webnovel

Bukan Salah Rasa

(Mengandung Konten 21+) Kisah anak-anak remaja yang beranjak dewasa, dimana masing-masing dari mereka memiliki masalah hidupnya masing-masing. Refan, Reisya, Ruri, Simon, Miko, Zahra, Nando, Nindy, Lucy, dan Gavin. Mereka semua memiliki kisah hidupnya masing-masing, dimana ego dan perasaan menjadi landasan dari sebuah perubahan besar dalam hidup mereka. Di saat hati sudah menguasai, apakah logika bisa melawannya? Baik sadar atau tidak, nyatanya perasaan lah yang selalu menang atas perdebatannya dengan ego. Anak muda adalah awal dari kisah mereka, setelah beranjak dewasa barulah mereka mengerti arti perasaan yang sebenarnya. Lalu jika masalah terjadi di antara kehidupan mereka, apakah rasa itu ikut bersalah? Hati seseorang tidak bisa di tentukan oleh kehendak orang lain, karna kekuasaan sepenuhnya ada pada si pemilik hati sendiri. Apakah ia menerima perasaan itu, atau malah membuang. . . . Silahkan Colection agar bisa membaca lebih lanjut, jangan lupa tinggalkan reviewnya ya.. Terima Kasih !! . . . CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA! KARANGAN AUTHOR 100 % DAN BUKAN CERITA DUNIA NYATA YAH !!! WARNING MENGANDUNG KATA KASAR DAN BEBERAPA HAL SENSITIF !!! *Cerita Lain : 1. UNCOVER 2. POLIGAMI 3. Jika Takdir Berkehendak *FOLLOW JUGA IG KU YA.. @shasecret_

SA_20 · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
280 Chs

(++) Terlambat

Pagi pun tiba, Lucy keluar dari kamarnya dengan wajah kesal. Hari ini ia akan menghasut ayah tirinya itu agar memarahi Reisya, rasa kesal dalam hatinya sudah menumpuk pada wanita mengesalkan itu. Lucy duduk di salah satu kursi, tidak ada sapaan atau lainnya. Hal itu membuat Mery merasa heran, akhirnya ia pun bertanya.

"Pagi sayang, kenapa kamu cemberut gitu?" Sapa Mery mencoba mencari tau.

"Pagi mi, biasa aku lagi kesel." Jawab Lucy sambil melirik Heri yang duduk di sampingnya.

Melihat kode yang Lucy berikan, Mery pun mengangguk paham. Lalu ia akan ikut bermain, tentu saja ia tau alasan apa yang membuat Lucy harus memainkan drama. Hanya satu orang yang membuat posisi mereka tidak aman di sana, yaitu anak kandung Heri yang tidak lain adalah Reisya Alexandra.

"Kesal, kesal kenapa?" Tanya Mery lagi.

"Itu loh mi, pacar aku. Masa dia jalan sama kak Reisya terus sih? Bahkan kemarin mereka berangkat bersama ke sekolah, mungkin kak Reisya memang suka sama Refan. Apa sebaiknya aku mengalah saja? Bagaimana pun kak Reisya kan kakak aku." Jawab Lucy sambil menunjukkan wajah pura-pura sedihnya.

"Apa? Reisya suka pada Refan? Yang benar saja kamu, masa iya kakak kamu menyukai pacar adiknya?" Balas Mery dengan nada kesal.

"Tapi memang begitu kenyataannya mi, bahkan mereka selalu bersikap mesra jika bertemu. Aku sendiri yang pacarnya malah di abaikan, sepertinya memang hubunganku dengan Refan akan berakhir." Jelas Lucy.

"Ya ampun, anak itu benar-benar ya. Duh, mami tidak habis pikir deh." Keluh Mery seolah-oleh ia merasa frustasi.

Mendengar pembicaraan Lucy dan Mery itu, Heri pun langsung menatap Lucy dengan wajah tidak senangnya.

"Benarkah itu? Reisya masih dekat dengan Refan?" Tanya Heri memastikan.

"Memang mereka pernah menjauh? Justru yang ada semakin dekat pi, sampai Refan jarang sekali menemui aku." Jawab Lucy memprovokasi.

Heri menjadi kesal dan marah, padahal Reisya sudah ia peringatkan sebelumnya untuk menjauhi Refan. Tapi ternyata anak kandungnya itu jadi semakin liar, dan tidak lagi peduli dengan kata-katanya.

"Dasar anak tidak tau diri, berani-beraninya dia membantah perintahku. Lucy, kamu tenang saja. Refan itu hanya milik kamu, dia sudah berjanji pada Papi tidak akan memutuskan hubungan dengan kamu. Jadi kamu jangan sedih lagi ya?" Balas Heri membujuk.

Mendengar hal itu Lucy pun tersenyum senang, ayah tirinya itu kembali termakan provokasinya. Bisa di pastikan setelah ini akan ada pertengkaran hebat antara Heri dan Reisya, selain itu Lucy juga tidak akan kehilangan Refan karna Heri sudah menjamin hal itu.

