webnovel

PERTENGKARAN

Mobil berhasil direm secara mendadak. Pengemudi mobil kaget bukan kepalang, karena tiba-tiba saja ada orang menyeberang jalan secara mendadak.

"Dasar gila! Kamu ingin mati!!" Teriaknya dari dalam mobil dengan wajah yang terkejut. "Kalau ingin bunuh diri, jangan menabrakkan diri ke mobilku!!" Lalu dengan marah pengemudi ke luar dari mobilnya.

Kiara dalam kondisi yang terkejut langsung tersadar, begitu dirinya dimarahi begitu saja oleh orang yang hampir menabraknya.

"Apa kamu bilang?!! Kamu yang gila! Membawa mobil dengan kencang. Kamu pikir, ini jalan raya punya nenek moyangmu!!" Balas Kiara tidak kalah sewot melihat orang yang hampir menabraknya.

"Sudah jelas kamu yang salah!! Menyeberang jalan tanpa melihat kiri dan kanan, kamu pikir punya nyawa berapa?!!" Bentak si pengemudi mobil dengan wajah yang merah karena marah.

"Kamu yang salah!!" Kiara balas membentak sambil menunjuk wajah orang yang mau menabraknya.

"Sudah salah berani lagi menunjuk wajahku!! Bagaimana kalau mobilku rusak?! Apa kamu sanggup menggantinya?!" Balasnya tidak kalah sewot menatap wajah Kiara yang lebih pendek darinya.

Mereka tidak sadar jika pertengkaran mereka berdua sudah menjadi tontonan orang-orang yang datang dengan maksud untuk menolong.

"Mobil rusak tidak ada harganya dibandingkan dengan badanku yang hampir kamu tabrak!! Apa kamu bisa menggantinya?!!" Tanya Kiara tambah sewot.

"Jika Tuan ini tidak bisa menggantinya, kalian menikah saja untuk pertanggung jawabannya. Kalian sangat serasi, cantik dan tampan," Terdengar seseorang bicara dari arah belakang mereka.

Mendengar ada orang yang ikut bicara, mereka baru tersadar sudah menjadi tontonan banyak orang. Jari telunjuk Kiara yang masih menunjuk ke arah wajah orang yang hampir menabraknya, secara perlahan turun dan langsung melihat ke sekeliling ternyata banyak orang yang melihatnya.

"Iya, Nona. Nikah saja sama pria ini," ucap yang lain ikut bicara.

"Kalau aku yang ditabrak, aku pasti minta pertanggung jawaban untuk dinikahi." Jawab seorang wanita yang sudah berumur tua sehingga menimbulkan gelak tawa semua orang.

Kiara langsung terdiam karena merasa malu di tonton banyak orang apalagi kejadiannya tepat berada di depan gedung Sekolahnya, padahal ingin sekali memaki pria yang hampir menabraknya.

Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak. "Bubar! Mobilku mau lewat! Kalian membuat jalan jadi macet!!"

"Minggir!!" Teriak pengendara motor lainnya yang kesal tidak bisa lewat karena banyak orang yang berkerumun menghalangi jalan.

"Sudah! Bubar!! Tidak ada yang terluka!"

Akhirnya satu per satu, orang-orang yang menonton Kiara dan Leo membubarkan diri.

Sehingga yang tersisa sekarang hanya Kiara dan orang yang akan menabraknya tadi.

"Awas kamu!!" Bentak si pengemudi marah menatap tajam kedua mata Kiara. "Andai saja aku tidak terburu-buru ada urusan hari ini. Aku akan membuat perhitungan denganmu!!"

"Kenapa kamu yang marah?!! Harusnya aku yang marah! Aku jadi malu dilihat banyak orang gara-gara kamu!!" Bentak Kiara tidak mau kalah.

"Dasar bocah ingusan! Kamu pikir hanya kamu saja yang malu?!!" Bentaknya dengan marah. Tapi diam-diam si pengemudi mobil membaca nama yang tertera di dada kanan baju seragam yang Kiara pakai. "Kiara," ucapnya dalam hati.

"Apa?!!" Tanya Kiara menatap tajam kedua bola mata seakan menantang karena melihat si pengemudi itu hanya melihat wajahnya.

"Aku bisa gila jika berlama-lama di sini!!" Tanpa membuang waktu lagi, si pengemudi langsung berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. "Dasar Gila!!!"

Tidak lama kemudian terdengar klakson beberapa kali dibunyikan sehingga membuat Kiara hampir saja meloncat kaget.

"Dasar gila!!" Teriak Kiara dengan marahnya. "Kamu mau membuatku mati karena kaget?!!"

Klakson terus saja dibunyikan sehingga mau tidak mau Kiara harus menyingkir dari depan mobil.

"Awas kamu!!!" Teriak Kiara melihat mobil meluncur meninggalkan dirinya. Tidak lama kemudian, samar-samar Kiara mendengar suara bunyi tanda masuk dari arah Sekolahnya.

"Nona, Nona Kiara! Bel sudah berbunyi. Ayo, masuk!!" Panggil penjaga Sekolah dari depan gerbang.

Kiara yang lagi berdiri di pinggir jalan, menoleh kebelakang dan melihat siapa yang memanggilnya. "Iya, Pak!" Jawab Kiara. "Terima kasih."

"Iya Nona, cepat masuk!"

