webnovel

Best Wedding Games

"Bawa mereka ke ruangan itu!" perintah Daris lagi menunjuk sebuah ruangan yang masing-masing disekat oleh kain. Preman itu dengan patuh menuruti ucapan bos mereka. Memperlakukan mereka dengan kasar, tak peduli pria ataupun wanita. Hanya satu yang Daris inginkan yaitu kehancuran mereka semua.

Miow26xyz · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
32 Chs

15- Jadi Pergi

Chapter 15 : Jadi Pergi

***

"Aku mau ikut," lirih Arisha memandang nanar langit-langit kamarnya. Irsan sedang tidak ada di rumah, sedangkan ia setelah tidak ada yang ia kerjakan segera pulang. Mike juga mengajaknya menyanyi tapi Arisha yang sedang tidak mood, memilih pergi dan mengatakan ia sedang ada urusan. Meski Mike terlalu banyak bicara tadi tapi Arisha bisa mengatasinya meski juga dibantu oleh Naila.

Hubungan Mike dan Naila memang tidak baik. Setiap bertemu mereka tidak pernah bertegur sapa. Bagi yang mengenal mereka pasti merasa heran. Lucu saja, pasangan yang dulunya begitu mesra dan terkenal tiba-tiba saja tidak saling mengenal dan seakan tidak pernah menjalin hubungan. Rupanya 'luka' yang ditinggal oleh Mike begitu membekas di hati Naila. Walau Arisha hanya tahu kalau Mike memutuskan sahabatnya itu karena alasan lain, alasan yang dikarang oleh Naila.

"Arisha," ketukan pintu membuat Arisha tersadar dari lamunannya. Ia beranjak membuka pintu. Disana ada mama mertuanya yang tersenyum menunjukkan paper bag dari salah satu toko terkenal padanya.

Iya, mereka masih tinggal di rumah orangtua Irsan. Katanya, rumah Irsan masih dalam tahap renovasi, kira-kira dua bulan lagi mereka sudah bisa menempati rumah itu katanya.

"Mama bawain oleh-oleh buat menantu mama ini, cobain deh, Sha." Weni menggandeng lengan Arisha masuk ke kamar. Menunjukkan barang yang dibeli dengan antusias.

"Lihat, bagus gak? Irsan bilang suruh beliin kamu terusan supaya enak dipake." Weni menunjukkan sebuah terusan bermotif floral pada menantinya.

"Makasih, ma." Arisha menatap beberapa pakaian dan sebuah sepatu bayi yang dibeli mama mertuanya. Ia senang tentu saja. Hanya saja, perhatian Weni padanya membuat ia teringat orangtuanya yang berada di Kalimantan. Bagaimana kabar mereka? Apa mereka tidur dengan nyenyak? Makan dengan enak? Arisha ingin sekali bertanya dan melepas rindu tetapi mengingat papanya yang mengusir dan akan atau sudah mencoret namanya dari kartu keluarga kembali mengurungkan niatnya.

"Ris."

Arisha terkesiap ketika tangan Weni menyentuhnya. "Kamu melamun ya?"

"Gak, ma."

Weni mengangguk. "Kamu sudah ketemu dokter?"

"Nanti ma setelah Irsan pulang," jawab Arisha seadanya. Weni mengangguk mengerti dan pamit keluar karena harus mengurus suaminya. Tepat saat Weni pergi, Irsan ingin masuk ke kamar. Irsan berbincang sebentar dan mamanya mengingatkannya untuk membawa Arisha ke dokter untuk mengecek keadaan janinnya.

Irsan menutup pintu kamar setelah mamanya turun. Ia meletakkan tasnya di atas meja, membuka kemeja yang membuatnya gerah. "Mau pergi sekarang?" Tanya Irsan melihat istrinya yang duduk menghadap cermin.

"Iya," Arisha tidak sabar ingin menanyakannya pada sang dokter.

**

"Kandungan ibu sehat, sudah jalan 11 minggu," kata dokter berhijab itu ramah.

Arisha menghembuskan nafas lega begitupula Irsan. Meski janin ini merupakan ketidaksengajaan, bukan berarti mereka tidak menyayanginya. Semua ini pemberian Tuhan. Arisha sendiri setiap malam kembali merenungi kehidupannya. Janin ini tidak akan hadir tanpa campur tangan Tuhan dan Arisha kembali berpikir kalau semua ini sudah diatur. Dari mereka yang diseret paksa oleh preman dan melakukan hal gila dalam hidup mereka hingga berakhir seperti ini. Arisha yakin semua ini pasti ada hikmahnya.

"Dokter, saya ingin nonton konser, tapi apa boleh dalam keadaan saya yang hamil ini?"

Dokter Andini tersenyum geli. Ia mengerti apa maksud ibu muda di depannya. "Memang benar di usia sekitar 24 minggu, perkembangan telinga janin kian pesat. Pada usia janin 27-30 minggu pendengarannya sudah sempurna sehingga mampu mendengar suara,"

"Tapi kalau ibu mau nonton konser, janin tidak akan mendengar suara sekeras yang ibu dengar. Pasalnya, janin dilindungi oleh cairan amnion sehingga seluruh tubuh termasuk pendengaran terlindungi dengan baik."

"Tapi katanya gak baik dok," ujar Arisha cepat menanyakan kebenaran mitos yang ia dengar. Dokter Andini tersenyum geli.

"Nyatanya secara medis tidak demikian, bu." Arisha mengangguk senang. Perasaannya kian membuncah.

