webnovel

Chapter 33 - Percaya (3)

Valias meminta Kei untuk membawanya ke istana. Melewati perjalanan panjang lagi mereka tiba di gerbang. "T- Tuan muda Valias!"

Begitu Valias turun dari kuda salah seorang penjaga berseru. Dilanjut dengan pandangan terkejut berikut kagum dari penjaga gerbang lainnya. "Iya.. Kalian tahu aku?" Valias berwajah bingung.

"Tuan muda Valias menjadi topik hangat pembicaraan semua orang! Anda sudah menyelamatkan Yang Mulia Putra Mahkota dan selamat dari racun. Dan sudah menjadi rahasia umum bagi kami kalau Yang Mulia Frey mengijinkan Anda untuk mengunjungi istana kapanpun Anda mau."

"...Begitukah?" Valias menjawab ragu.

"Benar. Silahkan masuk Tuan Muda."

Valias mengangguk. "Baiklah. Kei. Ayo."

"Ah, Tuan Muda. Orang ini?" Penjaga lain menahan. Valias menyadari keraguannya.

"Dia temanku. Aku ingin membawanya menemui Yang Mulia. Boleh biarkan dia masuk?"

Penjaga itu tampak mempertimbangkan sesuatu.

"Kami harus ikut bersama Anda untuk memastikan keamanan."

Valias mengangguk lagi. "Aku mengerti. Tidak masalah."

Salah satu penjaga mengambil alih tali kuda dari Kei. Bergidik setelah menerima mata dingin dari pemuda itu. Kuda tersebut akan dititipkan di gerbang sedangkan Valias dan Kei menaiki kereta kuda untuk mencapai pintu istana. Mereka melewati tiga lapis gerbang sebelum turun di gerbang istana terakhir. Di depan sana Valias bisa melihat pintu istana yang dia masuki ketika dia berpindah dari mansion Bardev bersama Wistar dan Dylan kemarin.

"Tuan muda. Kami akan mengantar Anda ke ruangan Yang Mulia Putra Mahkota."

Valias mengiakan. Kei mengikuti langkah Valias tanpa mengeluarkan suara apapun. Untuk kedua kalinya memasuki bangunan istana namun kali ini dengan prosedur yang benar. Mengernyit pada betapa merepotkannya segala peraturan yang ada.

"Tuan Kalim."

Kalim yang membawa nampan dengan teko dan cangkir di tangannya melihat sekumpulan orang menghampiri ruangan tuannya.

"Tuan Muda Valias dan temannya ingin menemui Yang Mulia." Salah satu ksatria penjaga yang mengawal Valias bersuara seraya membungkuk.

"Ah. Tuan Muda Valias. Silahkan masuk. Yang Mulia ada di dalam. Kalian bisa kembali." Kalim berujar setelah kumpulan penjaga itu menyingkir. Menunjukkan keberadaan Valias di antara mereka. Kalim mempersilahkan Valias dan Kei masuk setelah dirinya membuka pintu.

"Kalim. Aku tidak dengar ada bangsawan yang ingin menemu- ah, Valias! Dan.." Frey langsung terdiam.

"Yang Mulia. Aku membawa saudara Anda bersamaku."

Frey bahkan tidak ingat kalau dirinya meminta Valias untuk memanggilnya kakak. "Y, Ya.." Puta mahkota itu menjawab kikuk seraya berdiri.

Frey masih begitu canggung dalam menghadapi saudara yang keberadaannya baru dia ketahui dua hari lalu itu.

"....Kalian duduklah."

Tanpa mengucapkan apapun lagi Valias langsung duduk. Begitu juga Kei yang secara mengejutkannya bersedia untuk duduk. Mungkin dirinya juga lelah setelah menempuh perjalanan panjang dari Bardev ke istana dengan kuda. Bahkan Valias merasakan tubuhnya sakit karena harus mempertahankan posisinya supaya tidak terpental.

Valias duduk di sofa panjang seperti kemarin sedangkan Kei duduk di sofa tunggal. Frey menonton mereka duduk seraya menelan ludahnya. "Kei.. Apakah aku boleh memanggilmu itu?"

Frey bertanya diselingi rasa ragu. Saudaranya itu tidak berhenti memandangnya. Frey bertanya-tanya apakah anak itu masih punya pikiran untuk membunuhnya atau tidak.

"Kei?"

Valias memanggil. Sedangkan Frey begitu kagum dengan betapa berani dan tenangnya Valias menghadapi orang yang mengeluarkan aura sulit didekati itu.

Kei memalingkan wajahnya. "Terserah."

Valias tersenyum kecil. "Panggil dia Kei, Yang Mulia. Apakah Anda akan berdiri di sana, atau duduk di sini?"

