webnovel

Chapter 47 - Dia datang untuk kalian (5)

"Pria berengsek."

Vetra berucap begitu dia melihat anak-anak dan juga bangsawan terakhir yang didatangi oleh Valias.

Vetra sudah membuat perkamen sihir sejumlah lima puluh lembar. Menyerahkannya pada Valias di dalam kantung yang ada di tangan bangsawan muda itu. Dia sudah ikut dengan para pelayan istana mengantar anak-anak dari gudang Durah untuk ke sisi barat istana. Tempat berdirinya bangunan yang digunakan Frey untuk menampung anak-anak itu untuk sementara.

Kondisi anak-anak itu benar-benar tidak baik. Sama tidak baiknya dengan anak-anak yang saat itu Vetra lihat di Arlern. Tapi kali ini beberapa dari mereka memiliki bekas pecutan cambuk.

Wanita itu.

Vetra mengepalkan tangannya. Menggeram. Jika bisa, maka dia akan mengajak berduel wanita pemilik gudang kain palsu itu.

Tidak perlu sihir atau apapun. Hanya kedua tangannya. Dia akan berduel dengan wanita itu sebagai sesama wanita.

Saling menjambak? Tidak terdengar buruk. Vetra ingin meluapkan kekesalan dan emosinya kepada wanita bersolek itu.

Vetra tenggelam dalam kehangatan hatinya melihat anak-anak itu mendapatkan perhatian dari para pelayan istana. Anak-anak itu terlihat bingung. Mereka benar-benar tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi pada mereka. Kenapa beberapa orang dewasa tiba-tiba memandikan mereka. Menyisir rambut mereka. Memberikan mereka pakaian yang terlihat bagus dan beraroma harum. Anak-anak itu tidak pernah mengenakan pakaian sebagus dan seharum yang tengah mereka kenakan sebelumnya. Hal itu membuat mereka terpana penuh keheranan.

Mereka terbiasa percaya bahwa mereka memiliki wajah yang jelek. Karena wajah mereka yang senantiasa kusam dan rambut mereka yang berantakan. Namun ketika orang-orang dewasa berpakaian hitam dan putih itu melakukan beberapa hal pada mereka, mereka bisa melihat sosok anak yang cantik dan tampan di permukaan cermin. Mereka sangat terpesona terhadap sosok anak di sana hingga mereka tidak percaya bahwa itu adalah pantulan mereka sendiri.

Anak bernama Fee muncul. Mengajak teman-temannya. Memberikan sambutan pada anak-anak yang baru datang itu. Berkata.

"Apakah kalian melihat kakak berambut merah? Pasti kakak itu yang membawa kalian kesini, kan? Apakah semua anak sudah kembali? Kalian dikirim ke Solossa. Aku dan teman-teman kita di sini belum sempat dikirim dan lebih dulu diselamatkan oleh Kak Valias. Jangan khawatir. Teman-teman kita yang ada di Solossa pasti akan bergabung dengan kita tidak lama lagi."

Anak-anak yang baru datang itu memiliki wajah tidak mengerti. Menyimak rentetan suara bersemangat dari anak yang baru saja muncul.

Kakak rambut merah? Mereka tidak melihatnya. Yang mereka lihat adalah sosok empat orang, yang salah satu di antaranya adalah Vetra. Orang dewasa berpakaian hitam dan putih seperti orang-orang yang memandikan dan mendandani mereka namun dengan model pakaian yang berbeda. Selain itu, wanita itu memegang sebuah tongkat dengan batu permata di tangannya.

Anak-anak itu belum pernah melihat benda seperti itu. Batu yang mengkilap. Mereka belum pernah melihatnya.

Hal yang terjadi pada mereka, tentang bagaimana mereka tidak lagi berada di gudang kain milik seorang wanita bernama Durah, dan justru berada di depan sebuah bangunan besar secara tiba-tiba. Dimana mereka disambut oleh sebaris orang dewasa dengan pakaian hitam dan putih. Sebaris orang dewasa yang kini tengah bersama mereka. Sehabis mendandani mereka.

"Kalian bingung? Yang terjadi sebelumnya adalah sihir! Kakak-kakak itu bilang bahwa itu sihir. Sihir membuat kita bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak bisa kita lakukan. Kakak-kakak itu berjanji pada kita untuk melakukan sihir-sihir kecil. Kalian bergabunglah dengan kami!" Fee mengajak bicara anak-anak yang baru datang dengan begitu semangat dan ceria. Vetra merasa begitu senang di dalam hatinya.

