Setelah beberapa hari menghilang Tara sudah memutuskan untuk pensiun dari dunia artis. Keputusannya ini tidak akan mudah dan pasti banyak yang menentang termaauk Rina.
Tara sudah memikirkan untuk berhenti dari dunia yang sudah membesarkan namanya lalu menghilang meskipun dia tahu kalau dia harus membayat denda yang tidak sedikit untuk pemutusan kontrak dengan managemen yang sudah menaunginnya selama ini.
"Kamu sudah yakin, Tar? Uang yang harus kamu bayarkan untuk denda itu tidak sedikit lo," Ucap Rina berusaha menasehati Tara yang baru saja mengatakan semua keinginannya.
"Aku sudah yakin, Rin. Aku tidak tahu lagi, keputusan awalku untuk berada di belakang semakin lama membutku merasa sakit. Akusudah tidak tahan lagi. Jika aku tetap di dunia itu, kemungkinan aku bertemu dengan Alex sangat besar dan hal itu yang tidak aku inginkan."
Rina menganggukkan kepalanya mengerti. Melihat Axel yang mengatakan cinta saat berdua dengan Tara dan berpelukan mesra dengan wanita lain jika berada di luar cukup membuat Rina mengerti dengan apa yang sedamg berusaha Tara hadapi.
"Baiklah kalau begitu. Aku akan menemani kamu setelah menyelesaikan semua urusan pembatalan kontrak kamu dengan management."
Tara menahan tangan Rina membuat Rina terkejut.
"Ada apa? Kamu ingin membatalkannya?" Tanya Rina tidak mengerti.
"Bukan. Kamu tidak perlu datang kemari. Kamu bisa bekerja di management dan menjadi asisten artis lain. Aku yakin jika nanti akan ada artis yang menerima kamu dengan senang hati. Kamu orang yang cekatan, aku yakin banyak yang menyukai kamu."
"Lalu kamu di sini sendirian? Kamu mau tinggal di sini kan?"
"Iya. Aku ingin menjadi petani saja. Sepertinya menyenangkan jika bisa bertani sendiri. Menikmati hasil kerja keras sendiri sambil liburan." ucap Tara dengan tenang.
"Baiklah kalau itu yang kamu inginkan. Aku akan menyelesaikan semua urusanmu di sana. Kamu tenang saja, aku akan merahasiakan keberadaan kamu dari siapapun."
Tara merasa tenang saat Rina mengatakan semua yang ingin dia minta dari sahabatnya itu sebelum Tara memintanya.
"Terima kasih Rina, aku bisa mengandalkan kamu bukan?"
"Tentu saja. Lebih baik kamu tenang di sini, aku akan ke sini kalau ada waktu libur. Jaga kesehatan kamu selama aku tidak ada."
Tara mengangguk lalu dia memeluk tubuh Rina dengan sangat erat. Tanpa mengatakan kata-kata, dia berterima kasih kepada sahabatnya ini. Rasa bersalah sangat Tara drasakan saat ini, karena masalah pribadinya, Tara sudha membuat Rina harus melakukan semuanya. Pembatalan kontrak dan juga pembayaran denda.
"Maafkan aku karena sudah merepotkan kamu. Sekali lagi terima kasih."
"Tidak perlu sungkan kepadaku. Jika ada sesuatu kamu bisa mengabariku. Jangan merasa tidak enak, ponselku masih aktif dua puluh empat jam untuk kamu."
Air mata Tara akhirnya luruh juga. Tara akhirnya menyerah. Berpura-pura jika semuanya baik-baik saja ternyata bukan solusi yang tepat. Pria yang dia cintai harus mendapatkan apa yang dia inginkan dan semua cita-cita dari pria itu menghalangi hubungan keduanya muncul ke publik.
"Kamu benar-benar yakin untuk melepaskan semua dunia kamu ini? Aku sayang saja jika kamu melepaskan semua ini. Karir kamu sedang bersinar terang saat ini."
"Aku rasa aku tidak akan bisa menjalani semua ini. Rasanya hatiku tidak sanggup jika seperti ini terus-menerus. Aku salah. Aku terlalu percaya diri, aku pikir aku sanggup dan ternyata tidak."
Rina memeluk Tara dan mengusap punggungnya. Rina berusaha menenangkan Tara yang saat ini sedang galau karena permasalahan kehidupan cintanya.
"Baiklah, apapun keputusan kamu aku mendukungnya. Jangan memendam semua sendirian, kamu bisa mengatakan kepadaku jika kamu membutuhkan pertolongan atau teman untuk curhat. Aku akan selalu ada untuk kamu, kapanpun itu."
