webnovel

Bagian 53

Putri dan Aldi kini berhadapan dengan seorang wartawan dari salah satu media ternama. Dua hari yang lalu, mereka telah berdiskusi untuk menghadapi isu baru yang menerpa. Aldi sempat kaget sekaligus bahagia ketika mengetahui Putri adalah penyelamatnya di malam nahas beberapa waktu yang lalu. Dari kebetulan itulah, keduanya sepakat untuk menangkis gosip miris dengan kisah dramatis nan romantis.

"Berita yang beredar tentang Anda berdua sangat mengejutkan publik. Tapi, kami lihat-lihat, Mas Aldi tidak seperti di bawah ancaman seperti gosipnya," tanya wartawan.

"Tentu saja karena gosip itu tidak benar," sahut Aldi.

Dia menatap Putri dan tersenyum lembut. Putri juga balas tersenyum. Kemudian, mereka saling menggenggam tangan. Wartawan yang tadi bertanya sampai tersedak, lalu terlihat canggung.

Sang wartawan tersadar dan berdeham sebelum mulai bicara lagi, "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi malam itu? Di video yang beredar, Mbak Putri membawa Mas Aldi memasuki hotel, tapi keluar lagi."

Aldi dan Putri saling memberi isyarat. Inilah saatnya mereka mulai membuat drama mengharukan. Namun, sebelumnya Aldi ingin sedikit memberi pelajaran kepada Gilang.

"Jadi, malam itu saya dicandai oleh sepupu saya. Dia memasukkan obat ke minuman. Kalian pasti mengerti obat apa yang dimasukkan jika mengingat kembali gosip saya mendorong wanita malam kelas atas," tutur Aldi dengan sengaja mendorong opini buruk tentang Gilang.

Wartawan gosip itu refleks menutup mulut. Matanya tampak membulat lebar. Namun, dia cukup profesional, hanya dalam beberapa detik sudah kembali ke mode pencari berita.

"Ah, jadi obat seperti itu! Wah, hebat sekali Mas Aldi masih bisa menolak godaan sebesar itu! Apa jangan-jangan–"

"Saya laki-laki normal," potong Aldi cepat. "Saya hanya tak bisa lepas dari masa lalu. Saya memiliki cinta pertama yang tidak bisa dilupakan."

Si wartawan menatap Aldi dengan kagum. "Wah, wah, ini benar-benar menarik! Ternyata, Mas Aldi punya sisi yang sangat romantis, tapi pada akhirnya Mas berpacaran dengan Rani, juga Mbak Putri."

"Saya berpacaran dengan Rani juga saran dari Gilang. Dia bilang saya mungkin bisa move on kalo punya pacar secantik Rani."

Wartawan mengangguk-angguk. "Ya, ya, ya, saran itu masuk akal juga," komentarnya.

Dia sempat melirik Putri. Mungkin si wartawan kebingungan. Jika dibandingkan berdasarkan standar kecantikan orang Indonesia, Rani memang lebih cantik. Dia menjadi sedikit percaya dengan gosip Aldi mendapat ancaman.

Aldi bisa membaca situasi dan raut wajah wartawan tersebut. Dia pun segera melanjutkan cerita, "Saran dari Gilang tidak berhasil. Saya tetap tidak bisa move on. Akhirnya, saya putus sama Rani karena tak ingin menyakiti dia lebih lama lagi."

Wartawan menggigit ujung pulpennya. Kemungkinan dia sedang bertambah bingung. Jika Rani tak bisa menaklukkan hati Aldi, bagaimana Putri melakukannya?

"Anda tidak perlu bingung. Kenapa saya akhirnya berpacaran dengan Putri? Itu ada hubungannya dengan kejadian saya dikasih alkohol dan obat."

"Bukannya tadi Anda bilang, Mbak Putri tidak mengancam?"

Aldi tiba-tiba merasa dongkol. Kebanyakan orang memang memandang fisik. Mereka menjadi tidak percaya dia akan memilih Putri dibandingkan Rani, lalu memunculkan berbagai spekulasi tak benar.

