webnovel

Tak Terduga

Terlalu lama kau abaikan aku hingga aku terbiasa sepi, dan mulai akrab dengan kesendirian.

--Mila--

Ku coba beberapa kali untuk tidak jatuh hati padamu setiap hari. Percayalah sudah kucoba. Tetap saja tak bisa.

--Bara--

Kadang aku terlalu bodoh untuk jatuh. Tetapi terlalu naif untuk menjauh.

--Vian--

Satu tahun berlalu, secepat itu waktu tertinggal tanpa perubahan berarti dalam rumah tangga Mila dengan Vian meski kontrak pernikahan mereka hanya tinggal satu tahun lagi. Sedangkan Bara masih mengagumi Mila dari kejauhan. Rasanya mustahil mimpi itu untuk ia gapai.

Bara sedang berada dalam mobil box bersama ayah dan kakak perempuannya. Kini ekonomi mereka semakin membaik, kakaknya mendapat kenaikan gaji sedangkan Bara sudah memiliki pekerjaan tetap sebagai penyanyi di kafe dengan gaji yang lumayan.

Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah baru mereka. Ayah dan kakaknya begitu antusias, tapi tidak dengan Bara. Dia pikir semua tempat terasa sama jika tidak ada kedamaian di dalamnya.

Kenyataannya meskipun Bara sudah memiliki pekerjaan bagus, tidak membuat ayahnya berubah menjadi baik padanya. Dia hanya akan baik jika sedang ada anak perempuannya saja. Namun kini intensitas pertemuan mereka lebih sedikit karena Bara lebih banyak menghabiskan waktu di kafe. Dan itu membuatnya sedikit terbebas dari siksaan ayahnya.

"Ayo kita sapa tetangga baru kita. Gimanapun juga bersikap baik lebih dulu akan memberi kita keuntungan nantinya," ucap kakak Bara mengajak ia untuk menemui tetangga depan rumahnya.

Bara menurut saja, ia membawa sepiring besar buah semangka yang sudah dipotong-potong sebelumnya.

TING TONG

"Karena ini weekend, kurasa mereka ada di rumah" kata kakak Bara.

TING TONG

Mereka membunyikan bel untuk kedua kalinya. Tidak lama pemilik rumah itu membuka pintu.

"Pak Vian?"

"Hilda. Sedang apa kamu di sini?" tanya Vian pada Grace salah satu staff nya di kantor.

Bara melirik Vian dan Hilda bergantian. Ternyata kakaknya sudah mengenal tetangga baru mereka. Ia sendiri belum mengetahui jika lelaki yang ada di depannya adalah suami Mila, wanita yang sudah membuatnya jatuh hati.

Meskipun Vian beberapa kali menjemput Milla di kafe, tapi lelaki itu tidak pernah turun dari mobil.

"Kebetulan sekali, saya baru pindah ke rumah yang ada di depan. Saya tidak menyangka jika Pak Vian yang menjadi tetangga saya," ungkap Hilda senang.

"Ohh..." Hanya itu yang keluar dari mulut Vian , "Istri pak Vian ada di rumah kan?" tanya Hilda sambil melongok ke dalam rumah.

"Oh iya, masuklah," jawab Vian mempersilakan mereka berdua masuk.

"Kamu pulang dulu, ambil beberapa minuman soda yang kita bawa tadi," bisik Hilda pada Bara. Lalu lelaki itu mengangguk dan menuruti perintah kakaknya. Ia kembali ke rumah dan melihat ada beberapa kaleng minuman soda dari dalam kulkas.

Bara kembali dengan membawa satu plastik penuh kaleng minuman soda. Belum sampai ia di depan pintu rumah Vian, seekor anakan kucing lokal menghampirinya dan bergelayut di sepatunya.

Bara berhenti dan melihat makhluk lucu mungil itu. Dia teringat jika ia tadi masih membawa satu sosis di kantong jaketnya. Tadinya dia membawa tiga buah sebelum mereka pindah rumah, karena tidak sempat sarapan.

Bara berjongkok dan membuka bungkus sosis itu dan memberikannya pada anak kucing.

"Kamu pasti tersesat, apa kamu juga kehilangan orang tua kamu? Kalau begitu kita sama," ucap Bara sambil tersenyum pada kucing itu.

"Di sini kamu rupanya," kata Mila sambil terengah-engah.

