gitu, gue bantuin lo deket sama Rega, lo bantuin gue deket sama Gio. Udah kan impas." Putri tersenyum puas.
Menghela nafas pasrah. "Iya deh iya, tapi besok-besok jangan gini lagi. Malu gue sama Gio tau."
"Iya... Iya, daripada debat terus mending kita makan." keduanya saling melirik seolah sudah salin tahu isi pikiran masing-masing, lalu setelahnya tawa mereka pecah, mereka mulai mencomot makanan yang ada di hadapan mereka dengan tawa yang masih berderai.
"Enak juga, ya." ujar Putri dengan mulut penuh.
"Enaklah, apalagi gratisan." imbuh Kanza dan hanya di balasi tawa cekikikan dari Putri.
Tling Tling....
Kanza yang sedang sibuk mengunyah, segera menghentikan aktifitasnya sejenak, dan segera mengambil ponselnya yang terletak di sisi laptopnya. Buru-buru ia menilik layar ponselnya, terdapat satu notifikasi pesan WA di sana.
"Dari siapa?" Tanya Putri penasaran dengan mulut yang belum berhenti juga mengunyah.
"Dari Rega."
"Serius, ngomong apa dia?" Putri mendadak antusias.
"Katanya dia mau ngajak kita meeting sekalian makan siang di restorant deket kantor dia besok."
Bibir bawah Putri mencebik "Hem... Palingan tuh buaya lagi modus, harusnya dia kan hubungin gue, gue kan yang ada kerjaan sama dia. Eh... Ini malah hubungin lo."
"Kenapa? Lo enggak rela? Kalo lo mau juga sama nih buaya ambil aja." Ejek Kanza cuek.
"Cie... cemburu, ya? Eh... Mana gue mau sama buaya, gue sukanya cuma sama pangeran Gio seorang." Kanza gantian mencebikkan bibir bawahnya.
"Enggak, maksud gue, kalo dia hubungin lo ,bearti lo berhasil, bearti dia punya ketertarikan sama lo."
"Ya... deh, yang sesama buaya, paham bener." Kanza malah menimpali dengan candaan.
"Parah nih anak, udah gue bantuin malah ngatain gue buaya. Tau enggak sih, faktanya, buaya itu adalah hewan yang paling setia. Mereka cuma punya satu pasangan seumur hidup mereka. Enggak tau kan lo."
"Oke deh lo emang setia, bearti itu tandanya apa?"
"Bu..a..ya..." Putri menjawab ragu-ragu. "Sialan, lo mau jebak gue?!"
Kanza tak tahan untuk tidak tertawa. "Bukan gue yang ngomong, yach." sedangkan wajah Putri hanya bisa manyun.
***
Ini adalah hari ke-2 misi Kanza.
Kanza dan Putri tampak mengintip Rega dari kejauhan. Pria itu terlihat sudah duduk di salah satu meja di dalam restorant.
"Ngapain sih kita ngintip dia dari sini. Bukannya langsung kesana aja. Kasian kan kalo dia nunggu lama." Ucap Kanza yang masih bersembunyi di balik sebuah tiang besar bersama Putri.
"Udah deh, jangan mulai naifnya, ngapain lo harus kasihan sama buaya kayak gitu." Kanza menatap Putri tak mengerti.
"Jadi cewek Jangan terlalu lugu. Cowok buaya mah emang gitu, suka gencar pas lagi PDKT. Tapi pas setelah dia udah dapet yang dia mau. Pas dia udah enggak penasaran lagi. Dia juga bakal cepet bosen. Jadi lo harus punya kesan, kalo lo enggak ngarepin dia. lo harus bikin dia penasaran. Lo harus jadi cewek yang ramah, terbuka, tapi sekaligus misterius secara bersamaan." Kanza mengangguk-anggukkan kepalanya meskipun belum sepenuhnya mengerti perkataan temannya itu. "Jadi yaudah enggak apa-apa kalo kita emang telat dikit." Jelas Putri lagi dan Kanza hanya diam menurut.
Kanza melirik ke arah Rega lagi. Pria itu sudah tampak gelisah, sesekali cowok itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, setelahnya pandangannya mengedar.
