webnovel

1. Awal Mula

~ 1 bulan yang lalu

"Apa ini?" tanya Aruna seraya menatap kertas lembaran di atas meja. "Kesepakatan pernikahan." Jawab Ilham datar. "Kesepakatan pernikahan? Maksudnya?" Ucap Aruna tidak merngerti. "Kesepakatan pernikahan selama kita menikah."

Alis Aruna bertaut "Aku masih belum mengerti." Ilham menghela nafas. " Kita menikah karena kemauan orang tua, bukan cinta. Kamu tidak bermaksud menikah selamanya kan?"

Aruna tertegun. Tentu saja ia berniat menikah untuk selamanya. Ia sudah berjuang selama ini. Memaksa ayahnya untuk menikahkan mereka. Selama ini ia mengagumi sosok pria yang tadi malam telah menjadi suaminya. Pria tampan yang bahkan sejak pertemuan pertama sudah mengetuk pintu hatinya. Dalam artian cinta pada pandangan pertama.

Pria itulah juga yang membuatnya tak bisa melihat pria manapun. Yang mengunci rapat hatinya. Dan membuang jauh kuncinya entah kemana.

"Kita menikah hanya sementara, lalu berpisah?" Tanya Aruna. Ilham mengangguk, Aruna membuka mulut hendak memprotes. Tapi ia urungkan niatnya.

"Kamu punya kamar sendiri, dan aku juga. Disana kamarmu!." Ucap Ilham seraya menunjuk pintu kayu bercat coklat yang ada diruang tengah.

"Di lantai atas adalah area pribadiku, ku harap kamu tidak pergi kesana. Kita urusi urusan masing - masing. Anggap saja kita orang asing yg tinggal seatap bersama" Lanjut Ilham.

Aruna merasakan nyeri dihatinya. Ini diluar dugaannya. Dia pikir selama ini pria itu menyetujui pernikahan ini karena memang akan belajar untuk mencintainya dan membangun rumah tangga bersama. Dia juga tak protes saat jamuan makan malam dirumahnya bulan lalu.

Tapi pria yang telah menjadi suaminya saat ini tak pernah menganggap pernikahan ini ada. Bahkan sudah berniat berpisah di hari pertama.

Aruna diam tak bergeming. Ia menatap kosong lembar kertas yang ada di tangannya. "Kamu baca dulu, aku akan pergi sebentar." Setelah kepergian suaminya, perlahan air matanya menetes. Dihari pertama pernikahannya ia ditinggal pergi. Kenapa hidupnya yang telah ia impi - impikan berakhir seperti ini. Dia pikir ini adalah akhir dari kebahagiaannya. Tapi ternyata ia salah.

Tidak, ini tidak akan terjadi. Ia tidak akan membiarkan pernikahan ini berakhir begitu saja. Dirinya akan membuat suaminya jatuh cinta padanya. Persetan dengan perjanjian kontrak pernikahan ini. Ia tak akan pernah menandatanganinya.

Kemudian ia berdiri, beranjak dari tempat duduknya menuju kamar yang tadi ditunjuk oleh suaminya, tak lupa membawa surat perjanjian kontrak yang ada ditangannya.

•••

Pagi ini Aruna sedang berkutat di dapur. Ia memasukkan roti kedalam minyak panas di wajan. Ia meraih penjepit dan membolak - balikan roti yg mulai kecoklatan.

"Kamu melihat handukku?"

"Astaga!" Aruna terlonjak kaget.

Ia menoleh kearah Ilham yang berdiri disebelah meja makan.

"Handukmu?" Tanyanya.

"Iya, handuk putih."

Aruna mematikan kompor serta mengangkat roti dan meniriskannya.

"Aku mencucinya kemarin, sebentar kuambilkan yang baru." Jawab Aruna seraya mengambil handuk untuk sang suami.

"Kamu mencucinya?"

"Iya." Sembari memberikan handuk bersih yang telah diambilnya.

" Lain kali tidak perlu repot - repot melakukan hal seperti ini. Aku biasa melakukannya sendiri." Jawab Ilham. Kemudian ia beranjak menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

Aruna diam, tak membalas. Ia duduk di meja makan sembari menyantap makanannya. Tidak masalah jika suaminya saat ini bersikap acuh terhadapnya. Ia akan berusaha membuat pria itu memperhatikannya.