"Benarkah pi? Refan tidak akan meninggalkan aku?" Tanya Lucy memastikan.

"Tentu, papi sendiri yang memintanya untuk berjanji." Jawab Heri dengan yakin.

Lucy tersenyum senang, lalu ia memeluk Heri sebagai tanda terima kasih. Tanpa Heri sadari, Lucy dan Mery tersenyum puas dengan drama mereka.

.

.

.

Di sisi lain, Refan baru saja selesai sarapan. Lalu ia mencium tangan ayah dan ibunya, setelah itu ia bertos ria dengan sang kakak.

"Aku duluan ya." pamit Refan.

"Jangan lupa jemput Reisya ya?" Ingat Monalisa pada Refan.

"Iya bu, siap." Jawab Refan langsung.

Refan melangkah keluar dari rumah, lalu ia menaiki mobilnya dan melaju menuju ke apartemen Reisya. Sesampainya di lobi, Refan langsung mengirim pesan pada Reisya untuk segera turun. Dan 10 menit kemudian, Reisya turun siap dengan seragam sekolahnya. Tanpa berkata lagi, Reisya langsung masuk ke mobil Refan dan mobil pun kembali melaju membelah jalan.

"Sorry lama, gw bangun lambat tadi." Ucap Reisya pada Refan.

"Santai aja, gw juga baru sampai. Jadi gak terlalu lama, cuma 10 menit." Jawab Refan dengan tenang.

"Ya itu termasuknya lama, tapi makasih banyak ya lo udah mau jemput gw. Kalo lo gak jemput, pasti gw telat sampai sekolahnya." Ungkap Reisya dengan senyum lega.

"Santai, ini juga perintah ibu. Kalau ibu gak kasih perintah buat jemput lo juga, gw gak bakal jemput." Balas Refan dengan arogan.

"Mulai dah, sifat nyebelinnya kumat." Tukas Reisya dengan wajah malasnya.

Refan terkekeh mendengar perkataan Reisya, lalu ia pun membalas perkataan itu.

"Kalo gak nyebelin gak seru, soalnya gak bisa bikin lo kesel." Balas Refan dengan seringainya.

Seketika Reisya langsung memukul lengan Refan, sedangkan Refan mengaduh kesakitan. Walaupun pukulannya tidak seberapa, tapi cukup mengejutkan untuk Refan yang sedang menyetir.

"Astaga, gw lagi nyetir Reisya. Lo mau kita masuk rumah sakit hah?" Tukas Refan mengeluh atas tindakan Reisya.

"Ya ampun cuma gitu aja, kalo lo gak bisa mengemudi dengan aman sini gw yang bawa." Balas Reisya dengan sombong.

"Emang lo bisa nyetir?" Tanya Refan curiga.

"Gak." jawab Reisya tanpa ragu.

Seketika Refan menghentikan mobilnya, membuat tubuhnya dan tubuh Reisya hampir terbanting ke depan. Untung mereka pakai sabuk pengaman, jadi tidak mengalami hal yang berlebihan. Dan lebih untung lagi jalanan sedang sepi, jadi tidak menyebabkan kecelakaan beruntun karna berhenti mendadak.

"Lo gila ya? Ngapain berhenti mendadak gitu? Kalo mau mati ya sendiri aja, gak usah ngajak-ngajak." Keluh Reisya dengan khawatir pada Refan.

Refan menatap Reisya dengan tajam, padahal wanita itu duluan yang memancing emosinya kenapa malah dia yang di salahin sekarang?

"Eh bar-bar, mending lo diem deh. Semua ini juga gara-gara lo tau, udah tau gak bisa nyetir pake ngusulin mau nyetir. Jelas aja gw shock, yang ada bukannya ke rumah sakit lagi tapi ke kuburan. Jelas?" Tukas Refan dengan wajah tidak percayanya.

Bisa-bisanya Reisya begitu yakin mengusulkan hal itu, padahal dia sendiri tidak bisa menyetir. Tentu saja Refan akan terkejut, bahkan shock mendengar hal itu. Karna secara tidak langsung, Reisya sama saja mengajaknya untuk mati bersama. Dan Refan tidak akan setuju, karna masih ingin mewujudkan mimpinya yang banyak.

"Ya udah si biasa aja, lagian gw kan cuma ngusulin aja bukan maksa." Balas Reisya tidak mau kalah.

Mendengar hal itu Refan pun semakin di buat geregetan, rasanya ingin ia cium saja bibir itu agar terdiam. Karna kata-kata yang keluar dari sana, selalu saja bikin Refan jadi naik darah.

"Lo mau diem apa mau gw cium?" Ancam Refan pada Reisya.

Seketika Reisya langsung menatap Refan curiga, ia berpikir jika Refan ingin modus kepadanya dengan alasan nyuruh dirinya diam.

"Dih, mau modus lo ya?" Tuduh Reisya pada Refan.

Mendengar tuduhan Reisya Refan pun semakin naik darah, mau tidak mau ia harus membungkam Reisya. Jika wanita itu terus berbicara, maka yang ada perjalanan mereka ke sekolah entah berapa lama lagi.