Putri buru-buru menarik kepala Kanza agar terhindar dari pandangan Rega. "Hampir aja kita ketahuan." Mengurut dada lega.
Dahi Kanza mengernyit, "sumpah gue nggak enak sama Rega."
"Udah, biarin aja, kita tunggu 10 menit lagi." Jawab Putri cuek.
"Oke..." lirih Kanza tak yakin, ia tak punya pilihan lain selain mengangguk pasrah, bagaimanapun Putri lebih berpengalaman dan ia hanya bisa menurut.
Mata Kanza tanpa sengaja menatap ke arah pintu kaca utama restorant. Terlihat sosok cowok familiar yang selama ini berusaha di hindarinya. Mata Kanza sontak melotot tak percaya, ia seolah tak bisa menyembunyikan rasa paniknya. Sedangkan cowok itu berjalan semakin mendekat ke arahnya.
"Duuuhh... ngapain sih tuh orang di disini." gumam Kanza sembari berusaha menyembunyikan wajahnya di balik tas selempangnya.
Putri menatap Kanza heran. "Lo kenapa kayak cacing kepanasan gitu?"
"Ada kadal." jawab Kanza asal.
Putri memasang ekspresi bingung. "Hah... Kadal? Mana?" Kemudian matanya celingukan menyapu sekitar.
"Itu dia lagi jalan kemari, duh gimana dong!" Kanza menunjuk ke arah pintu utama.
"Oh... Itu pasti mantan lo yang lo ceritain itu ya?" Kanza mengangguk-anggukan kepalanya.
"Males gue ketemu dia lagi."
"Udahlah cuek aja napah."
"Dia itu Syco, ngejar-ngejar gue mulu."
Saat keduanya sedang asik berdebat kecil, tiba-tiba sesosok cowok sudah berdiri menjulang di hadapan mereka.
"Kalian udah dateng rupanya?"
Mata Kanza dan Putri sontak menatap kaget ke asal suara. Ternyata Rega sudah ada di antara mereka. Dan di saat yang bersamaan...
"Kanza..." terdengar suara cowok satu lagi memanggil dari arah lain.
Kanza menoleh ke arah cowok itu yang ternyata Dean. Ia semakin tak bisa menyembunyikan rasa keterjutannya dan kepanikannya. Kanza dan Putri saling menatap sejenak bingung, kemudian mata mereka menatap lagi ke arah Dean yang kini mendekat ke arah mereka.
"Hai... Kamu apa kabar? Kenapa kamu enggak pernah angkat telepon dari aku?" Tanya Dean dengan percaya dirinya. Putri yang masih berdiri di sebelah Kanza terlihat mual dan seperti ingin muntah mendengar perkataan Dean. Sampai-sampai membuatnya ingin muntah.
"Aku tuh kangen banget tahu sama kamu."
Putri kini malah terbatuk-batuk seolah mengejek.
"Dasar mulut buaya." Lirih Putri sembari menatap kesal ke arah Dean.
Sedangkan Kanza masih berdiri canggung, bingung harus mengatakan apa.
"Kayaknya anda salah ngenalin orang, deh, gih... Mending pergi aja." Kanza akhirnya mengeluarkan suara dengan senyum masam.
Wajah Dean berubah sedikit tidak terima. "Aku yakin kamu masih sayang sama aku, kan?" ujarnya lagi-lagi penuh percaya diri.
Kanza mengangkat kedua alisnya jengah. Tidak menyangka jika seorang Dean memang tidak tahu malu. "Kayaknya selain salah ngenalin orang, anda salah minum obat juga deh, sorry... Saya udah punya pacar." Kanza tiba-tiba bergelayut di lengan Rega. Matanya menatap cowok itu sebentar, seolah sedang memberi kode untuk mengikuti saja sandiwaranya.
"Enggak mungkin, pasti lo bukan cowoknya Kanza, kan?" Dean beralih menatap Rega tak terima.
