Putri dan Indri terlihat pergi bersama saat ini, keduanya menikmati makan siang bersama, dan itu sedikit memberikan hiburan untuk mereka.
Keduanya bercerita dan tertawa bersama, rasanya tidak ingin mengakhiri kebersamaan mereka saa ini.
"Pulang nanti, ke rumah Aileen yuk"
"Aileen kapan sih mau tampil ?"
"Besok"
"Tapi gak latihan lagi ?"
"Enggaklah, biasa kan juga cuma sekali"
Indri mengangguk, itu memang benar adanya, tapi meski begitu mereka tetap bisa datang bertamu kesana, Aileen pasti akan menerima mereka ketika datang kesana.
"Kamu mau kesana ?"
"Ayolah sama kamu"
Indri mengangguk setuju, sepertinya itu akan menyenangkan, karena Indri memang tidak ada kegiatan apa pun juga di rumahnya.
Berada di rumah Aileen juga kerap membuat mereka merasa senang, jadi lebih baik mereka kesana saja dari pada bosan berada di rumah tanpa kegiatan apa pun.
"Ajak yang lain ?"
"Nadya paling"
"Marsya ?"
"Gak tahu, Marsya tadi telepon aku tapi gak tahu mau apa"
"Marsya telepon ?"
"Iya, tapi aku lagi sibuk makanya gak sempat bicara sama dia"
"Kamu gak telepon balik ?"
"Kan kamu lebih dulu telepon aku dan ngajak aku kesini sekarang Indri"
Indri tersenyum dan mengangguk, baiklah Putri bisa menghubungi Marsya saat kembali ke Kantor nanti.
"Jadi ya nanti pulang kerja ke rumah Aileen ?"
"Oke, aku setuju"
Keduanya tersenyum bersamaan, baiklah mereka sudah sepakat dengan itu, jadi lebih baik sekarang meraka fokus saja dengan makanannya.
----
Indah kembali memasuki ruangan Rasya, tentu saja Indah ingin bertanya tentang nasib ibu-ibu yang masih duduk menunggu di luar saja.
Indah tidak ingin mengecewakannya, jadi apa bisa Rasya membantunya saja sekarang, dan bukankah wanita itu mau mengerjakan apa pun juga asalkan bisa mendapatkan upah.
"Kebetulan kamu masuk, tolong bereskan ini ya, aku mau ke rumah Tama dulu"
"Mau ngapain ?"
"Mungkin saja Tama sudah punya jadwal untuk Butik ini"
"Tapi Sya"
"Kenapa ?"
"Aku mau tanya, gimana sama ibu-ibu tadi, dia sangat membutuhkan pekerjaan, kenapa tidak kamu terima saja"
"Kenapa bahas dia lagi ?"
"Karena dia masih disini, masih nunggu di luar soalnya dia berharap banget untuk bekerja disini"
Rasya menggeleng, kenapa Indah tidak mengerti jika Rasya tidak membutuhkannya sama sekali.
"Kamu mau gaji kamu dibagi dua sama dia ?"
"Ya jangan dong"
"Ya udah makanya, aku tidak ada jatah gaji untuk karyawan baru, mau bayar pakai apa nantinya"
"Di Butik lain memangnya gak bisa ?"
"Ya sama saja, lagi pula kalau aku butuh orang pasti aku suruh cari, dan sekarang aku tidak minta kamu cari orang"
"Iya tapi kan anggap saja sekalian amal"
"Amal, amal apa, ada yang bisa dijadikan amal sekarang ?"
"Ya kerjaan"
"Ya udah terserah kamu, kalau kamu mau gaji kamu dibagi dua sama dia, silahkan kamu pekerjakan dia disini"
Ucap Rasya seraya meraih ponsel dan kunci mobilnya, Rasya harus segera pergi karena Tama sudah menunggunya disana.
"Rasya"
"Apa lagi ?"
"Please"
"Bagi dua ya, deal"
"Jangan"
"Ya udah suruh pulang, udah ya aku lagi pusing jadi kamu gak usah aneh-aneh, kalau kamu dia bekerja disini silahkan kamu yang berhenti dulu, jadi dia bisa bekerja disini buat gantikan kamu"
Indah mengernyit, tak percaya dengan apa yang dikatakan Rasya itu, Indah tak lagi berkata dan membiarkan Rasya berjalan melewatinya hingga keluar ruangan.