"Maaf aku sudah merepotkan kamu. Masalahku membuat kamu harus kesulitan."
"Bukankah itu gunanya aku sebagai manajer kamu? Kalau kamu berubah pikiran dan ingin kembali ke dunia keartisan, hubungi aku. Aku akan dengan senang hati mendampingi kamu lagi."
"Pasti. Aku akan menghubungi kamu jika aku ingin kembali."
"Kapan kamu akan kembali ke Jakarta? Tolong rahasiakan apapun dari Alex."
"Besok aku kembali ke Jakarta sekaligus mengurusi pembatalan kontrak. Kamu tenang saja, aku akan menyimpan rapat-rapat rahasia dimana kamu berada."
"Baiklah kalau begitu. Lebih baik sekarang kita pergi jalan-jalan, sepertinya apel di kebun sedang panen sekarang."
"Benarkah? Kenapa kamu tidak mengatakan sejak tadi? Aku akan mememtik sendiri buah yang akan aku bawa untuk oleh-oleh."
"Bawa yang banyak. Berikan pada ibu dan sampaikan salamku kepadanya."
"Aku yakin wanita tua itu akan marah kepadaku karena menyembunyikan kamu. Dia sangat mencintai kamu."
Tara tertawa mendengar kata-kata Rina yang tidak setuju jika ibunya lebih menyayanginya dari pada Rina, anaknya sendiri.
"Mungkin kita memang anak yang tertukar."
"Mungkin saja."
Tara tertawa sambil merangkul tubuh Rina. Keduany keluar dari villa lalu berjalan menuju kebun apel yang letaknya tidak begitu jauh dari villa.
Tara dan Rina berjalan di jalanan setapak. Banyak pekerja perkebunan yang berlalu lalang menyapa mereka, penduduk desa yang sangat ramah. Satu hal yang selalu membuat Tara senang tinggal di desa, dia bisa menghirup udara segara dengan bonus tetangga yang ramah.
"Kenapa kita tidak membawa motor saja sih? Aku capek Tara," keluh Rina yang mulai merasakan keringatnya menetes keluar membasahi keningnya.
"Lebih sehat kalau kita jalan kaki. Jangan banyak mengeluh, masih untuk Tuhan memberikan kita dua kaki sehingga kita bisa berjalan dengan baik. Bayangkan jika kita tidak memiliki kaki, kita akan kesulitan untuk berjalan."
"Iya... iya.... jangan mulai ceramah. Telingaku terasa panas mendengar ceramah kamu." ucap Rina sambil mengusap telinganya kasar.
Tara tertawa melihat tingkah lucu Rina yang mungkin akan sangat lama tidak dia lihat. Selama bekerja dengan Rina, Tara merasakan chemistri yang cukup baik dengan manajernya itu. Tara menyayanginya seperti adiknya sendiri. Jika tidk mengetahui dari awal, mungkin orang yang melihat Tara dan Rina menganggap mereka berdua adalah kakak beradik.
"Lihat itu! Mereka semua sedang bekerja, ayo cepat!"
Tara menarik tangan Rina dan mereka bersua berlari menuju kebun Apel milik Tara. Selama menjadi artis, cita-cita Tara memiliki perkebunan.
Tara cukup banyak membintangi film sehingga dia bisa menabung dan membeli tanah di Malang. Tinggal di daerah sejuk adalah impiannya. Ibu kota sudah membuatnya bosan, asap kendaraan membuatnya merasa tidak nyaman tinggal di kota. Dia lebih senang tinggal di daerah yang sejuk dan tenang seperti di desa ini.
"Siang Non Tara!" Sapa seorang pegawai yang sedang mengangkut apel.
"Siang Pak Hasan, sudah hampir selesai?"
"Waduh, belum Non. Wong ini saja masih belum ada separo yang di petik. Non mau etik apel juga?"
"Iya Mang Hasan, Tara mau membawakan teman Tara yang besok akan kembali ke Jakarta." Jawab Tara smabil menunjuk Rina yang sibuk melihat ke seluruh kebun apel.
"Non Rina mau pulang? Tidak nginap di sini lebih lama, Non?"
"Tidak Mang Hasan. Saya harus segera pulang, pekerjaan saya di Jakarta sudah berteriak memanggil saya untuk segera kembali. Mereka merindukan saya." Jawab Rina sambil menggoda Mang Hasan.
Tawa Tara dan yang lainnya kembali meledak setelah mendengar kata-kata kelakar yang Rina katakan. Sahabatnya ini memang sangat pandai membawa dirinya dalam dituasi apapun, termasuk seperti saat ini.
"Aku pasti merindukan suasana seperti ini."