Rega tersenyum penuh arti. "Iya... Anda bener, saya emang bukan cowoknya dia, kok." Rega menoleh ke arah Kanza sebentar, membuat gadis di sampingnya itu lagi-lagi melebarkan matanya yang seolah ingin keluar dari tempatnya. Begitu juga dengan Putri, ia berpikir, pemandangan apa ini? Apakah temannya akan di permalukan oleh cowok ini?
Wajah Kanza berubah merah karena malu, ia menundukkan kepalanya dalam karena tidak tahu harus berbuat apa, ia seolah merutuki ide-nya sendiri yang membuatnya terlihat bodoh dan konyol sekarang. Sedangkan Dean tersenyum penuh kemenangan.
"Tapi saya calon suaminya." Lanjut Rega yang kini berhasil membuat Kanza mengangkat kembali kepalanya. Mata Rega mengerling sebelah memberi kode, Kanza akhirnya bisa tersenyum lega.
Perlahan Rega meraih tangan Kanza yang ada di lengannya, lalu memindahkannya ke telapak tangannya dan menggenggamnya dengan erat.
"Kita serasi, kan?" Ucapnya sengaja memanas-manasi Dean.
Dean tak dapat menyembunyikan rasa keterkejutannya sekaligus rasa kesalnya, mulutnya menganga lebar, tapi ia tidak bisa berbuat banyak. Dan demi menyelamatkan harga dirinya yang terakhir, ia berpura-pura berdeham. "Ehem... Kayaknya saya harus pergi, lagi ada meeting sama client saya. Dah..." berusaha bicara dengan nada setenang mungkin, padahal saat ia mulai membalik badannya memunggungi mereka, wajahnya merah dan masih merasa tidak terima.
"Huh... Enggak ada yang nanyak." Seru Putri sewot saat Dean sudah mulai menghilang di balik pintu keluar.
Sementara itu, Kanza melirik jemarinya yang masih di genggam erat oleh Rega. Seolah tak ingin melepaskannya, dan itu sedikit menimbulkan getaran aneh di dada bagian kiri Kanza.
"Oh... Sorry." Ujar Rega saat ia mulai tersadar, ia juga buru-buru melepas genggaman tangannya.
"Iya... nggak apa-apa, kok." kini keduanya malah terlihat canggung.
"Thank's..." Kanza kembali bersuara demi menghilangkan keheningan yang sesaat terjadi.
"Buat?"
"Karena kamu udah bebasin saya dari situasi tadi."
Rega mengangguk-anggukan kepalanya. "Sebagai ucapan terimakasih, gimana kalo setelah meeting dan makan siang, kamu temani saya jalan-jalan?"
"Apa?"
Putri yang tanggap langsung mengetikkan sesuatu di layar ponselnya dan di tunjukkan ke arah Kanza.
Putri pura-pura menerima Pesan di layar ponselnya. "Kanz... Coba liat deh, Tante Lo WA gue."
Putri menunjukkan layar ponselnya ke arah Kanza.
[Tolak secara halus, bilang aja gimana kalo lain kali, soalnya nanti sore lagi ada acara di rumah sodara.]
Kanza bingung dengan maksud Putri, ia menatap gadis itu sejenak dengan tatapan bertanya, tapi Putri seolah memberi kode agar Kanza menurut saja padanya.
Kanza balik menatap Rega dengan senyum di buat-buat, "maaf, kalo lain kali aja gimana? Soalnya nanti sore lagi ada acara di rumah sodara."
Wajah Rega terlihat sedikit kecewa, "Oke... Enggak apa-apa, next time." meski begitu ia tetap memaksa untuk tersenyum.
Ketiganya kini sudah berada di meja makan restorant. Rega memulai presentasinya, sedangkan Kanza dan Putri mendengarkan dengan seksama. Tanpa di sadari oleh Kanza, mata Rega terus menatap ke arahnya. Saat gadis itu hampir memergokinya, Rega buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah laptop. Detik berrikutnya gantian Kanza yang mengamati Rega secara diam-diam.
"Kalo di lihat-lihat nih cowok emang lumayan juga." gumam Kanza dalam hati dan tanpa sadar membuatnya senyum-senyum sendiri.