"Jahat sekali lelaki itu, kenapa tidak berperasaan sekali, bagaimana bisa aku keluar sekarang"
Indah menggeleng dan memejamkan matanya sesaat, lalu apa yang harus dilalukan sekarang karena Indah sudah memberikan harapan pada wanita itu, tapi ternyata Indah tak bisa merayu Rasya untuk menerimanya.
"Rasya jahat"
Ucapnya seraya keluar ruangan, lelaki itu jahat kali ini, masalah apa yang sedang dihadapinya sampai tidak mau peduli dengan orang lain seperti itu.
Indah keluar dan melihat mobil Rasya yang telah menghilang di luar sana, benar-benar lelaki itu padahal ibu-ibu itu ada di luar tapi sama sekali tidak dipedulikannya.
"Keterlaluan"
Inda menghampiri wanita itu lagi, tidak enak rasanya untuk mengatakan jika Indah gagal mendapatkan persetujuan Rasya.
"Ibu"
"Tidak berhasil kan ?"
"Ibu, saya minta maaf, tapi setius saya sudah berusaha tadi"
"Ya sudah tidak masalah, saya bisa cari di tempat lain lagi"
"Bu, saya jadi malu sama ibu, saya minta maaf bu"
"Tidak apa-apa, tenanglah, pasti masih ada pekerjaan di tempat lain"
"Sekali lagi saya minta maaf bu"
"Iya sudah tidak apa-apa"
Indah menyesal sekali karena tidak bisa membantunya saat ini, padahal Indah sendiri yang memintanya untuk menunggu tapi ternyata tidak ada hasil apa pun juga.
"Ya sudah kalau gitu ibu permisi dulu ya"
"Ibu maaf"
"Sudah sudah tidak apa-apa, tidak perlu seperti itu, terimakaih sudah mau membantu"
Indah menggeleng, membantu apa dirinya karena Rasya tidak mau menyetujui sarannya, lihat saja Indah tidak akan mau jika nanti Rasya minta untuk dicarikan orang.
Rasya tidak menghargainya sama sekali, padahal Indah sudah memohon, Rasya keras kepala sekali untuk bisa mengerti semuanya.
"Mari, saya pergi dulu"
"Iya bu, hati-hati ya bu, maaf sekali"
"Iya"
Ucapnya seraya pergi meninggalkan Indah, tidak ada yang bisa memaksa saat ini, karena yang bisa menerima dan menolak hanya pemilik Butiknya saja.
Indah menatap sedih kepergian wanita itu, kasihan sekali padahal ia sedang sangat membutuhkan pekerjaan sekarang.
"Rasya tidak bisa melihat sekali, padahal sudah jelas jika Rasya melihat orangnya langsung"
Indah kembali memasuki Butik, biarkan saja Indah akan berusaha melupakannya, semoga saja wanita itu bisa segera mendapatkan pekejaannya di tempat lain.
"Gagal Ndah ?"
"Tahu, Rasya menyebalkan sekali, ia tidak punya rasa kasihan sama sekali pada ibu-ibu tadi"
"Sabar, mungkin memang sedang tidak membutuhkan saja sekarang"
"Ya kan bisa ditempatkan di Butiknya yang lain, Rasya saja yang tidak punya hati kali ini"
"Sabar, jangan asal bicara, nanti kalau orangnya dengar kan kamu sendiri yang panik"
"Ngapain panik, kan memang benar seperti itu"
"Iya, tapi tetap saja kalimat kamu itu terlalu buruk, Rasya pasti akan tersinggung juga"
Indah mendelik, biarkan saja untuk apa menjaga perasaannya karena Rasya juga tidak bisa mengharhai orang lain.
Indah menggeleng dan berlalu meninggalkan temannya itu, biarkan saja mereka mau berkata apa karena memang itu yang dirasakan Indah.
Rasya memang tidak bisa mengerti dengan maksud ucapan Indah, dan Rasya tidak peduli dengan ibu-ibu yang dilihatnya tadi.
"Malah pergi, kenapa dia yang marah seperti itu"
"Dia kan memang seperti itu, biarkan saja nanti juga baik dengan sendirinya"
"Bebas ya kalau sudah dekat dengan bos, mau bersikap seperti apa pun"