Sean tampak melamun di balkon apartemennya. Alunan music dj yang sedari tadi mengguncang kesunyian tempat itu, tidak menjadi penghalang Sean untuk larut dalam kisah yang muncul di benaknya.
"hei…jangan melamun". Sapa tetangga di sebelahnya yang tak lain adalah Alona. Sean hanya tersenyum sedikit dan emudian melepas pandangannya kearah lain.
"malam ini ada party. Kau sibuk?". Tanya Alona lagi.
"aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu bukan?". Ucap Sean tanpa memandang Alona.
"yah…aku tau kau pasti menolak. Aku hanya bersikap baik untuk mengajakmu. Aku pikir kau kurang hiburan".
Sean melihat sejenak pada gadis itu, kemudian membuang pandangan lagi.
"lagi pula, ini party anak kampus kita kok. Dan semua mahasiswa di perbolehkan ikut. Kau tidak ingin mencoba keluar dari zona nyamanmu?". Tawar Alona lagi tidak menyerah.
"ayolah Sean…kau tidak pernah bergabung dengan kami. Jangan sungkan. Disana juga banyak gadis-gadis". Ucal El yang muncul dari apaetemn sebelah.
Ya…apartemen itu rata-rata dihuni oleh mahasiswa dari universitas yang sama. Selain jaraknya cukup dekat dengan kampus, apartemen itu juga memiliki fasilitas yang lengkap dan dapat memberikan kenyamanan bagi orang yang tinggal disana.
***
"waw…so sexy". Puji Velly saat melihat Anora keluar dari kamarnya.
"ini terlalu terbuka nona". Balas gadis manis itu.
Penampilan Alona sangat menggoda. Dengan dress putih berkilauan itu. Drees dengan aksen terbuka di bagian punggung dan berhiaskan tali spageti.
"ruangan itu ber-AC Vel, aku gak mungkin tahan dengan baju seperti ini". Ucap Alona memelas.
"huft…kau terlalu drama Anora. Jangankan dingin, kau hanya akan berkeringat disana". Ucap Velly.
Anora pun mengalah. Rasanya percuma saja melawan ucapan sepupunya tersebut.
Jam menunjukkan pukul 07:00, Anora dan Velly tengah menunggu jemputan di depan lobby apartemen.
"apa tidak lebih baik jika kita pesan taksi saja". Usul Anora.
"taksi? Kau bercanda!! Kau mau kelihatan bodoh dengan naik taksi ke party itu". Balas Velly menyebalkan.
"jadi kau mau naik apa? Limusin?!!".
"tentu saja". Ucap Velly.
Seketika Anora kaget melihat Limusin hitam mewah memasuki lobby apartemen itu.
"hi…baby". Ucap George yang keluar dari limusin itu lalu mencium mesra Velly.
"aku fikir, aku lebih baik di rumah aja". Ucap Anora hendak berbalik.
"no…aku lebih merasa aman jika kau ada di pantauan ku. Ayo masuk". Tarik Velly hingga Anora masuk ke dalam Limusin itu.
Selama perjalanan, Anora kesal dengan tingkah Velly dan George yang seakan-akan tidak menganggap keberadaannya. Mereka asyik bercumbu mesra tanpa memikirkan perasaan Anora. Bahkan George dengan berani memelorotkan baju Velly.
"stop!!!".
Kedua insan yang sedang birahi itu terkaget dan memandang Anora dengan bingung.
"aku turun disini". Ucap Anora kesal.
"anora…", "sudahlah… jangan pikirkan dia untuk saat ini". Ucap George menahan Velly.
Anora berjalan menelusuri jalan raya itu. Untung ia memakai mantel yang tebal, sehingga dinginnya malam tidak telalu mengganggunya.
"akh….aku kesal sekali. Bagaimana bisa Velly melakukan itu di hadapanku". Teriak Anora.
Anora terus berjalan tanpa arah. Hingga di sebuah persimpangan, fokusnya terganggu oleh cahaya yang berasal dari atap sebuah gedung kosong.
"apa itu". Pikir Anora.
Tanpa pikir panjang, Anora malah berjalan ke gedung kosong itu. Ia meniti tangga menuju keatas. Rasa penasarannya yang menggebu, membuatnya tidak dapat berpikir jernih.
"apa mungkin ada orang di gedung gelap seperti ini". Pikir Anora.
Dhuar!!!!
Anora terkejut mendengar suara tembakan yang berasal dari atap gedung itu.
Bukannya pergi, Anora malah mempercepat langkahnya untuk sampai di atap gedung.
"aku sudah katakana padamu. Terima mautmu dengan pasrah". Ucap lelaki bertopeng hitam yang kini berdiri 100 meter dari hadapan Anora sambil menginjak dada seorang lainnya di bawahnya.
