webnovel

Resident

Zefa terus menatap tantenya yang sedang asik meredakahkannya hingga tepat ketika Dora berhenti barulah Zefa menjawab perkataan tantenya dengan mengatakan, "Oh benar, aku lupa mengatakan pada tante kalau pacarku sedang sibuk dengan pekerjaannya dan tadi tante bertanya kapan aku menikah? Lalu kapan tante akan mati?" Zefa menatap tantenya yang sedang tercengang dengan tatapan sayu.

Tak hanya Dona saja yang tercengang dengan perkataan Zefa. Kedua mata Estevan melebar dan menggeleng tidak percaya. "Apakah dia memang berkata seperti itu?"

Bimo menepuk pundak Estevan lalu mengatakan, "Bersabarlah Estevan, memang begitulah sifat Zefa yang sebenarnya."

'Perkataanya memang sangat menyakitkan' batin Estevan dan terus menatap Zefa serta tantenya.

Dona sendiri berusaha menahan amarahnya dengan tertawa kecil. "Ponakanku ini memang pintar berbicara ya, di umur 20 tante sudah menikah."

"Lalu setelah itu cerai, kan?" sindir Zefa. Melihat tantenya yang semakin Zefa mengambil segelas jus dingin lalu meneguknya. "Wah sepertinya suasananya sangat panas ya." Zefa menyodonkan jus yang baru diambilnya kepada Dona. "Apakah tante mau?" tawar Zefa sambil tersenyum tipis dan menaikkan salah satu alisnya.

Dona mendengkus kesal. "Ish! Kenapa kau tidak menikah saja!"

"Kenapa diumur segini tante tidak mati saja," sindir Zefa lalu meneguk habis jus di gelas. "Tente dulu yang buat acara dengan keluarga yang lain? Lumayankan bisa buat acara makan-makan."

"Kau tahu Zefa, uang tidak akan bisa membeli kebahagian."

"Kalau begitu pasti tante mau mentransfer uang hasil dari pria simpanan tante." Zefa benar-benae lhas melihat wajah Dona yang kian memerah.

Darah sudah mendelesir naik sampai ke kepala Dona, dia tidak ingin kalah dari ponakannya. "Lihatlah tetangga tante–"

Sebelum mengatakan hal yang tidak ingin di didengar Zefa langsung meletakakn gelas di atas meja lalu memotong perkataan Dora. "Menghamburkan ludahku untuk membalas perkataan tante adalah hal yang sia-sia."

Zefa maju selangkah kemudian memengang pundak Dona lalu berbisik, "Tenanglah tante, rahasia tante mengenai pria selingkuhan tante aman bersamaku jika tante dan tidak membuka mulutmu yang menjijikkan seperti sampah itu" Zefa mendengus smabil tersenyum miring lalu berjalan pergi.

Dona mengepalkan tangan, dia menoleh dam menatap tajam kearah Zefa. "Awas saja kau Zefa, aku pasti akan meembalas penghinaan hari ini," gerutu pelannya.

Zefa mengedarkan pandangannya ke seluruh meja yang di atasnya tertata makanan. 'Wah membalas sindiran Dona tadi membuatku lapar' batin Zefa sambil mengusap perutnya yang mulai terasa lapar.

Zefa mulai meraih satu piring lalu mengambil beberapa buah dan meletakkannya di atas piring lengkap dengan saos coklat dan juga soda. 'Makanan manis memang tepat untuk menghilangkan stres karena kemarahan' Setelah cukup puas mengambil makanan tersebut Zefa langsung mencari tempat duduk dan tak lama dia melihat Aura dan Clara tengah berbincang-bincang bersama.

Tanpa pikir panjang Zefa menghampirinya dan duduk di depan Clara di samping Aura. "Apakah kalian sudah lama duduk disini?" tanya Zefa lalu menyantap makan di dipiringnya.

Aura menggeleng. "Tidak, kami juga baru saja datang. Oh ya bagaimana tadi kau menanggapi pertanyaan dari tante Dora?" Aura mencoba menahan tawa ketika mendengar perkataan Zefa yang begitu tajam.

Zefa menelan buah yang ada di mulutnya. "Tidak ada yang menarik, hanya aku memintanya untuk diam dan membungkam mulutnya saja."

Clara mengusap kepala Zefa. "Syukurlah, aku harap kau tidak menyakiti perasaannya."

