webnovel

Best Wedding Games

"Bawa mereka ke ruangan itu!" perintah Daris lagi menunjuk sebuah ruangan yang masing-masing disekat oleh kain. Preman itu dengan patuh menuruti ucapan bos mereka. Memperlakukan mereka dengan kasar, tak peduli pria ataupun wanita. Hanya satu yang Daris inginkan yaitu kehancuran mereka semua.

Miow26xyz · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
32 Chs

16- Perlahan

Chapter 16 : Perlahan

***

Perempuan dengan rambut sebahu itu memandang lurus ke depan. Menatap dinding polos bewarna putih dalam diam. Setelah tadi, ia menemui dosennya untuk membahas skripsi, langsung saja ia beranjak pergi dari ruangan yang membuatnya sesak. Ia tidak ingin membuang waktunya untuk berlama-lama dengan dosen yang... mengerikan menurutnya.

Hari ini, setelah dari rumah Emyr, yang harus ia akui sebagai suaminya sekarang, Naila pergi ke kampus dan hingga menjelang sore pun ia masih betah disana. Padahal Danifa dan Arisha tidak ada disisinya. Naila menghela nafas gusar, mengingat kembali orangtuanya rasanya Naila ingin bunuh diri saja.

Bayangkan, orangtuanya begitu kecewa dengan keputusan gegabahnya. Naila tahu kalau mamanya bukannya tidak setuju hanya saja beliau terlalu mengkhawatirkan Naila. Begitupula papanya yang masih tidak rela melihat putrinya bersama dengan lelaki lain, meminang dan membawanya pergi dari rumah. Naila adalah anak tunggal, anak kesayangan kedua orangtuanya. Meski tidak berasal dari keluarga kaya, kehidupannya tercukupi. Lebih dari cukup. Mama dan papanya membuka cabang toko kue dimana-mana hingga terkenal dan memasuki pasar sebagai makanam khas oleh-oleh.

"Daris! Jangan bercanda!" Teriakan itu membuat langkah Naila berhenti. Raut wajahnya yang semula mendung kembali memasang wajah siaga. Walau orang mengatakan ia polos dan bodoh, Naila tidak merasa demikian. Mereka saja yang bodoh, tulalit. Jadi jangan salahkan dirinya.

"Daris, brengsek!"

Naila memasang telinganya. Mengintip di balik celah. Matanya menyipit ketika tahu kalau itu adalah mantannya, Mike.

"Goblok! Keluar lo, Dar! Jangan sembunyi, bajingan!"

Naila semakin menajamkan pendengarannya ketika nama Daris--orang yang tidak ingin Naila dengar-- disebut-sebut membuatnya penasaran.

Masih hidup, ya?

"Gue gak mau! Sudah cukup gue diem aja ketika lo nyakitin Risha, Dar. Risha gak ada salah apa-apa. Lo gila!"

Nyeri dihati Naila semakin menjadi mengetahui fakta bahwa Arisha masih memiliki tempat dihati Mike.

"Bgst! Gue udah melakukan semua yang lo minta, Dar! Gue juga yang nyuruh anak buah gue bawa Arisha, Danifa dan Naila. Seperti yang lo minta, semua udah gue lakuin!"

"Brengsek! Licik lo!" Umpat Mike lagi.

Naila melotot terkejut. Ucapan Mike tadi... ternyata laki-laki itu ikut berperan besar dalam masalah Daris. Naila menatap nyalang punggung Mike yang semakin jauh.

"Oke, gue turutin. Asal lo gak ganggu gue lagi!"

Jantung Naila semakin berdebar ketakutan. Pikirannya menerka-nerka apa yang akan dilakukan Mike lagi. Dengan tangan gemetar, ia segera menghubungi Danifa. Sahabat yang tahu masalah sebenarnya antara ia dan Mike.

"Fa."

"Kenapa, Nai?"

"Mike... dia," Naila terdiam. Lidahnya kelu. Tak sanggup mengatakan apa yang baru saja ia dengar.

"Kenapa dia?" Tanya Danifa kasar. Moodnya sedang tidak bagus, apalagi ditambah dengan Naila yang masih saja membicarakan Mike. Danifa tidak akan pernah lupa bagaimana Mike menyakiti Naila.

"Gue..."

"Gue ke rumah lo sekarang!"

"Arisha, Fa." Danifa di ujung sana mengangguk. Sepertinya ada yang ingin Naila sampaikan.

"Oke, gue hubungin dia."

****

Irsan menyelonjorkan kakinya di depan televisi ditemani dengan cemilan ringan yang dibeli mamanya. Disebelahnya ada Arisha yang sedang main game. Setelah mereka pulang kuliah tadi, mama dan papanya keluar karena ada acara makan malam. Irsan yang bosan berada di kamar pun memilih turun. Tak lama Arisha juga ikut bergabung.

Nada dering handphonenya mengalihkan perhatian Irsan dari layar tv. Ia mengambil hpnya yang berada di atas meja. Terpampang nama Emyr disana. Langsung saja Irsan mengangkatnya.

"Ada apa?"

"Dirumah ada siapa, San?" Irsan mengernyit. Matanya melirik pada Arisha yang masih betah di posisinya.

"Ada istri gue. Mama papa lagi jalan."

"Bisa kesini?"

"Kenapa, Myr?" Tanya Irsan penasaran.