Anak-anak itu. Dia sudah menyelamatkan mereka. Dari orang-orang busuk. Baik itu Hayden dan Solossa.

Vetra ingin melihat anak-anak itu tumbuh menjadi orang-orang hebat. Vetra bisa melihatnya. Anak yang bernama Fee. Yang memanggil dan mengajak bicara Valias di hari pertama.

Anak itu sudah menjadi pilar untuk anak-anak yang lain. Keberadaan Fee adalah bagai api unggun di ruangan yang dingin bagi anak-anak itu. Vetra yakin. Selama ada Fee, maka tidak akan ada anak yang tenggelam dalam masa lalu mereka lagi. Terkurung dalam ruangan gelap, dipaksa bekerja ketika belum saatnya, tidak mendapat makanan yang cukup, menerima segelintir kekerasan, Vetra ingin anak-anak itu melupakan semua itu.

Bersama Valias. Dan Fee. Vetra akan ikut serta dalam menciptakan kebahagiaan untuk anak-anak itu.

Vetra begitu tenggelam dalam kebahagiaan membuncah di hatinya. Lupa akan hal yang sebenarnya juga tengah berlangsung di saat yang bersamaan.

Dia terperangah ketika melihat sosok lima orang anak di depan bangunan tampungan anak-anak itu. Itu adalah Miel dan keempat anak lainnya. Masing-masing dari mereka memegang dua robekan kertas di tangan mereka.

Dari situ Vetra tahu. Valias sudah selesai berurusan dengan salah satu bangsawan. Masih tersisa empat lagi.

Valias memberitahunya bahwa Vetra tidak perlu mendatanginya. Bangsawan muda itu justru memintanya untuk menjadi penyambut anak-anak yang akan terus berdatangan di depan bangunan bagian barat istana dengan robekan kertas perkamen di tangan mereka.

Setelah tiga kelompok anak terakhir, Vetra menggunakan sihirnya untuk membawa dirinya ke tempat Valias. Dengan kantung miliknya di tangan Valias sebagai tujuan destinasi, dia melihat dirinya sudah bersama Valias juga Kei dan Alister di depan sebuah gerbang bangunan yang cukup mewah. Namun tidak sebanding dengan bangunan kediaman bangsawan besar di Hayden seperti Bardev dan Adelard.

Vetra kemudian menyadari keberadaan orang lain di antara ketiga orang di depannya. Seorang wanita yang terlihat familiar.

"Kau?" Vetra bersuara dengan alis bertaut. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Durah sempat terkejut dengan kemunculan kembali Vetra. Perempuan yang sebelumnya datang bersama Valias dan Kei ke gudangnya. Dari situ Durah bisa tau bahwa Vetra adalah seorang mage. Sebagai putri Viscount, dia pernah ke istana dan melihat sosok-sosok mage dengan tongkat dan seragam istana Solossa. Melihat Vetra, dia bisa menebak bahwa Vetra adalah mage yang bekerja untuk istana Hayden. Artinya Valias adalah sosok yang memiliki hubungan dengan keluarga kerajaan. Membuatnya memiliki wewenang untuk menggunakan mage istana.

Durah melihat Vetra yang memandanginya sengit. Durah tidak ingin kalah dan akhirnya balas memasang mata sengit kepada mage wanita itu. Sebuah percikan api muncul di antara mereka. Valias merasa dirinya bisa melihat itu dan kehilangan kata-kata. Dia belum pernah melihat perempuan atau wanita berkonflik. Sebagai laki-laki yang tidak pernah memiliki masalah, Valias sebagai Abimala tidak pernah terlibat dalam konflik apapun. Melihat dua sosok perempuan di depannya tengah berbagi pandangan sengit membuat Valias tidak tau harus bersikap seperti apa.

Kei mengalihkan pandangannya sedangkan Alister tersenyum terhibur.

Hal yang sama kelompok Valias lakukan pada kediaman bangsawan lain yang sebelumnya sudah didatangi lebih dulu dilakukan pada kediaman bangsawan yang kini menjadi tujuan mereka. Bangsawan terakhir, dengan anak-anak terakhir yang sudah sempat terjual ke Solossa oleh Lout.

Yang menjadi tujuan mereka adalah kediaman seorang Viscount bermarga Keim. Dia memiliki seorang istri dan tiga orang anak. Pria dengan gelar Viscount itu menanyakan maksud kedatangan Valias dan Valias memberikan perkamen di tangannya pada pria itu. Mengundang pelototan mata dari sang Viscount.

"Raja Hayden–" Dia tidak menyangka dirinya akan berurusan langsung dengan seorang raja dari kerajaan lain. Dia tau dia harus berhati-hati.