"Putri justru menolong saya ...."

Aldi pun menceritakan kejadian nahas malam itu. Bagaimana dia berlari ke luar tempat karaoke dan hilang kesadaran. Esok paginya, Aldi panik dan menemukan catatan dari Putri. Dia juga menunjukkan kertas berlogo hotel itu kepada wartawan. Putri sedikit kaget karena ternyata Aldi masih menyimpannya.

"Cukup lama saya mencari sang penyelamat, hingga akhirnya mendapat nomor hapenya. Saya mengajaknya ketemu karena ingin memberikan balas jasa."

Aldi sengaja diam sejenak. Dia sengaja membuat wartawan itu penasaran. Setelah dirasa waktunya tepat, Aldi baru melanjutkan cerita.

"Tak disangka saat bertemu, saya bisa merasakan lagi debar itu. Debar ketika kita bertemu seseorang yang mencuri hati."

"Baru pertama kali bertemu langsung berdebar?" tanya wartawan dengan tatapan tak percaya.

"Iya, karena wajah, gaya bicara, bahkan gesturnya mirip sekali dengan cinta pertama saya," jelas Aldi.

"Bukankah itu jahat dan tidak adil untuk Mbak Putri, Mas? Masa Mbak Putri cuma jadi bayang-bayang cinta pertama Mas Aldi?" cecar wartawan masih mencari celah.

"Kalo pikiran Mas Aldi dibilang jahat, berarti kami sama-sama jahat dong, Mbak," celetuk Putri yang akhirnya angkat suara setelah diam saja selama wawancara berlangsung.

"Maksudnya gimana, Mbak Putri?"

Putri menyengir lebar. "Soalnya, saya menerima Mas Aldi juga karena dia mirip cinta pertama yang tidak bisa saya lupakan," jawabnya sambil berakting malu-malu.

"Jangan-jangan Anda berdua memang saling mengenal dan cinta pertama itu ...."

"Andai kebetulan itu benar, kami akan sangat bersyukur," sahut Aldi dan Putri kompak.

"Anda berdua sudah sangat kompak dan serasi," puji si wartawan.

Putri berpura-pura tersipu. Sementara Aldi memilih bersikap terang-terangan terlihat bangga dan mengenggam tangan gadis itu. Selanjutnya, tak ada lagi pertanyaan memancing dan menjebak, hanya obrolan santai.

***

"Hari ini kita akan mencoba Tari Merak. Ada yang tau Tari Merak?" tanya Putri mengawali latihan menari sore itu.

"Tari dari Jawa Barat, Bu!"

"Tarian yang memperagakan burung merak, Bu!"

Anak-anak berebutan menjawab. Putri memandang mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang. Senyuman tak lepas dari wajah manisnya. Melatih menari membawa kebahagiaan tersendiri bagi gadis itu. Terlebih, gosip miring juga sudah sepenuhnya ditekan, sehingga satu beban pikiran sudah berkurang.

Setelah keriuhan anak-anak tak terdengar, barulah Putri berbicara, "Iya benar, Tari Merak berasal dari Bandung, Jawa Barat. Tari ini ditampilkan dalam peristiwa bersejarah lho."

"Peristiwa apa, Bu Guru?"

"Shinta, bisa bantu jawab?" Putri mengerling kepada Shinta yang sedari tadi malah memandanginya dengan mata berbinar-binar.

"Eh, anu iya, Kakak Guru, Konferensi Asia Afrika!"

Anak-anak tertawa. Shinta menyengir lebar. Dia kaget sampai salah memanggil kakak guru.

"Benar kata, Kak Shinta. Tari Merak diciptakan oleh Raden Tjetje Soemantri pada 1955 untuk menghibur para delegasi Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955. Raden Tjetje Soemantri mengambil gerakan-gerakan indah burung merak jantan dan dijadikan tarian yang indah," jelas Putri panjang lebar.

