webnovel

Wanita Misterius

Vian kembali mengobati luka pada lengan Mila tanpa mengucapkan sepatah katapun setelah kejadian tadi. Sepertinya hal itu sama sekali tak berpengaruh padanya. Dan setelah selesai dia mengembalikan kotak p3k itu ke tempatnya.

"Aku langsung berangkat ya, udah siang." Tanpa menoleh lagi Vian langsung keluar dari rumahnya.

Mila hanya bisa melihat kepergian Vian, "Dia pasti marah," desisnya. Kemudian kembali mengutuk perbuatannya yang begitu gegabah.

Ada sedikit rasa kecewa pada hati Mila. Dia kira meskipun itu hanya pernikahan kontrak, setidaknya Vian akan memperlakukannya layaknya wanita. Namun ternyata ia belum bisa merasakan hal itu saat ini.

"Huhh... " Mila menghela napasnya. Seharusnya hari ini dia masih libur karena masih memiliki jatah cuti menikah. Jika pasangan lain mungkin akan memanfaatkan waktu ini untuk berbulan madu. Namun Vian justru sudah bekerja lagi.

Karena bosan, akhirnya Mila memutuskan untuk pergi ke kafe tempatnya bekerja. Dia tidak tahu harus pergi ke mana, karena dia sendiri tidak memiliki teman dekat lain yang bisa dia kunjungi.

"Mendingan aku juga masuk kerja. Dari pada bosan sendirian di rumah.".

***

"Ciye, pengantin baru kok udah masuk kerja lagi sih?" goda Sinta teman Mila.

"Iya. Lagi pula suamiku juga sudah masuk kerja lagi. Dan aku kesepian di rumah sendiri. Jadi bukannya lebih baik aku juga masuk kerja kan?"

"Kamu emang paling punya semangat yang tinggi Mil!" Sinta mengacungkan dua jempol ke arah Mila.

Tiba-tiba saja telepon di meja berbunyi. Dan Sinta bergegas untuk mengangkatnya. Setelah beberapa lama dia berbicara di telepon, Sinta terlihat mencatat beberapa pesanan kopi.

"Baiklah, akan segera kami antar. Terima kasih," kata Sinta dengan nada yang ceria seperti biasanya.

"Kebetulan Mil, ada pesanan dari kantor suamimu. Apa kamu mau mengantarnya sendiri? Nanti kan kamu bisa sekalian ketemu suamimu. Aku tahu, kalian masih dalam fase hangat-hangatnya kan?" Sinta terus saja menggoda Mila yang sebenarnya tidak merasa seperti itu.

Dia hanya bisa tersenyum kecut mendengar kalimat Sinta barusan. "Hangat-hangatnya nenekmu! Kami gak bener bener menikah," sahut Mila dalam hati.

Dia harus berpura-pura tersenyum di depan temannya tersebut. Karena tidak mungkin Mila memberi tahu yang sebenarnya, meskipun itu pada teman dekatnya sendiri.

"Tapi boleh juga," pikir Mila. Dia ingin tahu bagaimana reaksi Vian saat melihat dirinya ada di kantornya. Rasa penasaran Mila kembali muncul. Dia berharap suaminya itu akan memperlakukannya dengan lebih baik setidaknya berpura-pura menjadi suami yang baik di depan para karyawannya.

Akhirnya Mila menyetujui usul dari Sinta. Setelah selesai membuatkan beberapa pesanan kopi, dia memasukkan semua gelas-gelas itu ke dalam kotak. Tidak lupa dia juga menyiapkan satu Americano spesial untuk suaminya nanti. Mila berharap jika Vian akan senang dengan kejutannya nanti.

Mila mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin kejadian waktu itu terulang kembali. Saat ia tak sengaja menabrak mobil Vian dari belakang.

Tapi tidak apa-apa. Mila tidak lagi menyesalinya. Karena berkat itu dia bisa mengenal Vian yang bisa menyelamatkan nyawa ayahnya. Sebenarnya Mila sendiri sedikit tertarik dengan sosok Vian, apalagi sejak laki laki itu mendonorkan ginjalnya untuk ayahnya.

Dia tersenyum sendiri, ketika mengingat kejadian itu. Kejadian di mana ia dan Vian pertama kali bertemu.

Tidak memakan waktu lama, akhirnya Mila sudah sampai di depan kantor Vian. Kantornya tidak terlalu besar, namun sudah bisa diakui kualitas dari perusahaan ini. Mila langsung saja masuk ke dalam dengan langkah ringan.