Rega yang seolah sadar sedang di tatap, tanpa sengaja menoleh ke arah Kanza. Mata mereka bertemu, saling menatap beberapa detik, sebelum akhirnya Kanza buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain. Kanza mencoba mengatur nafas di karenakan debaran jantungnya yang mulai tak beraturan. Rasanya seperti banyak kupu-kupu berterbangan memenuhi rongga dadanya hingga membuatnya sesak tetapi sekaligus menyenangkan.
"Apa ini? Perasaan apa ini? Jangan sampe gue jatuh cinta beneran sama dia. Enggak boleh." Sekuat tenaga Kanza berusaha meyakinkan dirinya sendiri dalam hati, meski begitu debaran jantungnya malah semakin kencang dan ia harus berpura-pura bersikap tenang. Ia tidak ingin cowok itu menyadari perubahan sikapnya. Ia tak ingin semua rencananya berantakan, terlebih hatinya. Ya... hatinya yang selalu menolak untuk jatuh cinta lagi.
"Kalian beneran nih, enggak mau saya antar?" Tawar Rega.
Kanza menggeleng pelan seraya tersenyum. "Enggak usah, makasih, kita bisa kok naik taxi online aja, kita mau sekalian ke tempat acara sodara saya.Takutnya ngerepotin kamu."
"Ya... Enggak apa-apa, biar sekalian aja saya antar kalian, mumpung saya lagi free." bujuk Rega lagi.
Putri buru-buru menyela pembicaraan. "Enggak perlu repot-repot, pak. Beneran deh, kita bisa kok berangkat sendiri ke sana. Ya... kan, Kanza?" menyikut pelan gadis di sampingnya.
"Hehe iya...." Jawab Kanza sedikit gugup, ia takut jika Rega menyadari kebohongannya.
"Oh...yaudah kalo itu mau kalian, kalo begitu saya enggak akan maksa lagi." ujar Rega sopan. Kemudian segera membuka pintu mobilnya dan duduk di belakang kemudi. Perlahan mulai menyalakan mesin mobil dan hendak melajukan mobilnya.
Kanza dan Putri melambaikan tangan sembari tersenyum. Rega membuka kaca jendela mobilnya dan membalas lambaian tangan mereka.
Kedua gadis itu masih menatapi kepergian mobil Rega hingga menghilang dari pandangan mereka, setelahnya menghembuskan napas lega.
"Untung aja dia enggak maksa buat nganterin, mau kemana kita coba. Sodara gue semuanya di bandung." ucap Putri sembari mengurut dadanya sendiri beberapa kali.
Kanza yang ada di sebelahnya sontak tertawa geli, "Apa lagi gue, sodara yang mana? Semuanya ada di Sumatra." keduanya saling menatap dan akhirnya tertawa geli bersama.
"Yaudah pulang aja yuk ke kost'an. Buat siapain strategi lagi buat besok." Kanza seolah ingin menyudahi kegilaan mereka hari ini.
"Oke...tapi mampir ke kantor gue dulu, ya, mau nyerahin laporan hasil meeting tadi." balas Putri.
"Oke, yuk cabut!"
Saat Kanza dan Putri hendak masuk ke dalam mobil jemputan taxi online mereka. Tiba-tiba tatapan Kanza jatuh pada sesosok gadis yang sangat familiar di matanya, tidak hanya itu, gadis itu juga sedang berjalan memasuki restorant bersama dengan cowok yang juga sangat familiar di matanya. Kanza mencoba menajamkan penglihatannya, apa benar yang di lihatnya tadi adalah sosok Fira dan Gio? Kanza sedikit tak yakin karena ia tidak begitu jelas melihat wajah sang cowok, hanya perawakannya saja yang mirip dengan Gio sahabat kecilnya.
"Eh...malah bengong, ayo masuk, buruan! Udah di tungguin abangnya nih." Suara Putri yang sudah ada di dalam mobil membuyarkan lamunan Kanza, ia sempat tertegun sebentar, sebelum akhirnya buru-buru menyusul Putri masuk ke dalam mobil.
Siapa ya tadi yang bareng Fira?
Bersambung