webnovel

Rencana Berhasil

Dalam perjalanan menuju rumah ayahnya, diam-diam Mila mencuri pandang pada Vian. Sejak bertemu di kafe Vian belum mengucapkan sepatah katapun padanya membuat Mila menjadi cemas jika benar Vian sudah mendengar cerita mengenai dirinya versi Arini.

"Gimana pekerjaan kamu di kantor?" tanya Mila pada akhirnya mencoba untuk mencairkan suasana yang dingin di dalam mobil itu.

"Baik-baik aja kayak biasanya," jawab Vian sekenanya.

Lalu kembali hening di antara mereka. Mila menekuri rok selutut yang ia pakai. Dia tidak tahu lagi harus bagaimana bersikap terhadap suaminya itu.

"Ada yang mau aku tanyain ke kamu," kata Mila tiba-tiba.

Mila langsung menoleh karena penasaran dengan apa yang ingin Vian tanyakan padanya. Apa ini mengenai hubungannya dengan Bara? Apa benar Vian sudah mengetahuinya? Apa akhirnya Mila akan berakhir diusir dari rumah dan kafe Vian?

"Apa yang mau kamu tanyain?" tanya Mila lalu menelan salivanya.

"Apa kamu menyesal menikah sama aku?"

"Hah?" Mila terkejut mendengar pertanyaan dari Vian. Pertanyaan itu tidak sesuai dengan dugaanya.

"Aku sadar aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu. Dan pernikahan kita juga cuma kontrak bukan karena cinta. Aku penasaran apakah kamu menyesal udah menikah sama aku?"

"Aku nggak pernah menyesal menikah sama kamu," jawab Mila yang sebenarnya dia tidak yakin dengan jawabannya. Tapi entah kenapa jawaban itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

"Baiklah, itu aja udah cukup buatku," ucap Vian sambil tersenyum tipis. Dia akhirnya bisa menepis segala tuduhan Arini terhadap Mila. Karena ia berpikir jika mungkin saja Mila menyesal sudah menjadi istrinya itu berarti sangat mungkin jika Mila berselingkuh darinya.

30 menit kemudian mobil Vian sampai di halaman rumah ayah Mila. Mila turun dari mobil dan langsung memeluk dan mencium tangan ayahnya yang sudah menunggu di teras rumah. Lalu di sambung dengan Vian yang mencium tangan ayah mertuanya.

Meskipun ayah Mila bekerja di perusahaan Vian ,tapi mereka hampir tidak pernah bertemu. Karena pekerjaan ayah Mila hanya menjadi helper untuk tim produksi. Dan Vian jarang sekali mengunjungi ruang produksi.

Sekali lagi dia merasa bersalah karena belum bisa menjadi menantu yang baik. Dia melihat betapa Mila dan ayahnya begitu saling menyayangi meskipun mereka bukan ayah dan anak kandung. Ada perasaan hangat yang menjalar di sekujur tubuh Vian. Dia juga ingin sekali merasakan kehangatan keluarga seperti mereka. Setelah ini Vian berencana untuk lebih sering memperhatikan mertuanya selama di kantor.

Dia jadi teringat kembali dengan ucapan Mila satu tahun lalu yang mengatakan jika pekerjaan ayahnya begitu berat untuknya.

Vian melihat ayah mertuanya yang sudah tidak muda lagi. Kenapa baru kali ini dia sadar? Sebelumnya dia begitu dingin dan tidak peduli, kini dia menjadi merasa bersalah terhadap mereka berdua.

"Tunggu di sini ya, ayah buatin minum buat kalian," kata ayah Mila. Dia lalu berdiri untuk menuju dapur.

"Biar Mila aja yah!" seru Mila tapi langsung ditolak oleh ayahnya.

"Udah kamu duduk aja sama nak Vian, biar ayah yang buat."

Mila terpaksa duduk kembali karena penolakan dari ayahnya. Pak Deni melakukan ini karena ada niat terselubung yag sudah dia rencanakan seharian ini.

Saat sudah sampai di dapur, Pak Deni membuat dua gelas teh hangat, setelah selesai ia tak langsung membawanya ke ruang tamu melainkan dia mengambil dua buah obat dari dalam saku celananya. Obat itu adalah obat perangsang yang ia dapat dari tetangganya.

Pagi tadi..

Pak Deni seperti biasa sebelum pergi ke kantor selali menyempatkan diri untuk menyiram tanaman-tanamannya. Kegiatan ini rutin ia kerjakan semenjak beberapa tahun yang lalu. Ada kesenangan sendiri saat melihat rumahnya dipenuhi dengan tanaman hijau dan bunga-bunga yang indah.

