webnovel

Fireworks

9

Sebuah cincin perak bermotifkan bunga matahari melingkar tepat di jari manis tangan Zefa yang lentik. Untuk beberapa detik Estevan terpaku dengan benda tersebut namun, saat melihat telapak tangan Zefa yang dijahit Estevan tersadar dari lamunanya. 'Tunggu untuk apa aku memikirkan hal yang tidak penting seperti ini, lebih baik aku memikirkan orang yang hampir membunuhku dan gadis ini.' Estevan memperhatikan wajah Zefa yang tanpa ekspresi saat satu demi satu jarum menusuk di tangannya.

"Untung saja dibawa tepat waktu, walaupun memerlukan jahitan tapi tangan Zefa cukup baik dan bahkan dia juga tidak mengeluarkan banyak darah karena sapu tangan yang di bakutkan ke telapak tangannya." Setelah memerban luka Zefa, Rea beranjak dari tempat duduknya begitu juga dengan Zefa dan Estevan. Rea memegang bahu Zefa sambil berkata, "Aku tahu kau suka menyia-nyiakan nyawamu tapi jangan sampai bertindak gila lagi."

'Menyia-nyiakan nyawa?' Estevan bingung dengan apa yang baru saja dikatakan Rea.

"Kau berlebihan, pukul berapa sekarang?" Zefa menilik kearah jam arloji yang ada ditangannya, disana terlihat jelas kalau sekarang pukul 14.30 saat itu juga Zefa menurunkan tangannya serta berkata, "Kita masih punya waktu lima jam sebelum jadwal makan malam dengan client."

"Berhentilah berkata yang tidak penting, ayo kita pergi." Estevan menganggukan kepalanya kepada Rea begitu juga dengan Zefa dan tak lupa senyum tipis menghiasi wajah datarnya ketika ia berjalan mengekori Esteva.

"Aku tidak menyangka kalau Zefa akan bekerja di kota ini," gumam Rea lalu menutup pintu ruangannya.

~

Tepat saat mobil mereka berhenti di parkiran kantor, Zefa bergegas turun dan membukakan pintu untuk Estevan. Estevan yang melihat perlakukan Zefa kepadanya membuat pria itu marah, ia menatap tajam kearah Zefa yang ada di depannya. "APA KAU KIRA AKU LUMPUH SEHINGGA TIDAK BISA MEMBUKA PINTU SENDIRI?" bentaknya kepada Zefa.

Zefa yang awalnya memundukkan kepalanya perlahan mulai memangkat kepalamya ketika mendengar nada tinggi dari Estevan. 'Menyebalkan sekali.' Ketika Estevan mulai melangkahkan kakinya, Zefa mengikutinya dari belakang dan ketika sampai di depan lift Estevan menghentikam langkah kakinya, Zefa yang berada di belakangnya juga mengikuti hal yang sama.

"Setelah ini aku akan memberimu waktu istirahat sampai jam makan malam, lakukan apapun sesukamu aku tidak peduli," ucap Estevan tanpa menolehkan wajahnya dan masuk kedalam lift.

Zefa diam mematung saat melihat wajah garang dari Eatevan tertutup oleh pintu lift. Ia enggan masuk ke ruangannya karena pembatas kaca yang membatasi ruangannya dengan Estevan namun, tidak ada lagi tempatnya untuk istirahat selain ruangannya sendiri. Akhirnya Zefa memutuskan untuk menekan pintu tombol pintu lift dan saat pintu itu terbuka barulah Zefa masuk dan menekan tombol angka lima sesuai dengan ruangannya.

Zefa melangkahkan kakinya dengan cepat saat melewati ruangan Estevan lalu bergegas masuk dan duduk di kursi ruangannya. Nafanya sedikit terengah-engah karena ia tidak ingin sama sekali berpapasan dengan Estevan begitu juga saat ini dan karena kejadian yang tidak terduga tadi siang membuat perut gadis itu berbunyi.

"Akh! Sial gara-gara Yura aku hanya makan sepotong roti saja,' eluhnya namun, saat Zefa menyandarkan kepalanya diatas meja ia teringat kalau tadi Agus memberikannya dua buah sandwich dan juga kopi latte.