Valias memberitahukan maksudnya. Memintanya untuk menyerahkan anak-anak Hayden padanya.

Muncul saat dimana Viscount itu menolak. Membantah ucapan Valias. Mengatakan bahwa hal seperti itu tidaklah ada di kediamannya. Dia tidak pernah berususan dengan pedagang anak dari Hayden dan anak-anak itu tidaklah ada.

Valias menghembuskan nafas. Memanggil Kei dengan nama palsu yang sebelumnya dia berikan pada sang pemuda. Kei tanpa suara langsung membawa dirinya masuk ke dalam bangunan kediaman Viscount Keim. Valias memilih untuk tidak ikut karena tau apa yang akan terjadi. Sebagai gantinya Vetra meminta ijin pada Valias untuk bergabung dengan Kei. Mendapat ijin dari bangsawan muda yang tengah menyamar itu.

Vetra melihat Kei yang berjalan di dalam bangunan tanpa bisa dihentikan oleh siapapun. Langkahnya penuh keyakinan. Seolah dia sudah pernah ke dalam bangunan kediaman Viscount Keim dan sudah hafal dengan segala lika liku ruangannya.

Tidak ada siapapun yang bisa menghentikannya. Tidak juga Viscount Keim. Vetra melihat Kei tiba di depan sebuah pintu. Pintu itu terkunci jadi Kei mendobraknya dengan kakinya. Satu tendangan dan pintu itu rusak. Dari luar bangunan Alister bisa mendengar keributan yang terjadi di dalam dan hanya tersenyum terhibur. Keributan. Dia menyukainya.

Hal yang selanjutnya dilihat oleh Kei dan Vetra adalah, hal yang sebelumnya tidak pernah terpikir oleh mereka. Hal-hal yang benar-benar berada di luar dugaan mereka.

Anak-anak itu. Berdiri dengan punggung menempel pada permukaan dinding. Kedua tangan terborgol di atas kepala mereka. Jumlah anak di dalam ruangan bawa tanah terkunci itu adalah tiga orang. Mereka semua adalah laki-laki di umur remaja. Seumuran Danial, jika Valias melihatnya. Mereka bertelanjang dada dan bekas luka memenuhi tubuh mereka.

Mereka adalah bekas pukulan, dan pecutan cambuk. Kebanyakan luka sudah berubah menjadi koreng. Ketiga anak itu berada di antara sadar dan tidak sadar. Bercak darah ada di bibir dan dagu mereka. Sesuatu terjadi dan anak-anak itu terluka.

Vetra menutup mulutnya tidak sanggup melihat. Wajah Kei menggelap. Tangannya menggenggam gagang pedang dan menariknya keluar. Suara desing bilah pedang terdengar oleh semua orang. Termasuk Viscount Keim yang berada di tangga ruang bawah tanah bersama lima orang pelayan pria. Dia bergidik ngeri dan bahkan mengeluarkan pekikan ketakutan ketika melihat Kei mengayunkan pedangnya. Dia sudah tahu sejak pertama kali melihat sosok pemuda itu membawa tangannya ke gagang pedang. Pemuda itu akan memenggalnya.

Kei sudah mengayunkan pedang namun suara seseorang terdengar dari dalam telinganya. Orang itu sudah berkata.

"Kei, berjanjilah padaku untuk tidak melukai siapapun. Apapun yang kau lihat, apapun yang terjadi pada anak-anak itu, kau tidak boleh menyakiti para bangsawan yang akan kita temui. Itu satu-satunya hal yang aku pinta. Sebagai gantinya, aku akan membalas mereka. Dengan cara lain. Suatu saat nanti. Itu yang aku janjikan."

Suara Valias mendengungkan diri di dalam kepalanya. Kei berperang dengan dirinya sendiri. Emosi memenuhi dirinya. Dia belum pernah merasa semarah itu seumur hidupnya. Tidak bahkan ketika dia pertama kehilangan ibu dan adiknya. Tidak bahkan ketika dia melihat anak-anak di Arlern. Kemurkaan yang tengah dia rasakan saat ini, membuatnya mampu menghancurkan sebuah kerajaan secara keseluruhan. Dia akan membunuh semua orang. Dia akan membakar semua kediaman para bangsawan dan bahkan membakar jasad para bangsawan itu bersama dengan kediaman mereka.

Kedua tangan Kei yang menggenggam pedang di atas kepalanya bergetar. Dia menahan amarahnya. Matanya penuh dengan kemurkaan tapi dia menahan dirinya.

