webnovel

Perasaan Ini

"Aaahhhhh.. badanku rasanya mau copot aja," keluh Sinta sambil meregangkan tangannya ke atas kepala.

"Istirahat aja. Biar aku yang gantiin kamu sebentar," ucap Mila saat ia tak sengaja mendengar keluhan temannya itu. Mila lalu mengenakan celemek dan mengambil alih posisi sahabatnya tersebut.

"Gak usah. Tanganmu kan masih sakit," cegah Sinta.

"Gak apa-apa. Aku bisa, kamu istirahat dulu aja." Mila dengan cekatan melayani pembeli berikutnya. Tangannya yang terluka seolah tidak menghalangi semangat kerjanya.

Saat pembeli tadi pergi, tak sengaja matanya menangkap sosok Bara yang sedang menyanyikan lagu romantis di panggung. Suaranya begitu merdu membuat Mila selalu terkesima saat melihatnya.

Namun tiba-tiba Mila tersentak ketika lelaki itu memergokinya yang sedari tadi memperhatikannya. Bara tersenyum manis padanya, membuat Mila juga ikut tersenyum saat melihatnya.

"Bukannya tadi kamu bilang mau pulang jam tujuh?" tanya Sinta mengagetkan Mila. Pertanyaan itu mengingatkan Mila pada Vian yang beberapa saat lalu menghubunginya dan membatalkan janji untuk menjemputnya.

Senyumnya menghilang jika mengingat hal itu.

"Kamu dengarin aku kan Mil?" tanya Vian dari ujung telepon.

"Oh iya aku dengarin kamu," jawab Mila lemah. Dia sedikit kecewa saat Vian mengatakan jika dirinya tiba-tiba ada pertemuan dengan klien. Padahal sebelumnya Vian sudah berjanji akan menjemputnya.

"Kamu gak marah kan?"

"Iya, gak apa-apa. Lagipula aku masih mau bantu-bantu di sini. Kasihan Sinta kalau harus sendirian."

"Ah iya. Soal karyawan tambahan buat kafe kamu. Aku bakalan segera nyari. Jadi kamu tenang aja."

"Hmm,, baiklah."

Lamunan Mila pecah saat Bara sudah berada di depannya.

"Hayo ngelamunin aku kan?" tanya laki-laki itu.

Mila membulatkan matanya saat mendengar pertanyaan Bara. Bagaimana bisa lelaki itu terang-terangan mengucapkan pertanyaan menggoda seperti itu di hadapan Sinta? Apalagi wajahnya seperti tidak punya dosa saja.

"Jangan ngawur!" bentak Sinta dan memukul punggung Bara.

"Kamu gak kenal suaminya? Kaya, tampan, dan mapan. Kamu gak ada apa-apanya dibanding dengannya. Vian Juliano, CEO muda pemilik perusahaan advertising yang lagi naik daun. Semua wanita pasti mengidam-idamkannya" puji Sinta panjang lebar.

Mila melihat ekspresi wajah Bara yang sedikit berbeda. Bibirnya tampak tersenyum pahit setelah mendengar Sinta yang membandingkan dirinya dengan suaminya.

"Udah diem!" kata Mila. Dia merasa harus segera membungkam mulut Sinta agar tidak terus-menerus membicarakan suaminya di hadapan Bara. Hal itu pasti sangat melukai perasaannya.

"Jadi gimana Mil? Kamu mau kan?" tanya Sinta.

"Mau apa?" Mila malah balik bertanya karena tidak mengerti ucapan dari temannya itu.

"Temenin aku makan dulu, sebelum pulang," pinta Sinta.

Mila melirik ke arah Sinta yang terus menerus mengatakan please dengan wajah memelas. Menurutnya tidak ada salahnya dia makan malam dengan Sinta, dia jadi tidak kesepian karena mungkin Vian akan pulang larut malam.

"Oke. Emang kita mau makan di mana?"

"Gimana kalau kita makan sate kambing yang ada di deket perempatan lampu merah. Aku denger sate di sana enak banget," terang Sinta.

"Boleh juga, aku udah lama gak makan sate kambing," sahut Mila senang.

"Aku ikut."

Mila dan Sinta melirik ke arah Bara bersamaan.

"Aku rasa terlalu bahaya kalau kalian cuma pergi berdua. Seenggaknya aku bisa menjaga kalian kalau ada apa-apa," ucap Bara mencoba menjelaskan maksud tujuannya ingin ikut bersama Sinta dan Mila.