Zefa mencari kedua makan tersebut serta minumam miliknya yang ia ingat berada tidak jauh dari meja miliknya. Zefa mencoba membuka lemari yang berada di belakanh tempat dusiknya dan menemukan apa yang sedang dicarinya. Zefa mengambil makanan serta minuman tersebut lalu menikmatinya dengan nyaman dan tenang.

Setelah beberapa saat Zefa menikmati makannya tibalah saat ia hendak memakan sandwich kedua namun, saat ia hendak melahap makana tersebut Zefa teringat akan sesuatu. Perlahan Zefa menurunkan sandwicnya dan meletakannya diatas bungkus makanan tersebut. "Apakah kejadian tadi karena ulah bajingan itu?'

Zefa mengambil ponsel yang berada diatas nakas lalu menekan salah satu aplikasi chat yang ada di gawainya, hanya ada satu nama yang terpikirkan di dalam otak Zefa saat ini. "N...n...n mana sih huruf n." Tepat saat ia menemukan apa yang sedang dicarinya, Zefa segera menekan foto profil dari salah satu kontaknya. "Nathan, kemana pria ini pergi? Ini sudah lima tahun."

Zefa tidak lihat Foto dari kontak chat miliknya, Zefa merasa kalau penyebab Nathan menghilang adalah karena kesalahannya. "Tidak, aku harus menyelesaikan ini sendiri. Aku akan membalaskan dendam kematian dari Joshua." Sebuah sorot tajam diarahkannya pada sebuah roomchat yang sedang di bukanya.

Dddrrrtt....

Dering dari ponselnya berbunyi, dengan menggunakan tangan kirinya Zefa menarik ikon hijau lalu mendekatkan ponselnya kearah daun telinga. "Halo, Dengan Sekretaris Zefa dari kantor Zorger Company. Ada yang bisa saya bantu?"

"Ah maaf menelfon siang-siang begini."

Suara serak seorang pria terdengar dari speaker gawai Zefa, sejenak ia menjauhkan ponsel dari telinganya lalu menulis nomor yang tertera dilayar ponselnya. Walaupun dengan cara kidal namun, Zefa berusaha dengan cepat menulis nomor si penelfon. "Tidak apa-apa, ada yang bisa saya bantu?"

"Jadi begini, saya mau mendaftarkan diri saya sebagai Sekertaris di kantor Zorger Company."

Mendengar perkataan dari penelfon membuat Zefa terdiam. 'Sekertaris? Apakah pria itu ingin memecatku?' batin Zefa sambil melirik kearah ruangan Estevan.

"Halo? Halo."

"Baik, anda bisa mengirimkan CV lewat email lalu nanti malam saya akan memberikan hasilnya." Zefa mencoba tenang dalam menanggapi situasi ini, tepat setelah Zefa mematikan sambungan telfon. Dari layar komputer yang ada di depannya terdapat memberitahuan mengenai CV yang di kirimkan penelfin tadi.

Zefa bergegas mencetak data tersebut menjadi sebuah lembaran kertas lalu memasukkannya ke dalam map berwarna merah dan berjalan menuju keruangan Estevan. Zefa tidak tahu nama pengirim CV ini sebab yang ada dipikirannya saat ini adalah menegakkan ketidak adilan yang sedang dihadapinya saat ini.

Suara ketukan pintu terdengar. Zefa membua pintu dengan tangan kirinya dan berjalan kearah Estevan yang sedang duduk santai di ruangannya. "Apakah anda membuka lamaran pekerjaan bagi sekertaris?" Zefa meletakkan CV yang telah dicetakkan keatas nakas lalu melangkah kebelakang.

Estevan meletakkan gawainya diatas meja, ia membuka map yang diberikan Zefa tadi. "Ya, aku terbiasa bekerja dengan dua sekertaris," balasnya sambil mengamati lembaran CV yang ada di depannya.

'Bagimana mungkin dia tidak memberitahuku dulu? Oh atau jangan-jangan pak Leonard sudah tahu?' batin Zefa.

"Kita terima, dia akan menjadi wakil sekertaris dan bekerja denganmu."

"Baik." Zefa hanya membalas singkat perkataan Estevan dan keluar dari ruangan tersebut.