webnovel

Tak Sesuai Rencana

Mila masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Jaehyuk tadi. Sejujurnya dalam hatinya dia juga takut jika seandainya nanti Vian mengetahui rahasianya. Akan tetapi, dia tidak bisa menolak kenyamanan yang didapatkan dari Bara.

Dalam perjalanannya dari kos Jaehyuk, banyak hal yang dipikirkan oleh wanita itu. Ia merasa menjadi serba salah. Dan, ketika ia tahu jika Jaehyuk sudah mengetahui rahasianya, dia jadi sadar jika lambat laun rahasia tersebut juga akan diketahui tak hanya Jaehyuk, mungkin Sinta atau bahkan Vian akan tahu.

Mila membuka pintu kafe miliknya dengan lemas, ia memandang Bara yang sedang repot membantu Sinta. Melihatnya seperti itu, tanpa sadar ada perasaan senang dari dalam dirinya.

Senang dan bahagia, perasaan yang seharusnya tidak ada. Serakah? Mungkin Mila akan terima jika disebut seperti itu, karena memang pada kenyataannya kondisi tersebut yang ia jalani sekarang.

"Kamu udah kembali? Gimana keadaan Hyunsik?" tanya Sinta, mendengar Mila kembali, Bara sontak ikut menoleh.

"Dia baik baik aja, sakit matanya gak terlalu parah," jawab Mila.

Nadanya yang terdengar lemah, membuat Bara sedikit cemas dan curiga. Mengapa wanita itu mendadak berubah ketika kembali dari tempat Jaehyuk?

TOK! TOK! TOK!

Bara menyembulkan kepalanya usai mengetuk pintu ruangan Mila ketika si pemilik tidak segera mengizinkannya untuk masuk.

"Ada apa?" tanya Mila.

"Bukannya seharusnya aku yang harus nanya seperti itu ke kamu?" Bara berbalik bertanya.

Mila hanya tersenyum tipis. Haruskah ia mengatakan pada Bara? Ataukah ia pendam sendiri masalah ini?

Ia memandang wajah Bara penuh tanya, bingung bagaimana ia akan memulainya.

"Apa ada yang mau kamu bilang?" tanya Bara.

"Ehm ... Sebenarnya sih ada."

"Terus? Bilang kalau emang ada, aku emang bukan orang yang bisa ngasih solusi yang baik tapi aku ini dikenal orang sebagai pendengar yang baik."

Mila terkekeh mendengar pengakuan dari Bara, tapi senyumnya menjadi samar lalu menghilang ketika mengingat apa kata Jaehyuk tadi.

"Jadi, Jaehyuk udah tahu tentang kita," ungkap Mila ragu.

"Kita? Hubungan kita maksud kamu?"

Mila mengangguk.

"Apa itu sangat menganggu kamu?"

"Bukan begitu, cuma,,, gimana ya aku jelasinnya."

Bara tahu apa yang dirasakan oleh Mila saat ini, dia pasti takut karena Jaehyuk yang bekerja di kafenya sudah tahu tentang hubungan mereka.

Dan karena itu, Bara jadi takut kalau Mila memutuskan untuk megakhiri hubungan mereka saat ini.

"Apa kamu mau mengakhiri hubungan kita sekarang?" Bukan itu yang seharusnya keluar dari mulut Bara, tapi ia malah keceplosan bertanya seperti itu.

Mila menatap Bara begitu lekat dan intens.

"Kalau kita mengakhirinya sekarang, aku pikir aku gak akan bisa merasakan rasa nyaman lagi dengan seseorang." Ucapannya melemah seiring dengan tatapannya yang menunduk.

Bara melangkah ragu, mendekati Mila. Dengan tangan kekarnya, ia menenggelamkan kepala wanita itu dalam pelukannya.

Mila yang sempat terkejut tak bisa berbuat apa apa. Jantungnya berdebar tak menentu setiap kali Bara melakukan hal manis tersebut padanya.

Jika ada yang mengatakan jika Mila jahat ia mungkin tak peduli. Karena yang ia butuhkan saat ini adalah sebuah rasa nyaman.

Setelah wanita itu sedikit merasa sedikit tenang, Bara menatap wajah Mila dengan dekat. Bahkan napas keduanya terdengar begitu nyata dan jelas karena jarak di antara mereka yang menipis.

Tangan Bara menangkup kedua sisi wajah Mila, pipinya nampak dingin kemudian terasa hangat ketika tangan itu menyentuhnya.

"Aku janji bakalan jagain kamu," ucap Bara kemudian menatap kedua bola mata Mila secara bergantian.