Bara menoleh ke arah sumber suara. Dia membeku setelah ia melihat pemilik suara itu, tidak menyangka jika akan bertemu dengan Mila di sana.

"Kamu? Sedang apa di sini?" tanya Mila sambil menghampiri Bara yang masih berjongkok dan mematung. Mila melirik bungkus sosis yang masih di pegang Bara.

"Ternyata kamu seorang penyanyang binatang. Aku gak nyangka karena penampilanmu gak menunjukkan hal itu," kata Mila sambil tersenyum padanya.

"Apa ini kucingmu?"

"Bukan. Dia tadi masuk ke dalam rumahku, karena kasihan lihat dia yang kurus banget makanya aku beli ini di minimarket. Tadinya dia mengikutiku, tapi tiba-tiba lari begitu aja," ungkap Mila sambil menunjukkan kantong plastik berisi makanan kucing di tangannya.

Mila lalu ikut berjongkok di depan Bara. Ia lalu membuka kaleng makanan kucing itu dan memberikannya pada anak kucing tersebut.

"Makan yang banyak kucing manis," ucap Mila lebih seperti bermonolog.

Bara memandangi Mila yang masih fokus membelai kepala kucing.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Mila saat memergoki Bara sedang memandanginya.

"Gak. Aku cuma berpikir kenapa kita masih harus ketemu di sini dan dalam situasi yang gak terduga seperti ini," jawab Bara.

"Kamu bicara apa sih? Oh iya kamu belum jawab pertanyaanku, kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?" tanya Mila kembali.

"Aku baru pindah ke sini," jawab Bara sambil menunjuk rumah barunya dengan kepalanya.

"Kamu serius? Kalau begitu kita tetangga dong. Ini rumahku," kata Mila sambil menunjuk sebuah rumah yang ada di depan mereka.

"Jadi ini rumahmu?"

"Bara, kenapa lama banget? Eh ada bu Mila." Hilda langsung memberi salam saat ia melihat Mila berada di sana. Dia lalu mengambil alih kantong plastik yang tadi dibawa oleh Bara.

"Selamat pagi bu Mila, kami baru pindah ke rumah yang ada di sana. Jadi kami mau mengajak pak Vian dan bu Mila buat makan semangka bersama," kata Hilda menjelaskan maksud tujuannya ke rumahnya.

"Oh, masuk aja dulu. Nanti saya nyusul," ucap Mila. Hilda lalu masuk ke dalam rumah Vian duluan. Awalnya ia mengajak Bara, tapi Bara memberikan kode dengan tangan pada kakaknya itu untuk masuk duluan.

"Kamu gak dengan sengaja ngikutin aku dan tinggal di sini kan?" gurau Mila. Dia melipat tangannya ke depan dadanya.

Bara tersenyum mendengar pertanyaan dari Mila. Meskipun ia tahu jika wanita itu hanya bergurau.

"Konyol banget, bahkan aku gak tahu kalau kamu tinggal di sini," sahut laki laki itu.

"Oke, gak usah dianggap serius. Ayo kita masuk," ajak Mila. Mereka lalu masuk bersama ke dalam rumah.

Tidak sengaja lengan mereka bersentuhan saat berjalan bersama. Membuat hati Bara kembali berdesir saat melihat wanita itu terus tersenyum padanya.

"Dari mana aja?" tanya Vian ketika Mila sudah masuk ke dalam rumah.

"Aku habis dari minimarket depan. Kalau gitu aku mau ambil beberapa makanan di dapur. Kamu duduk aja."

Bara mengamati Mila dan Vian bergantian.

"Apa seperti ini kehidupan berumah tangga? Kayaknya terasa sangat dingin dan sepi. Apa Mila gak bahagia menikah sama dia?" batin Bara.

***

Hilada masih sibuk berbincang dengan Vian masalah pekerjaan yang tidak di mengerti oleh Bara. Ia lalu beranjak dan berjalan menuju sebuah foto besar yang tergantung di dinding. Dia mengamati foto pernikahan Mila bersama dengan Vian. Berandai-andai jika ia yang berdiri di sebelah wanita itu, bukan lelaki lain.

"Apa yang kamu lakuin di sini?" tanya Mila yang menghampiri Bara dan berdiri di sebelahnya.

"Apa aku boleh nanya sesuatu?" tanya Bara dan menoleh pada wanita yang kini memandangnya dari samping itu.

"Nanya apa?"

"Apa kamu bahagia menikah sama dia?"