"Oh! Bukannya Anda istri pak Vian?" tanya Hilda saat mengambil pesanan kopinya dari tangan Mila.

"Iya," jawab Mila malu-malu. Dia masih belum terbiasa dengan sebutan seorang istri seperti sekarang ini.

"Pak Vian masih ada meeting di luar, apa Anda mau menunggu di ruangannya?" tanya Hilda begitu ramah.

"Emang boleh?" tanya Mila polos.

"Tentu saja. Anda kan istrinya." Hilda kemudian membawa Mila menuju ke ruangan Vian.

"Saya tinggal ya," pamit Hilda.

Mila mengangguk. Kemudian dia menghampiri meja kerja Vian dan menaruh segelas  Americano di atasnya. Sambil menunggu, Mila melihat-lihat isi ruangan itu.

Terdapat papan nama bertuliskan CEO Alvian di sana. Mila menyentuhnya dengan bangga. Namun tidak lama matanya tertuju pada sebuah bingkai foto yang berada di dekat komputer. Terdapat sebuah foto wanita di sana. Dan sepertinya wanita itu adalah istri Vian yang sudah meninggal.

Mila mengambil bingkai itu dan memandanginya. "Cantik sekali," gumamnya. Wanita itu berambut hitam panjang dan tersenyum begitu manis.

"Sepertinya cat rambutku sudah memudar, apa aku perlu menghitamkannya?" gumam Mila sambil menyentuh ujung rambutnya yang tengah ia kuncir.

Apakah Mila cemburu?

Sepertinya tidak. Bagaimana mungkin dia cemburu pada seseorang yang sudah meninggal? Pasti Vian memiliki alasan sendiri mengapa ia masih memajang foto itu di meja kerjanya. Lagi pula dia hanya istri kontrak laki laki itu.

"Kamu ngapain ada di sini?" Suara Vian dari depan pintu mengejutkan Mila. Saat ia membalikkan tubuhnya, lelaki itu sudah berdiri di ambang pintu.

"Hmm, aku kebetulan mengantarkan pesanan kopi ke sini. Dan aku juga menyiapkan satu untukmu. Tadi staffmu bilang, kalau kamu lagi keluar, jadi aku menaruhnya sendiri di mejamu." Mila gugup menjelaskan alasannya kenapa ia bisa berada di ruangan Vian. Rasanya dia seperti sedang diinterogasi karena ketahuan mencuri.

Vian berjalan mendekat. Dia melihat tangan Mila yang sedang memegang foto Delia. "Tolong jangan sentuh barang pribadiku." Dia mengambil foto itu dari tangan Mila dan meletakkannya di laci mejanya.

"Ah, maaf. Kalau begitu, aku pergi ya. Aku harus kembali ke kafe." Mila dengan kikuk menuju ke pintu untuk keluar.

"Nanti sore, apa kamu bisa ikut denganku ke suatu tempat?" tanya Vian membuat Mila langsung berbalik.

"Bisa," jawabnya dengan antusias.

"Oh iya, bukannya kamu seharusnya masih libur?"

"Itu.. Aku bosan di rumah. Jadi aku putusin buat masuk kerja aja."

"Oh, ya udah. Nanti aku jemput di kafe.".

"Oke. Tapi, apa aku boleh tahu kita mau ke mana?" tanya Mila penasaran.

"Nanti kamu juga tahu."

"Begitu ya. Ya udah, sampai ketemu nanti," pamit Mila sambil memperhatikan Mila yang sudah fokus dengan pekerjaannya.

"Hmm... " jawab Mila tanpa menoleh lagi ke arah istrinya.

Mila keluar dari ruangan Vian dan menutup pintu dengan perlahan. Rencananya memberikan kopi untuk Vian sudah berhasil. Meskipun ia tidak terlalu puas dengan reaksi yang diberikan oleh suaminya tersebut.

Baru beberapa langkah ia meninggalkan ruangan Vian. Mata Mila tertuju pada seorang wanita modis yang sedang berjalan di depannya dari arah berlawanan.

Setelah wanita itu melewatinya, Mila menoleh ke belakang. Sepertinya dia mau masuk ke dalam ruangan Vian. Namun bukan itu yang mengganggu Mila. Melainkan saat wanita itu merapihkan rambut dan juga make up–nya sebelum ia masuk ke dalam ruangan suaminya tersebut.

"Sepertinya aku nggak melihatnya kemarin di acara pernikahan," gumam Mila sambil terus memandangi Arini yang sudah masuk ke dalam ruangan Vian.