Seketika itu juga Zefa langsung tersedak dan terbatuk. Dengan cepat Aura memberikan segelas air lalu Zefa segera menenggaknya. Setelah merasa lega barulah Zefa berkata, "Tentu tidak. Bu, bagaimana mungkin aku bisa menyakiti perasaannya."

Dari ekspresi wajah Zefa, Clara sudah dapat melihat kalau putrinya jelas sudah berbohong namun dia tidak mempermasalahkan hal tersebut karena dia tahu, Zefa tidak akan berkata tajam jika tidak ada yang menyulutnya.

Zefa kembali menikmati makananya namun, ketika dia hendak memasukah buah kemulutnya dia mendengar suara dua anak kecil yang sedang memanggilnya, akhirnya Zefa menurunkan tangannya dan mencari asal suara itu. Beberapa saat Zefa mencari akhirnya dia menemukan. "Mora, Noah. Apa yang kalian lakukan disini? Aku kira kalian sedang bermain."

Noah dengan wajah polosnya menjawab, "Kami ingin main bersama Kakak cantik, kata Mora kalau main bersama kakak cantik dan jalan-jalan bersamanya nanti kita akan tersesat bersama, bukankah itu menyenangkan?" Noah menoleh kearah Mora. "Pasti akan sangat seru bukan, Mora."

Mora mengangguk. "Iya, karena Mora pernah di ajak jalan-jalan keliling komplek lalu berubah jadi keliling satu kota."

Aura tidak bisa tahan menahan kepolosan mereka berdua dan langsung tertawa sedangkab Zefa benar-benar merasa malu dengan apa yang baru saja di dengarnya. 'Bagaimana bisa Noah menganggap tersesat sebagai hal hal yang menyenangkan?'

"Ayolah tante Zefa, kita jalan-jalan lagi," ajak Mora sambil memengang tangan Zefa lalu menggoyang-goyangkan.

"Mora, biarkan tante Zefa makan dulu. Lihat tante Zefa masih kelaparan nanti kalau kalian berdua dimakan bagaimana?" kata Aura yang berniat menakut-nakuti Noah dan Mora. Dan ketika melihat Noah yang berlari pergi membuat Aura berfikir kalau perkataannya tadi sangat menyakinkan.

'Kenapa aku terlihat seperti manusia kanibal?' batin Zefa tapi melihat Noah yang pergi membuatnya tidak nyaman. Zefa hendak bangkit dari tempat duduk dan berniat menghampiri Noah namun dia langsung mengurungkan niatnya ketika melihat Noah membawa sepiring penuh makanan di tangannya.

Noah meletakkan makanan tersebut di atas nakas lalu berkata, "Makanlah kakak cantik, kakak tidak boleh memakan kami karena itu tidak baik." Sambil bersendekap.

Zefa tersenyum melihat Noah yang khawatir padanya, Clara dan Aura sendiri juga kagum dengan kepekaan yang dimiliki Noah

Hal tersebut membuat Aura berbisik ke telinga Clara, "Aku yakin jika sudah besar dia akan menjadi anak yang hebat." Dan Clara hanya mengangguk.

Zefa menatap kearah kedua anak di depannya. "Apakah kalian mau makan bersama?" Tepat ketika Mora dan Noah mengangguk, Zefa langsung menyuapi kedua anak itu sambil tersenyum senang.

Disisi lain Estevan yang sebelumnya melihat Noah membawa sepiring makanan penuh bergegas mencarinya karena dia khawatir Noah akan membawa menimbulkan masalah.

'Aku harus segera menemukannya kalau tidak bisa gawat' batin Estevan yang terus berjalan mencari putranya.

Dan setelah menemukannya kedua manik hitam milik Estevan membelalak sempurna ketika melihat Noah yang duduk dengan tenang dan makan dari suapan Zefa. Estevan berdiri sedikit menjauh karena tidak ingin putranya mengetahui kalau dia sedang mengawasinya.

'Memang lebih baik seperti ini' batin Estevan. 'Tapi untunglah kalau Noah bersama dengan sekertaris Zefa, aku jadi sedikit tenang' Estevan mencari kursi kosong lalu langsung menghampirinya ketika sudah menemukannya. Dia berniat mengawasi Noah dari kejauhan dan memantau perkembangan putranya.

To Be Continued...