Dia melangkah mundur. Membalikkan tubuhnya. Dengan wajah yang tidak bisa dilihat oleh siapapun karena tertutup oleh helaian rambutnya, dia mengayunkan pedangnya. Menghancurkan rantai borgol yang berkarat. Sangat mudah dihancurkan dengan ayunan pedang miliknya.

Ketiga anak yang berada di ambang kesadarannya terjatuh dan langsung terbaring di atas tanah ruang bawah tanah dengan posisi miring. Tidak ada dari mereka yang sanggup bersuara maupun bergerak meski hanya sekedar menggerakkan jari.

Vetra tidak mampu menahan tangisnya. Tangis dari campuran kesedihan dan kemarahan. Juga ketidakpercayaan. Dia hanya bisa memindahkan ketiga anak itu langsung ke sebuah ruangan yang ada di bangunan barat istana. Membuat ketiga anak itu langsung menerima perawatan dari para pelayan istana dan bahkan tabib.

Vetra kembali ke tempat Valias. Melihat dirinya berada di ruangan untuk tamu. Valias duduk di sofa dengan pria yang terlihat pucat dan berambut serta pakaian berantakan duduk di depannya.

"Saya harap Anda akan menerima tawaran ini." Suara Valias terdengar. "Anda bisa memberikan persetujuan Anda."

Vetra bisa melihat seorang wanita yang berdiri di pojok ruangan dengan ketiga anaknya. Wanita itu bergidik menerima pandangan mata kosong Vetra. Vetra kemudian menyadari bercak darah di pakaian salah satu anak. Kemudian mengingat bahwa di antara ketiga anak di dalam ruang bawah tanah itu, ada satu yang memiliki luka baru. Goresan yang masih basah dan masih mengeluarkan darah.

Vetra mengepalkan tangannya. Jika bisa dia ingin memindahkan mereka dengan sihirnya ke sebuah gunung api yang dia ketahui berada di sebuah benua tidak jauh dari benua Reiss yang sayangnya tidak ada di Reiss. Membuat mereka jatuh ke kubangan lava dan terbakar di sana hidup-hidup.

Sama seperti kepada bangsawan bangsawan yang sebelumnya, Valias menawarkan penukaran pengembalian anak dan juga ijin membuka bisnis di Hayden sebagai gantinya. Tapi kali ini dia menambahkan.

"Saya juga akan meminta Anda untuk menjaga apa yang terjadi hari ini hanya kepada Anda sendiri. Tidak perlu ada yang tahu bahwa kami menemukan anak-anak di ruangan bawah tanah kediaman Anda." Valias berkata dengan senyuman. Viscount Keim tidak merasakan ketakutan dari sosok orang dengan jubah yang duduk di depannya itu. Tapi dia merasakan ketakutan luar biasa pada laki-laki dengan pedang di pinggangnya yang berdiri di samping sosok dengan jubah itu.

Viscount Keim tau. Dia tidak punya pilihan untuk menolak. Dia menekankan jarinya yang sudah memiliki pewarna merah di atas kertas. Mendengar sosok yang mengaku bernama Amon mengucapkan pamit. Kembali mengingatkannya untuk tidak memberitahukan apa yang terjadi pada siapapun. Memastikan bahwa istri, ketiga anak, dan para pelayannya menjaga mulut mereka. Untuk mengunci mulut mereka rapat-rapat. Atau Hayden akan melakukan sesuatu pada mereka.

Kelompok Valias keluar dari kediaman Viscount Keim tanpa diantar siapapun. Begitu mereka tiba di depan gerbang dengan kereta gerobak Durah yang masih tertinggal di sana, Valias melihat ekspresi wajah yang dimiliki Kei dan menepuk lengan pemuda itu.

"Kau melakukan pekerjaan bagus. Aku sudah memberikan janjiku. Kau tidak perlu khawatir. Terimakasih sudah mengingat permintaanku."

Melihat ekspresi kosong dan pucat Vetra, juga bagaimana Valias tidak bisa melihat keberadaan tiga anak tersisa yang ada di kediaman Viscount Keim, Valias tahu bahwa Vetra sudah membawa mereka ke istana. Hal yang membuat Vetra langsung membawa mereka ke sana tanpa pertimbangan. Sesuatu yang pasti bukanlah hal yang baik.

Hari itu, semua anak yang ada di Solossa sudah kembali ke Hayden. Dan hal yang selanjutnya akan Valias lakukan adalah membuat seseorang berurusan dengan para bangsawan di Hayden.

Dan salah satunya adalah Viscount Arlern.

04/06/2022

Measly033