"Danifa nyuruh gue. Cepetan kesini!" Sambungan ditutup. Kening Irsan berkerut. Tidak paham apa yang dibicarakan oleh Emyr. Danifa yang menyuruhnya? Ada apa?

"Ayo ke rumah Emyr, Danifa juga ada disana," Mendengar nama sahabatnya yang juga berkumpul disana, Arisha mendongak.

"Gak usah ganti baju. Pake jaket aja," Arisha mengangguk. Memasukkan hpnya. Sedangkan Irsan naik ke kamar mengambil jaket.

"Kenapa mereka ngumpul?" Tanya Arisha menatap Irsan yang sedang fokus menyetir.

"Aku juga gak tahu."

Hening. Arisha memilih tak bertanya lagi. Matanya menatap ke arah depan datar.

Arisha memandang mereka bingung. Melihat Naila yang berada dipelukan Danifa dan Emyr serta Fadhil yang duduk dengan tegang. "Kenapa, Myr?" Tanya Irsan tanpa basa-basi.

Emyr memberi kode jawaban. Irsan yang paham memilih diam. Arisha yang sedari tadi masih bingung pun hanya diam di samping Irsan. Sekarang Naila sudah bisa lebih tenang.

"Begini, gue mau nanya. Ada hubungan apa kalian sama Mike?" Tanya Danifa mengambil alih.

Mereka mengernyit. "Maksud lo?"

"Sepertinya kita perlu membahas mengapa Daris melakukan ini pada kita sekarang. Ini gak bisa dibiarkan!"

Arisha melirik tangan Irsan yang mengepal erat sebelum mengalihkan fokusnya pada Danifa.

"Nai, ceritain apa yang lo dengar tadi."

Naila menarik nafas dalam sebelum mengatakan ucapan Mike dengan Daris. Ingat, lelaki itu menyebut nama Daris dengan jelas. Naila tidak mungkin salah dengar. Kemudian, mengalirlah semua cerita dari mulut Naila. Apa yang ia dengar tadi tanpa ditambahkan atau dikurangkan.

"Bajingan!" Geram Fadhil dengan rahang mengetat. Buku-buku jarinya memutih. Suara gemelutuk gigi terdengar. Matanya menunjukkan kemarahan yang jelas.

"Ris, gue harap lo jangan deket-deket sama Mike. Gue denger kalau dia bakal melakukan hal yang gak gue tahu itu apa," kata Naila lemah.

"Nai, selama lo pacaran dengan Mike, lo pasti mengenal Mike, kan?" Pertanyaan tak terduga terlontar dari mulut Arisha. Ketiga pria itu melotot, apalagi Emyr yang menatap marah dan penuh kecemburuan.

Naila membuka mulutnya namun kata-kata itu tidak kunjung keluar juga. Mendadak semua yang ingin ia katakan tertelan begitu saja. Danifa yang mengerti pun kembali mengambil alih.

"Naila mengenal dengan baik, Sha. Lo tahu sendiri gimana mereka dulu kan." Arisha mengangguk beda dengan Emyr yang mendengarnya seperti cacing kepanasan.

"Iya. Mike pengertian, baik, romantis, perhatian. Selama gue pacaran sama dia, gue bahagia."

"Ternyata dia selingkuhin elo kan, Nai?! Karena itu juga gue gak pernah deket sama Mike, sebatas gue menjadi vokalis menggantikan temennya yang ada musibah. Mike yang ngejar-ngejar gue buat nerima tawaran dia."

Air mata turun di pipi Naila. Ia memilin jemarinya erat. "Sebenarnya Sha, Mike gak pernah selingkuhin gue."

Arisha melebarkan matanya tak percaya. Jadi semuanya bohong?

"Kalau dia baik sama lo, sayang sama lo kenapa dia tega lakuin ini?! Apa alasannya, Nai?"

"Mike.. selama pacaran, dia gak pernah liat gue. Aku yang putusin dia karena sakit hati mengetahui kalau pacar gue ternyata menaruh perasaan sama sahabat gue."

Arisha terkesiap.

"Apa orang itu gue?" Tanya Arisha gagu. Tangannya gemetar.

Bilang, jangan!

"Iya. Mike suka sama lo. Dia deketin gue karena mau liat lo, Sha. Maaf, gue gak pernah kasih tahu ini."

Arisha menangis. Hatinya sakit dan bersalah. Apalagi Naila sudah berbohong padanya. Irsan pun menarik Naila ke pelukannya.

"Dia cinta sama lo tapi sepertinya ada sesuatu antara ia dan Daris yang secara gak sengaja libatin kita dan gue masih gak paham mengapa Daris melakukan ini. Saksi kunci kita ada pada Mike."

"Kita harus cari tahu!" 

"Gimana caranya?"

"Pernah denger, dekati musuhmu dengan erat?"

"Gak, jangan Arisha. Gue yang akan cari tahu," ucap Irsan cepat. Arisha yang mendengarnya merasakan jantungnya berdebar. Perasaan hangat menyelimutinya. Pipinya merona.

"Gue gak mau terjadi apa-apa," Irsan menghapus jejak air mata di pipi Arisha. Hidungnya memerah, khas Arisha. Setiap habis menangis selalu saja hidungnya menjadi merah. Meskipun ia menangis dalam diam.

Arisha menatap manik mata Irsan lekat. Mencari sesuatu yang masih terasa abu-abu baginya.

Tbc