"Oh pantes, ya, Bu, gerakannya kayak burung merak gitu."

"Betul. Kostumnya pun begitu."

Putri menunjukkan karton besar berisi gambar penari yang tengah membawakan Tari Merak.

"Pada bagian kepala, ada siger, sanggul, tutup sanggul, bunga sanggul, susumping, dan suweng. Bagian badan menggunakan apok, beubeur, soder, sinjang, kacih atau kace, dan buntut merak. Bagian tangan dihiasi dengan kilat bahu dan gelang tangan," jelasnya sambil menunjuk satu per satu bagian yang disebut.

Putri menggulung kembali karton.

"Sudah cukup sejarahnya, ayo langsung kita praktik saja."

"Ada lima gerakan dasarnya, ya. Ibu akan contohkan. Ini yang pertama."

Putri menggerakkan kaki seolah-olah sedang mengais tanah. Sementara itu kepalanya digeleng-gelengkan seperti burung merak. Adapun posisi tangan berada di samping tubuh sambil memegang kain bercorak warna-warni layaknya bulu merak, lalu diayunkan ke depan dan belakang.

"Nah, tadi gerakan pertama, sekarang kita masuk ke gerakan kedua."

Putri berjongkok. Dia meletakkan kedua tangan di kaki bagian atas. Barulah, bahunya digerakkan ke depan dan belakang.

"Untuk gerakan dasar ketiga, tergantung tempo lagu. Jika cepat tubuh digerakkan ke depan dan belakang dengan cepat begitu juga sebaliknya jika lambat, maka tubuh digerakkan dengan lambat."

Putri mengatur napas sejenak. Anak-anak masih menyimpak dengan antusias.

"Gerakan dasar keempat adalah gerakan seperti burung merak membuka sayap," jelas Putri. sambil merentangkan kain dan berjalan dua kali langkah dengan tumit terangkat.

"Lalu gerakan kelima, tumit tetap diangkat."

Putri mengangkat tangan kanan ke atas, sedangkan tangan kiri diluruskan ke bawah. Hal itu dilakukannya secara bergantian dengan mengangkat tangan kiri ke atas dan tangan kanan di bawah. Dia mengulang kelima gerakan dasar beberapa kali agar anak-anak lebih mudah mengingatnya.

Selanjutnya, Putri juga menjelaskan tiga pola lantai dalam Tari Merak, yaitu pola lantai melingkar, pola lantai horizontal, dan pola lantai diagonal. Pola lantai melingkar dilakukan secara melingkar dan menghadap ke arah luar. Pola lantai horizontal dilakukan dengan membentuk formasi lurus ke samping kanan atau kiri. Sementara pola lantai diagonal dilakukan dengan membentuk formasi secara melintang dari sudut kiri bawah ke kanan atas, dan sebaliknya yang dilakukan secara berhadapan.

"Sekarang, kita akan mencoba satu lagu. Kalian bisa ikuti gerakan Bu Guru dulu. Nanti baru akan dicoba tanpa Bu Guru contohkan."

Putri menyalakan musik. Suara gamelan yang indah pun terdengar. Semua anak bersiap di posisi masing-masing. Mereka pun menari bersama, tetap menawan meskipun tidak sedikit yang melakukan kesalahan. Putri mengulangi sampai tiga kali dengan jeda istirahat. Setelah dirasanya anak-anak sudah terbiasa, dia memulai tahap berikutnya.

"Ayo sekarang giliran kalian menari tanpa Bu Guru! Sudah siap?"

"Siap, Buuu!"

Putri terkekeh. Dia menyalakan pemutar musik. Suara gamelan kembali mengalun merdu. Anak-anak mulai menari dengan gemulai. Beberapa dari mereka memang masih melakukan kesalahan kecil. Namun, Putri dengan sabar mengoreksi. Dia begitu telaten mengawasi dan mengajari para murid, hingga tak menyadari sosok berjaket dan bertopi hitam tengah mengawasi dari kejauhan.

***