Setelah beberapa menit ilham keluar dari kamarnya, turun ke lantai bawah. Dia berhenti sebentar dekat meja makan, dan melihat segelas jus jeruk dan roti goreng diatas meja.

"Aku akan sarapan dikantor" ucap Ilham. "Tunggu. Kenapa tidak sarapan dirumah dulu?" Ucap Aruna sembari menghadang Ilham yang hendak berjalan keluar rumah.

"Bukankah sudah kubilang, kamu tidak perlu melakukan semua ini" Ilham berhenti sebentar. "Setidaknya kamu harus menghargaiku" Balas Aruna. "Hanya kali ini, selanjutnya jangan lakukan hal itu lagi" jawabnya.

Kemudian ia berbalik kembali ke ruang tengah dan duduk di depan meja makan. Tak ada percakapan diantara keduanya. Mereka makan dalam diam.

15 menit yang lalu, ilham sudah berangkat ke kantornya. Aruna masih setia dimeja makan. Memperhatikan kursi yang ada depan mejanya yang tadi di duduki Ilham. Meja itu sudah bersih, Ilham melakukannya sendiri. Membersihkan meja makan sendiri, mencuci piringnya sendiri. Aruna berharap ia dapat melayani ilham sebagaimana seorang istri yang melayani semua kebutuhan suaminya. Tapi tidak masalah, Ilham mau menyantap makanan buatannya pun ia sudah sangat bersyukur.

Mungkin kali ini belum waktunya, ia harus bersabar terlebih dahulu. Akan tiba saatnya kebahagiaan itu datang menghampirinya.

Tiba - tiba ponselnya berdering, dita diam melihat layar. Itu dari ibu mertuanya.

"Halo, ma" Jawabnya.

"Halo, nak. Ilham sudah berangkat"

"Sudah ma"

"Pantas saja. Mama telepon tidak diangkat"

"Memangnya ada apa, ma"

"Tidak ada. Hanya saja setelah menikah kalian sudah tidak pernah mampir kesini lagi"

"Ooohh, iya. Nanti Aruna sampaikan"

"Ya sudah, nak Aruna udah sarapan?"

"Ini lagi sarapan"

"Sarapan apa?"

"Roti goreng sama jus jeruk"

"Wah kedengarannya enak, sepertinya ilham dibuatkan sarapan setiap hari oleh nak Aruna"

Aruna tersenyum "iya ma".

"Ilham, memperlakukanmu dengan baik kan?"

"Mama tidak perlu khawatir. Mas Ilham sangat baik padaku"

"Ya sudah. Mama tenang mendengarnya. Kalau begitu mama tutup dulu, sampaikan pesan mama pada Ilham ya nak"

"Iya, ma"

Sang ibu mertua kemudian memutus sambungan telepon. Meski suaminya acuh, setidaknya ia memiliki ibu mertua yang baik dan selalu menanyakan kabarnya. Seandainya ibu mertuanya tau keadaan saat ini, bagaimana reaksinya. Dita tidak ingin melihat keluarganya sedih. Maka dari itu ia mengatakan pernikahannya baik - baik saja.

~ Flashback on

Kedua orang tua mereka sudah bersahabat sejak lama. Hanya saja mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Karna Ilham menempuh pendidikannya di luar negeri. Ia kembali setelah menyelesaikan kuliahnya.

Waktu pertama kali mereka bertemu, Aruna melihat Ilham di sebuah toko buku yang ada di depan kampusnya. Saat itu kebetulan ia hendak membeli buku praktikum fisika untuk keperluan kuliahnya. Buku itu diletakkan di rak paling tinggi, dan ia sama sekali tak bisa menggapainya. Disaat bersamaan ada seorang pria tinggi yang kebetulan hendak mengambil buku yang ada disamping rak buku yang dicarinya. Pria tampan itu menoleh dan sedang melihat seorang gadis yang meloncat - loncat hendak mengambil buku di rak. Dengan cepat pria itu menolongnya dan langsung berlalu pergi tanpa sempat mendengar gadis yang ditolongnya ini mengucapkan sepatah kata pun.

Sebenarnya, setelah pria itu menolong nya ,ia hendak menanyakan siapa namanya serta mengucapkan terima kasih, tapi pria itu langsung terburu - buru pergi begitu saja. Dan sejak saat itulah Aruna mengagumi sosok pria tampan yang entah siapa namanya. Ia berharap bisa dapat bertemu dengan pria itu lagi dan ingin mengenalnya lebih dekat.

~ Flashback of