Dengan wajah kesal, Kiara melangkahkan kakinya kembali ke dalam Sekolahnya dan dengan langkah tergesa-gesa pergi ke arah kelasnya.

"Kenapa kamu mukanya begitu? Seperti orang yang baru saja melihat hantu," tanya Silvi melihat Kiara baru datang dan langsung duduk disebelahnya.

"Aku memang baru saja melihat hantu," jawab Kiara kesal.

"Memang ada hantu siang-siang begini?" Tanya Silvi.

"Ada! Buktinya pria gila tadi yang bertemu denganku di jalan, dia seperti hantu yang tiba-tiba muncul didepanku!" Jawab Kiara kesal.

"Biasa saja jawabnya, tidak usah kesal begitu. "Hantu pria? Tampan tidak?" Tanya Silvi sengaja menggoda sahabatnya.

"Lebih tampan kekasihku," jawab Kiara cepat.

"Berarti pria itu tidak tampan," ucap Silvi.

"Begitu mendengar makhluk yang namanya pria, kamu langsung saja senang."

"Tentu saja aku senang karena aku ini normal," jawab Silvi sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kiara menjawab dengan mencibir. "Dasar centil."

Tidak lama kemudian Guru pengajar masuk dan kegiatan belajar mengajar dimulai. Suasana kelas yang tadi ramai sekarang berganti menjadi hening karena semua murid sudah fokus memperhatikan gurunya.

.....

"Dasar bocah ingusan! Dia yang salah, dia yang marah-marah!!" Gerutunya sepanjang perjalanan dia menyetir. "Hari ini aku benar-benar sial!!"

Dreet ... dreet ... dreet ...

"Siapa lagi ini yang telepon?" Gerutunya sambil memasang earphone untuk menjawab panggilan yang masuk.

Yang menelepon :

"Hallo, Pak Leo. Meeting akan segera di mulai. Bapak ada di mana?"

Leo :

"Masih di jalan, sebentar lagi sampai."

Yang menelepon:

"Baik Pak, kami akan tunggu."

Leo melepas earphone setelah menutup panggilannya. Fokus kembali menyetir dan tidak lama kemudian sampai ke tempat yang dituju.

"Akhirnya sampai juga," gumam Leo setelah mobilnya parkir di depan gedung miliknya dan dengan tergesa-gesa segera ke luar dari dalam mobilnya.

"Selamat pagi Pak," sapa seorang pria yang memakai baju seragam keamanan gedungnya begitu melihat Bos besarnya ke luar dari dalam mobil.

"Pagi," jawab Leo.

Dengan langkah tergesa-gesa Leo langsung masuk dan menuju ke arah lift yang khusus untuk dirinya. Banyak sapaan hormat dari para karyawannya tapi tidak ada yang dia jawab.

Sampai di lantai paling atas yang khusus untuk ruang kerjanya, Leo melihat sekretarisnya. "Monika, ikut aku!" Ucap Leo begitu melewati meja kerjanya.

Monika yang sedang memeriksa dokumen langsung bangun dari duduknya dan mengikuti Leo dari belakang.

"Sudah kamu persiapkan semuanya?" tanya Leo langsung duduk di kursi kebesarannya.

"Sudah Pak. Aku tunda 30 menit ke depan," jawab Monika.

"Kerja bagus! Aku terjebak macet di jalan dan ada sedikit masalah jadi datang terlambat. Sekarang pergilah, lanjutkan pekerjaanmu!"

Tanpa bicara lagi Monika langsung saja melangkahkan kakinya hendak pergi.

"Tunggu, Monika!" Ucap Leo menghentikan langkah sekretarisnya.

"Iya Pak," jawab Monik membalikkan badan, melihat kembali ke arah bosnya.

"Tolong buatkan aku kopi!"

"Baik Pak," jawab Monika.

Setelah melihat Monika ke luar dari ruangannya, Leo langsung menyandarkan tubuhnya. Ingatannya kembali teringat dengan kejadian tadi yang hampir saja dirinya menabrak seorang gadis yang hendak menyebrang.

"Sepertinya aku pernah melihat gadis itu tapi di mana?" gumamnya. "Wajah gadis itu, sangat tidak asing untukku."

Leo berpikir keras mengingat-ingat wajah gadis itu. "Sekarang aku ingat!! Gadis itu yang bertemu denganku di depan butik. Mata itu!! Mata yang sama, mata yang sangat indah. Aku masih mengingat mata cantik itu." Leo berbicara sendiri di dalam hatinya sehingga tanpa sadar sebuah senyuman terlihat dibibirnya.

"Sepertinya Bapak sedang bahagia," tiba-tiba terdengar suara Monika dari samping.

"Sejak kapan kamu di sini?" Tanya Leo melihat ke arah Monika.

"Sejak Bapak senyum-senyum sendiri," jawab Monik tersenyum. "Ini kopinya Pak."

"Terima kasih. Berapa lama lagi meetingnya dimulai?" tanya Leo.

Monika melihat jam tangan yang melingkar indah di tangannya. "10 menit lagi."

"Kalau begitu siapkan semua dokumen yang dibutuhkan." Leo mengambil kopinya dan meminumnya perlahan.

"Semuanya sudah siap," jawab Monika.

Leo bangun dari kursinya dan langsung berjalan ke luar diikuti Monika dari belakang.