webnovel

Biarkan Hati Yang Berbicara

kata orang semesta ini luas, tapi untukku tidak. karena dimana pun aku, kamu akan selalu berhasil menemukanku -rifza- kata orang cinta pertama itu susah dilupakan, tapi bagiku tidak. nyatanya, ketika bersamamu duniaku hanya akan diisi cerita tentangmu -disa-

Diana_Chanifa · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
11 Chs

disa 6

setelah sholat maghrib, aku dan acha berjanji untuk menonton film bersama menggunakan laptop ku. kami sedang ingin menonton film 'kartini' yang di buat ulang dimana didalam film tersebut di bintangi oleh bintang papan atas 'dian sastro'. aku bangga dan terharu melihat perjuangan ibu kartini yang dengan semangat juangnya menjunjung tinggi pendidikan bagi kaum perempuan.

"pada jaman dulu saja, dengan semangat juangnya, ibu kartini ingin kaum perempuan mendapat perlakuan yang adil dalam segi pendidikan. tapi kenapa dijaman sekarang banyak yang bilang sia-sia saja perempuan berpendidikan tinggi, kalau ujungnya cuma mengurus anak dan suami. aku suka tersinggung kalau ada yang bilang begitu cha." aku berkomentar pada acha saat kami telah menyelesaikan film 'kartini' dan berbaring bersama diatas tempat tidurku.

"itu kan sudah mendarah daging dipemikiran masyarakat dis, susah kalo mau ngubah." ujar acha yang aku balas dengan menghembuskan nafasku.

"justru itu yang seharusnya kita rubah pelan-pelan. aku ingat perkataan dian satro yang mengatakan bahwa perempuan cerdas akan melahirkan anak yang cerdas pula. karna bagaimana pun juga, perempuan adalah sekolah pertama bagi anaknya." acha hanya diam saja mendengarkan pendapatku. aku pun melanjutkan,

"coba kamu bayangkan cha, ketika seorang suami sedang terpuruk karna pekerjaan, dan sang istri tidak mempunyai pendidikan yang memadai, ekonomi keluarga pun akan ikut terpuruk karna tidak bisa membantu apa-apa. tapi lain hal nya kalau seorang istri juga berwawasan luas, ia pasti akan bisa membantu dengan ilmu yang dimilikinya. mungkin juga bisa ikut bekerja agar ekonomi lebih terbantu lagi."

"sayangnya pendapatmu itu ada pro-kontra nya dis. tidak semua akan setuju. sudahlah, bicaramu berat, aku malas dengernya. lebih baik ganti topik saja." kata acha yang aku balas dengan tertawa ringan. acha memang selalu seperti itu, tidak bisa diajak bicara tentang hal-hal yang topiknya berat. beda lagi kalau kalian bicara tentang kpop, dia pasti akan langsung senang dan tidak berhenti bicara.

"dis, aku penasaran deh sama laki-laki yang kamu ceritakan itu.." kata acha setelah kami diam beberapa saat.

"rifza maksud kamu?" aku memastikan.

"iya, kejadian demi kejadian dia terlibat kan didalamnya. cuma karna kamu dia mau melakukan itu semua."

"kamu aja penasaran, apalagi aku cha. tapi dia sih bilang sama aku kalau dia cuma mau liat aku senyum." acha tertawa ringan mendengar perkataanku.

"gombalan banget sih dis. aneh.." aku ikut tertawa mendengarnya.

"aku kan sudah bilang dia aneh."

"tapi dis, perkataan alvin juga harus kamu dengar, jangan sampai kamu kecewa karna harapanmu sendiri. bukannya aku bilang dia tidak baik, tapi kita kan belum mengenal dia sepenuhnya. jadi jangan terlalu percaya dulu." aku tersenyum dan mengangguk.

"iya, aku ngerti kok."

setelah berbincang panjang dengan acha, waktu telah menunjukkan jam malamnya dan mata kami mulai mengantuk. akhirnya kami memutuskan untuk tidur karna besok kami juga harus masuk sekolah.

sebelum tidur, tidak tau kenapa aku jadi nemikirkan laki-laki aneh bernama rifza. peristiwa yang terjadi di cafe membuatku bertanya-tanya tentang siapa yang telah membayarkan tagihan kami. apakah itu perbuatan rifza juga? kalau bukan, lalu siapa? acha dan kedua teman lelaki ku menyerah memikirkan siapa yang telah membayar.

alvin mengatakan bahwa itu mungkin rezeki kita jadi tidak perlu ditolak. anggap saja itu perbuatan baik yang tidak boleh kami sia-sia kan. acha dan beni pun setuju dengan alvin. apakah hanya aku saja yang terlalu banyak berfikir? entahlah, aku juga tidak tau.

setelah malam yang panjang, akhirnya pagi pun tiba. aku berangkat dengan ketiga temanku seperti hari biasanya. melalu hari yang penuh dengan pelajaran yang memang harus aku mengerti dan ikuti.

saat istirahat tiba, aku menoleh pada alvin yang duduk disebelahku.

"ayo ke kantin, aku laper.." kata alvin yang sudah berdiri dan bersiap menuju kantin.

"duluan aja deh. nanti aku nyusul.." alvin mengerutkan keningnya.

"kenapa? mau kemana?"

"mau daftar klub jurnalis dulu, udah janjian sama rani." kataku yang hanya dijawab anggukan kepala oleh alvin.

"oke deh, aku tunggu dikantin umum ya bareng acha sama beni."