"Eh Pak Deni, lagi nyiram bunga ya Pak. Rajin banget," kata salah satu tetangganya yang kebetulan lewat.

"Iya nih, Bu Ayu habis belanja ya?"

"Iya nih, habis belanja sayuran. Oh iya Pak, gimana sama Mila, sudah ada kabar mengenai calon cucu pak Deni?" tanya Bu Ayu iseng. Seperti biasa ibu-ibu komplek selalu ingin tahu mengenai tetangganya.

"Belum Bu, sepertinya saya masih harus bersabar untuk bisa menimang cucu," jawab Pak Deni seadanya.

"Mungkin mainnya kurang hot kali Pak, makanya nggak jadi-jadi hihi," kata Bu Ayu dengan cekikikan.

"Kalau mengenai itu, saya tidak tahu Bu," Pak Deni mencoba menanggapinya dengan biasa saja. Karena dia tahu betul watak Bu Ayu yang memang selalu ceplas ceplos.

"Kalau Bapak mau, saya bisa kasih obat yang selalu saya dan suami saya pakai Pak,"

"Obat apa tuh Bu?" Pak Deni mulai penasaran.

"Obat supaya mainnya lebih hot," bisik Bu Ayu.

"Memang bisa berhasil Bu?"

"Tentu saja, buktinya anak saya ada 8 Pak saking hotnya hihihi," ungkap Bu Ayu.

Pak Deni nampak berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk mencobanya. Mungkin saja memang manjur.

Setelah mendapat persetujuan dari Pak Deni, Bu Ayu langsung pulang ke rumahnya untuk mengambil obat yang ia maksud untuk diberikan kepada anak dan menantu Pak Deni.

"Ini Pak obatnya, campur aja di minuman mereka pasti langsung bereaksi,"

"Makasih Bu Ayu, mudah-mudahan manjur ya. Saya bisa secepatnya menimang cucu,"

"Sama-sama Pak, tidak perlu sungkan,"

Setelah Bu Ayu pergi, Pak Deni langsung masuk ke dalam untuk menelepon Mila dan menyuruhnya untuk mampir ke rumah malam ini. Dia begitu tak sabar ingin memberikan obat ini kepada mereka.

Setelah memastikan obat sudah tercampur dengan baik, Pak Deni segera memberikan minuman itu kepada Mila dan Vian.

"Kenapa lama sekali Yah?" tanya Mila.

"Tadi air panasnya habis jadi Ayah masak dulu. Kamu ini nggak sabaran," jawab Pak Deni yang tentu saja hanya alibi.

"Ayo diminum. Nak Vian juga. Dihabisin ya.."

Mila dan Vian akhirnya meminum teh itu karena Pak Deni terus mendesak mereka.

"Kalian menginap ya malam ini. Hari udah malam, pasti kalian capek," kata Pak Deni mencoba menahan mereka agar obat bereaksi dengan sempurna.

Mila menoleh ke arah Vian untuk menanyakan keputusannya.

"Baiklah, kita menginap aja malam ini," jawab Vian.

Tentu saja hal itu membuat Mila dan Pak Deni senang mendengarnya.

"Ayo dihabisin minumnya, terus kalian segera tidur karena besok kan masih harus bekerja."

Vian dan Mila segera menghabiskan minuman mereka. Setelah habis, Pak Deni terus mendesak mereka untuk istirahat saja di kamar membuat keduanya tidak punya pilihan lain selain menurutinya.

"Kenapa sikap Ayah aneh sekali malam ini?" gumam Mila saat sudah masuk ke dalam kamar lamanya.

Sementara Vian sibuk melihat-lihat isi kamar Mila. Di dinding terdapat banyak foto-foto dirinya bersama teman-temanya. Sedangkan fotonya dengan Pak Deni terpajang rapi di nakas yang berada di sebelah ranjang.

"Kenapa panas banget ya? Padahal kipas anginnya udah nyala. Biasanya dulu gak sepanas ini," gumam Mila.

"Aku mandi sebentar ya," pamit Mila. Dia lalu keluar untuk mandi.

15 menit berlalu, Mila kembali ke kamar dengan rambut basah yang masih terselimut handuk.

Aroma harum tubuh Mila membuat Vian menelan salivanya. Tidak seperti biasanya, kali ini dia melihat Mila begitu cantik dan menggairahkan.

Sampai-sampai ada sesuatu yang begitu mengganjal tubuhnya. Yang harus ia tuntaskan malam ini.