"lepaskan aku Rafael… aku akan membayarmu lebih besar dari bayarannya padamu". Rintih lelaki itu sambil menahan sakit.
"hahaha… kesetiaan ku itu mahal. Sekalipun kau bayar dengan beribu kali lipat, kau tidak akan bisa mematahkannya. Selamat tinngal tuan". Ucap Rafael lalu melepaskan peluru panas itu untuk menembus dada lelaki itu.
Hah!!!???
Anora terkejut berpapasan dengan suara tembakan itu.
"siapa itu". Teriak Rafael.
Dengan nafas ter-engah, Anora segera berlari kedalam gelap. Berharap Rafael tidak menemukannya.
Dhuar….
Suara tembakan itu kembali terdengar dan berhasil membuat Anora meringis ketakutan.
Anora berlari kesudut ruangan gelap itu dan bersembunyi disana.
"aku tau kau masih ada disini. Keluar atau kau akan mengalami kematian yang menyakitkan". Ucap Rafael.
Anora masih diam dalam ketakutannya. Ia menutup mulutnya dengan tangannya untuk mencoba meredam suaranya.
"aku bilang keluar!!!". Teriak Rafael sambil menarik pelatuk pistolnya hingga mengeluarkan bunyi tembakan yang keras.
Hah….
Anora kaget hingga mengeluarkan suara.
Ia panic dan segera keluar dari persembunyiannya dan hendak berlari menuruni tangga.
Dhuar…
Rafael mengarahkan pistol itu pada Anora dan menarik pelatuknya. Namun meleset.
"sial!!". Umpatnya lalu mengejar Anora.
Brugh….akh….Anora tersandung karena sepatu hak tinggi yang dipakainya patah.
Dari jauh terdengar suara kaki Rafael yang semakin mendekat.
Dan saat Anora mencoba untuk bangkit,
Akh…
Rafael menemukannya dan mendorongnya kembali hingga terjatuh kelantai.
"ternyata aku di mata-matai oleh tikus betina". Ucap Rafael sambil menyimpan pistolnya.
" jangan mendekat". Ucap Anora sambil menarik perlahan tubuhnya untuk menjauh.
Ruangan yang minim cahaya itu mempersulit keduanya untuk dapat saling meihat.
"aku ingin segera menghabisimu tikus kecil. Tetapi sebelum itu, kau harus katakana, siapa yang menyuruhmu memata-mataiku". Ucap Rafael sambil terus mendekati Anora yang berusaha menjauh.
Tak ada suara yang terdengar dari Anora. Hanya ada isakan tangis dan desahan nafas yang terus menggebu.
"berhenti menjauh dan segera jawab pertanyaannku!!!!". Teriak Rafael sambil menjambak rambut Anora.
Namun, saat manik mata biru itu tepat di hadapan wajah Anora, ia terkesima. Cahaya bulan berhasil memberi sedikit cahaya penerangan untuk Rafael dapat melihat sosok tikus kecil yang memata-matainya.
Rafael terdiam. Matanya tak henti menatap wajah sang gadis yang penuh dengan debu dan keringatnya. Ia semakin frustasi saat ia melihat kalung yang melingkar indah di dada gadis itu.
Kalung dengan bandul bulat berisi mutiara yang bercahaya.
"darimana kau mendapatkan kalung ini?". Tanya Rafael nanar.
Anora tidak juga bersuara. Ia masih tenggelam dalam ketakutannya.
"kau tidak mendengarku!!!". Bentak Rafael.
"itu kalung pemberian kakekku. Sebelum…sebelum ia meninggal". Ucap Anora hampir menangis.
Rafael masih terdiaam.
Melihat Rafael yang lengah, Anora mendorongnya kuat hingga lelaki itu terdorong dan jatuh.
Anora segera bangkit dan berlari keluar gedung itu. Meninggalkan Rafael dengan frustasinya.
Anora berlari sekuat tenaga. Ia tidak lagi memikirkan bahwa ia sedang berada di sekitar jalan raya. Bisa saja ia tertabrak kendaraan atau mengalami berbagai hal yang dapat mencelakainya.
Tiba-tiba,
Cyiiittt….
Akh…..
Anora hampir tertabrak sebuah motor sport berwarna hijau.
"kau gila!!! Kau mau mati". Teriak pemilik motor itu yang tak lain adalah Sean.
"Seee…Sean". Ucap Anora yang tak sadar telah menangis.
"Kau kenapa? Kenapa kau tampak sangat kacau?". Tanya Sean sambil turun dari motornya.
Anora tidak berbicara. Hanya pandangan matanya tampak seperti orang yang minta tolong.
"ayo ikut aku. Aku akan mengantarmu pulang". Ucap Sean. Dan anora hanya menurut.