"Apalagi nonton konser bersama pasangan dan teman justru dapat membuat ibu hamil terhibur dan  relax," kata Dokter Andini menambahkan.  Tentu saja ia tahu, ia juga pernah mengalami hal yang sama yang diinginkan oleh Arisha. Menurutnya, momen tersebut harus dimaksimalkan sebelum nantinya dirinya dan suami sulit untuk bepergian atau hang out karena repot mengasuh anak mereka. Terbukti, setelah melahirkan, ia tak pernah lagi jalan-jalan. Andini merasa beruntung karena sudah menikmati momen tersebut.

"Benar, dok?" Tanya Arisha meyakinkan.

"Tentu saja. Apalagi kehamilan ibu saat ini sehat, jadi tak perlu ragu untuk nonton konser dan bersenang-senang. Yang penting ibu menjaga stamina dengan konsumsi makanan sehat, mengenakan pakaian yang tepat dan hangat, dan konsumsi banyak air putih. Saran saya, pilih tiket konser yang memiliki tempat duduk. Dancing boleh saja asal tidak berlebihan. Selebihnya, nikmati konser. Nikmati kehamilan ibu," Ucapan Dokter Andini membuat Arisha senang bukan kepalang.

"Makasih dok."

Irsan menoleh pada istrinya yang memainkan hp sambil senyum-senyum sendiri. Sepertinya perkataan dokter tadi yang membuat Arisha uring-uringan beberapa hari ini mendadak ceria. "Kamu tetep mau ikut?"

Arisha mendongak menatap Irsan yang juga meliriknya walaupun sesekali fokus lelaki itu tetap pada jalanan. "Iya."

"Tapi.."

"San, aku mau seneng-seneng."

"Tapi bahaya, Sha," ujar Irsan lemah. Ia hanya takut terjadi apa-apa pada istrinya, terlebih mereka bukan berada di kota dan negara yang sama, tapi luar negeri.

"Gak, San. Aku akan jaga anakku, kamu tenang saja. Aku udah bilang sama Rere tadi."

Irsan terdiam. Hingga mereka sampai di rumah. Weni yang sedang menyiapkan makanan segera menyambut mereka.

"Sini, Sha kita makan dulu," Arisha mendekat tak enak. Sudah menumpang, makan enak, gak ngapa-ngapain itu sesuatu banget loh. Kerjaannya hanya makan, tidur, kuliah lalu tidur dan banyak jalannya. Ia tidak enak hati dengan mertuanya. Apalagi ia tidak ingin dicap sebagai menantu tak berguna. Menantu paling buruk yang pernah ada. Sekedar menyapu saja tidak. Pakaiannya juga sudah di laundrykan. Enak banget kan?

"Makan yang banyak, Sha," Weni menuangkan sayur sop ke piring Arisha. Arisha meringis ketika mertuanya yang begitu baik padanya. Bahkan menyiapkan makanan di piringnya.

"Makan yang banyak, biar sehat. Kamu sekarang gak makan sendiri, ada bayi kamu juga," kata Weni lagi menaruh ayam goreng di piring menantunya.

"Makasih, ma."

Mereka pun makan dalam diam. Arisha yang suasana hatinya baik makan dengan lahap. Padahal beberapa hari yang lalu, ia malas ssekal makan. Itupun harus dipaksa terlebih dahulu.

"Ma, Irsan mau pergi," Mendengar itu Arisha menoleh.

"Mau kemana, San?"

"Hongkong."

"Ngapain?" Tanya papanya menatap anaknya bingung. Irsan termasuk pria yang jarang sekali ikut bepergian. Anak itu lebih memilih mendekam di rumah daripada harus berkeliling.

"Mau nemenin Arisha nonton konser, pa, ma."

"Konser?" Pekik Weni tak percaya.

"Jangan, batalkan. Gak baik, kamu sedang hamil, Sha," ujar Weni lembut.

Arisha ingin membantah tapi Irsan segera menyelanya. "Tadi kami sudah konsultasikan ke dokter ma. Itung-itung babymoon."

Weni menghembuskan nafas gusar meski tak urung ia juga mengangguk menyetujui. Dalam hati ia tak rela jika menantunya itu nonton tapi mau bagaimana lagi. "Kapan?"

"Bulan ini tanggal 26." Itu artinya masih tiga minggu lagi. Weni tampak menimbang. Ia memperhatikan wajah Arisha sekali lagi sebelum menarik nafas panjang. "Yasudah, kamu harus sehat, Sha. Apa yang dikatakan dokter kamu ikuti. Makan yang banyak."

Arisha mengangguk menurut. Matanya berbinar senang membuat Weni tak kuasa menahan rasa senangnya juga.

"Kamu beneran?" Tanya Arisha menatap Irsan yang duduk dengan laptop di pangkuannya. Sesudah makan mereka langsung menuju kamar. Ia langsung tiduran dengan selimut yang sudah membalut tubuhnya meski sekarang AC menyala.

"Iya."

"Kamu kan gak suka Korea."

"Siapa bilang?" Irsan tidak menoleh sama sekali. Jarinya tetap saja mengetik.

"Aku barusan," kata Arisha sebal merasa dikacangi.

"Gak masalah, asal kamu sama bayi kita gak kenapa-napa."

Mendengar ucapan Irsan membuat hati Arisha tersentuh. Detak jantungnya berdebar. Entah mengapa melihat Irsan sekarang membuat dadanya membuncah senang. Apa karena rencananya nonton konser jadi atau karena sesuatu yang.....lain.

Entahlah.

Tbc