Mila tertegun sejenak, sampai ia tak menyadari ketika dia menerima sebuah pagutan yang lembut dari bibir Bara.

Bara melumatnya dengan lembut, hingga Mila memejamkan matanya. Ia sempat berpikir dan berandai andai jika saja Vian yang melakukan ini terhadapnya mungkin hatinya tak akan lari kepada Bara.

Mila tersentak kemudian, ia memundurkan tubuhnya dan tersadar ketika bunyi dering telepon terdengar di telinganya.

Vian meneleponnya saat itu.

"Ada apa Vian?" tanya Mila pada Vian, ia mengatur napasnya yang sempat ngos ngosan.

"Nanti pulang kerja aku jemput kamu, maaf karena aku tadi ada rapat mendadak."

"Gak apa apa Vian, aku ngerti."

"Aku takut kamu marah, karena gak balas pesanku tadi pagi."

"Oh itu, tadi aku buru buru dan lupa balas pesan kamu."

"Tapi kamu gak marah kan?"

"Gak Vian, kamu tenang aja." Mila menatap tak enak ada Bara, lelaki itu ekspresinya nampak berubah ketika melihat Mila sedang mengobrol dengan Vian.

Bukankah itu sudah resikonya jika mencintai istri orang lain?

"Kalau begitu aku tutup teleponnya ya Vian, pekerjaanku banyak soalnya. Jaehyuk gak masuk kerja jadi harus ada yang bantuin Sinta." Menyadari Bara yang berjalan menjauh darinya, Mila menyudahi obrolannya dengan Vian.

Ia tidak punya pilihan lain selain memutuskan obrolan mereka karena tak ingin Bara cemburu padanya.

"Kamu kenapa?" tanya Mila pada Bara yang memalingkan wajahnya dari Mila.

"Kamu cemburu?" lanjutnya.

"Sedikit," jawab Bara.

Mila memajukan langkahnya kemudian memeluk Bara dari belakang. "Aku harap ini bisa meredakan cemburu kamu." Tangannya semakin mengerat di pinggang Bara. Bara tersenyum senang karena nyatanya Mila bersikap lebih mesra kepadanya.

"Kalau gitu aku mau kembali bekerja," ucap Bara. Ia menjadi lebih bersemangat saat Mila memberikan sebuah hadiah kecil untuknya.

"Jadi kapan kita bisa makan malam bersama?" tanya Bara sebelum ia meninggalkan ruangan Mila.

"Aku bakalan atur waktu buat kamu, dan akan segera menghubungi kamu."

"Baiklah kalau begitu."

**

"Vian, mengenai proyek iklan air mineral AY mereka menolak konsep kita," ucap Arini pada Vian saat di ruangannya.

"Terus?" Vian mengerutkan keningnya, mendengar hal tersebut.

"Mereka mau kita merevisinya. Dan ikut konsep mereka."

Vian membuang napas beratnya. Mengingat jika ia sudah berjanji pada Mila akan menjemputnya nanti malam. Tapi mengapa masalah kantor malah datang di saat yang tidak tepat?

"Sebelumnya mereka bilang, ikut aja dengan semua konsep yang kita berikan? Kenapa sekarang berubah pikiran?!"

"Entahlah, mereka mau membicarakan masalah ini di restoran Sunrise nanti malam."

"Apa gak bisa besok aja?" tanya Vian ragu.

"Gak bisa Vian, ini klien penting."

Terdengar helaan napas begitu panjang dari Vian, jika sampai dia mengingkari janjinya pada Mila pasti wanita itu akan kecewa padanya.

"Gimana Vian? Ini menyangkut nama baik perusahaan kita. Semua kompetitor menginginkan proyek iklan ini,"

"Ya udah kalau begitu. Ajak Hilda juga."

"Apa? Ajak Hilda? Kenapa?" Arini terkejut mendengar perkataan dari Vian barusan. Selama ini jika menemui klien hanya mereka berdua saja, tetapi kenapa tiba tiba Vian ingin mengajak Hilda?

"Hilda kan ketua tim kreatif, dia nanti bisa membayangkan konsep apa yang diinginkan klien. Kenapa? Kamu keberatan?"

"Gak sih. Ya udah nanti aku kasih tahu Hilda buat bersiap sepulang kerja," ucap Arini lemah lalu undur diri dari ruangan Vian.

Arini melangkahkan kakinya dengan berat, kenapa harus ada Hilda di antara dirinya dan Vian? Tidakkah cukup Mila saja yang merebut Vian darinya?

Setidaknya selama ini Arini merasa memiliki Vian di kantor. Tapi sekarang sudah berubah semenjak Hilda pindah ke depan rumah Vian.