Meskipun bukan itu tujuan sebenarnya. Dia hanya ingin lebih lama menghabiskan waktu bersama Mila. Itu saja.

*

Setelah menutup kafe, akhirnya Mila, Sinta, beserta Bara pergi menuju warung sate yang Sinta maksud menggunakan taksi.

"Coba kamu punya mobil Bara, kita gak perlu naik taksi. Bahkan kita bisa setiap hari pergi makan bersama setelah menutup kafe. Bener kan Mil?" tanya Sinta tiba-tiba.

"Hah? Apa sih kamu jangan bicara hal aneh. Gak usah dipikirkan Bara. Dia kalau ngomong emang gak pernah dipikir dulu," sahut Mila yang tidak enak terhadap Bara.

"Sebenarnya emang lagi aku pikirin mau beli mobil. Aku lagi ngumpulin duitnya," ucap Bara santai.

"Tuh kan. Bara kamu emang the best!" ucap Sinta girang.

"Aku jadi kangen Jaehyuk," lanjut Sinta. Dia lalu mengeluarkan poselnya dan melihat foto Jaehyuk yang pernah ia ambil tanpa sepengetahuan Jaehyuk tentunya.

Saat Sinta sedang asyik memperhatikan foto Jaehyuk dari ponselnya, Bara yang duduk di depan tersenyum pada Mila yang duduk di belakang. Jempol dan jari telunjuknya ia tautkan membentuk sebuah hati kecil seperti yang belakangan ini sedang nge-trend sebagai kode cintanya untuk Mila.

Mila tersenyum dan tersipu malu melihat hal itu. Baru kali ini ia merasakan perhatian yang begitu manis dari seorang lelaki.

Setelah sampai di tempat yang mereka tuju, Sinta langsung turun dan mengaitkan tangannya pada Mila dan menyeretnya menuju meja makan lesehan yang ada di sana.

"Kamu yang ngajak kenapa Bara yang harus bayar ongkosnya?" protes Mila saat Sinta langsung mengajaknya turun meninggalkan Bara yang sedang membayar ongkos taksi.

"Biarin aja. Emang tugas laki laki bayarin buat wanita. Lagipula dia yang pengen ikut. Ayo cepet kita duduk di sana," tunjuk Sinta pada sebuah meja yang di depannya terdapat sekelompok lelaki yang sedang makan sambil nongkrong. Sudah pasti dia ingin kecentilan di hadapan mereka.

"Gak ada meja lain apa?" protes Mila. Dia merasa tidak nyaman karena saat itu dia mengenakan setelan rok pendek. Seolah tidak mendengarkan perkataan Mila, Sinta langsung duduk di meja tersebut dan melihat-lihat kertas menu yang ada di meja.

Mau tidak mau Mila ikut duduk di sana, matanya mencari-cari sosok Bara yang sudah tampak dari kejauhan.

"Lihat Mil, yang pakai baju merah dia tersenyum ke aku," bisik Sinta. Mila lalu mencari sosok lelaki berbaju merah di antara empat orang yang ada di depan mejanya.

"Baru beberapa menit yang lalu, kamu bilang kangen Jaehyuk. Sekarang udah kecentilan sama lelaki lain," gumam Mila. Dia sudah tahu betul sifat Sinta yang suka genit terhadap lelaki.

"Jaehyuk tetap di hati. Namanya manusia kan kadang bosan dan butuh hiburan. Kita gak bisa terpaku sama pasangan kita saja," sahut Sinta.

Mila terdiam mendengar jawaban Sinta. Mungkinkah jika dirinya sedang bosan terhadap Vian dan menjadikan Bara hanya hiburan semata baginya? Bukankah itu terdengar sangat kejam?

Saat perkataan Sinta tadi terus terngiang di benak Mila, Bara datang dan tiba-tiba melepas jaketnya dan menaruhnya di kaki Mila.

Ternyata dari kejauhan Bara melihat empat lelaki itu sedang memperhatikan kaki Mila yang terlihat dari kolong meja dengan tatapan mesum. Hal itu tidak bisa diterimanya. Dia tampak sangat marah dan ingin sekali memberi pelajaran pada mereka.

"Ah siapa sih dia. Ganggu aja.." gumam salah satu lelaki itu saat Bara duduk di depan Mila menghalangi pandangan mereka. Bara menoleh ke belakang dan menatap tajam lelaki itu satu persatu. Membuat mereka merasa tidak nyaman.

Mila menatap Bara dan jaket lelaki itu bergantian. Perhatian demi perhatian dari Bara membuat Mila semakin tidak bisa menjauh darinya.