"oke." setelah kepergian alvin, aku menepuk pelan pundak rani yang menungguku sambil berbincang dengan galih teman sekelasku juga.

"ayuk ran.." setelah berpamitan dengan galih, aku dan rani akhirnya pergi menuju ruang klub jurnalis yang ada didalam gedung utama sekolahku.

sampai disana, aku melihat banyaknya teman dan juga senior yang berkumpul. karna memang disinilah semua ruang klub sekolah berada. aku melihat ruang yang aku cari, disana tertulis 'klub jurnalis'. rani segera menggandeng lenganku untuk bergegas menuju ruang klub.

saat tiba didepan ruangan, betapa terkejutnya aku melihat lelaki yang semalam sempat memenuhi pikiranku. ia disana sambil tersenyum dan berbincang dengan teman-temannya. kulihat ia berada didepan ruangan 'klub menggambar'. aku ikut tersenyum melihatnya. aku ingat ia pernah berkata tidak ingin mendalami hobinya, karna ia tidak suka dinilai. ternyata ini jawabannya, ia hanya ingin menyalurkan apa yang ia suka dengan berkumpul bersama orang-orang yang menyukai dunia seni, sama sepertinya.

tak kusangka kedua mata kami bertatapan. ia terlihat terkejut namun segera ia tutupi dengan tersenyum kearahku. aku pun membalas senyumannya. karna memang aku dan rani sedang bergegas, alhasil aku tidak bisa berbincang sebentar dengan rifza.

"dis, sini cepat. kamu kan harus buru-buru karna ditunggu teman-temanmu." kata rani sambil menarikku yang sempat berhenti karna ingin menyapa rifza. namun apalah daya, kami hanya bisa saling menyapa lewat senyuman. karna memang aku harus bergegas dan segera menuju kantin untuk menemui ketiga temanku yang sudah menungguku. waktu kami terbatas karena jam istirahat hanyalah 30 menit.

"besok jam 2 siang sepulang sekolah kita ada tes masuk, kalian harus datang tepat waktu ya." kata kak radit yang menjabat sebagai ketua klub jurnalis. aku dan rani hanya bisa mengiyakan. kuota klub jurnalis yang terbatas, mengharuskan kami yang ingin mendaftar harus mengikuti tes terlebih dahulu. klub jurnalis sekolahku termasuk klub terbaik karna selalu menghasilkan karya yang dimuat diberbagai majalah, koran, bahkan ada beberapa yang sudah diterbitkan kedalam buku. oleh karenanya, ada tes terlebih dahulu.

"besok sepulang sekolah kita langsung kesini aja dis. gak usah balik ke asrama dulu, nanti takut telat." kata rani yang kujawab dengan gumaman setuju.

aku berjalan sambil melihat sekitarku. tidak tau kenapa aku mencari sosok lelaki aneh itu. kulihat didepan klub menggambar namun ia sudah tidak ada disana. mataku terus mencari, namun tak juga kudapatkan sosok lelaki tinggi itu.

"nyari siapa sih dis? alvin?" tanya rani yang mungkin ia melihatku sedang mencari-cari seseorang.

"oh enggak kok, cuma lihat-lihat ruang klub yang lain aja." jawabku sambil tersenyum canggung.

saat keluar dari gedung utama, aku berbincang banyak dengan rani tentang dunia jurnalis. tak kusangka, rani juga menyukai komik conan sepertiku. ia juga mengatakan ia suka membaca novel pembunuhan karna suasana tegang yang bisa terasa ketika membacanya. namun saat asik berbincang, aku melihat sesosok laki-laki yang aku cari sedang duduk dikursi taman yang ada didepan gedung utama. ia melihatku sambil tersenyum.

"ran, kamu duluan aja deh. nanti kalau sampai kantin dan alvin nanyain, bilang aja aku lagi ketemu sama temenku. bilang sama dia juga kalau sempat, nanti aku ke kantin. kalau tidak, aku akan langsung balik ke kelas."

"okedeh."

setelah berpisah dengan rani, aku pun menghampiri rifza yang sedang duduk ditaman. ia tersenyum dan memberikan sekotak susu pisang dan sebungkus roti lapis untukku.

"terimakasih.." kataku sambil menerima pemberiannya dan duduk disampingnya. ia hanya mengangukkan kepala sebagai tanggapan. aku pun segera meminum susu pisang itu.

"kamu menungguku?" tanyaku penasaran.

"iya."

"aku kira kamu sudah pergi tadi.."

"kamu mencariku?" ia bertanya yang aku jawab dengan anggukan kepala.

"aku mau menanyakan kamu sesuatu."

"apa?" aku segera melihat kearahnya. kutatap rifza yang membuat ia terkejut dan segera menghindari tatapanku. kuhembuskan nafasku pelan. lagi-lagi ia tak berani menatapku terlalu lama.

"kemarin itu ulahmu ya?" tanyaku langsung.

"kamu suka bingsoo pisangnya?" ia berbalik bertanya padaku. aku tersenyum, karna secara tidak langsung ia membenarkan bahwa kemarin memang ulahnya.

"suka, terimakasih. tapi lain kali kamu tidak usah membayar semua tagihanku dan teman-temanku juga." rifza terlihat terkejut mendengarku. aku pun mengerutkan alisku.

"kenapa?"

"kamu kesana dengan teman-temanmu? tidak sendiri?" kali ini aku yang terkejut mendengar pertanyaannya.

"kamu tidak tau?" rifza menggelengkan kepalanya. aku semakin bingung mendengar perkataan rifza. kalau bukan ulah rifza, lalu siapa?