Frey melihat Kalim yang meletakkan nampan di atas meja sebelum kembali keluar untuk mengambil cangkir lain. Setelah memberanikan diri akhirnya Frey menghampiri sofa dan duduk di sebelah Valias yang sebelumnya menjadi tempat duduk Dylan.

Mereka diam untuk beberapa detik sebelum Valias membuka mulutnya pertama kali.

"Yang Mulia. Ada perdagangan budak di Hayden, Anda tau?"

"Apa? Benarkah?" cengang Frey.

Frey menghabiskan 22 tahunnya di dalam istana dan hanya mengandalkan laporan dari bangsawan pemimpin masing-masing wilayah. Kalau dia pikir-pikir lagi, adanya suatu penyelewengan yang tidak dia ketahui adalah hal yang masuk akal.

Dia merutuki dirinya sendiri yang tidak pernah menyadari hal itu selama dia menjadi putra mahkota calon raja Hayden selanjutnya.

Frey mulai mengagumi luasnya pengetahuan Valias. Pesan dewa atau bukan, Valias lebih tau tentang hal-hal yang terjadi di luar sana.

Di satu sisi Frey menyadari bagaimana dirinya akan menjadi lebih sibuk jika dia harus mengurus penyelewangan yang terjadi di Hayden nya itu. "Bisa beritahu aku di mana? Aku akan mengirim prajurit ke sana."

Valias mengangguk. "Kei akan ikut ke sana."

"...Kei?" Frey melirik Kei yang meletakkan matanya pada anak yang tengah duduk di sampingnya sekarang.

"Oke. Tidak masalah."

"Saya juga akan ikut."

"Kau?" Frey memasang wajah tidak mengerti.

Valias mengangguk lagi. "Yang Mulia. Bagaimana jika kita mulai melibatkan para mage yang ada di istana dalam tindakan ini?"

"Mage?"

"Benar." Valias mengangguk. "Ada berapa jumlah mage di istana?"

Frey memandang Valias dengan dahi berkerut tapi tetap mejawab. "Tiga belas."

Valias memasang senyum. "Kita akan membagi mereka menjadi lima kelompok. Mereka akan menggunakan sihir berpindah dalam skala besar."

Lokasi tempat perdagangan itu berada jauh di wilayah perbatasan Hayden dengan Kerajaan Solossa. Akan memakan waktu yang terlalu panjang untuk pergi ke sana. Valias berencana menggunakan keberadaan mage yang bisa mempersingkat waktu dan melancarkan kejutan pada pedagang-pedagang budak itu.

"Apakah jauh?"

"Tempatnya di wilayah Arlern, Yang Mulia."

"Arlern.... Perbatasan dengan Solossa." Frey bergumam.

"Benar."

"...Jangan bilang.." Frey tidak ingin percaya dugaannya sendiri.

Dia melekatkan pandangannya pada laki-laki berambut merah dengan wajah tirus di depannya. Berharap orang di depannya itu akan menyanggah apa yang ada di pikirannya. Karena kalau itu benar..

"Sayangnya itulah kenyataannya, Yang Mulia. Anak-anak dari Hayden dijual ke Kerajaan Solossa."

"Tidak masuk akal!!" Frey berseru marah.

Apakah orang-orang itu gila? Mereka menjual anak-anak, dan dari kerajaannya sendiri, ke kerajaan lain?? Mereka rela memberikan anak-anak mereka untuk menjadi budak kerajaan lain??

Frey tidak bisa percaya itu. Hatinya memanas dan memberat. Rasanya dia ingin mendatangi tempat itu sendiri dan menghajar orang-orang yang melakukan penyelewengan itu.

Frey menundukkan kepalanya dan memegangnya dengan kedua tangan. "Valias. Bawa aku ke sana. Aku akan menghajar orang-orang itu dengan tanganku sendiri!"

Valias tersenyum pada tekad sang calon raja bermata emas di sampingnya. "Tenanglah, Yang Mulia. Anda sebagai seorang calon raja tidak bisa membiarkan rakyat menyaksikan raja mereka tenggelam dalam amarah. Biarkan orang-orang Anda yang bekerja. Anda hanya perlu menjadi tokoh harapan anak-anak itu.

Dia melanjutkan. "Anda akan menyiapkan tempat tinggal untuk anak-anak itu. Kita akan menyingkirkan semua pelanggaran yang ada di Hayden sedikit demi sedikit."

Frey mengangkat kepalanya, dan bisa melihat senyum penuh keyakinan sang remaja berambut merah. Frey pernah melihat senyum itu sebelumnya.

Ketika orang itu untuk pertama kalinya menjatuhkan batu besar padanya.

Saat itu, dia memberi tahu Frey bahwa dirinya akan membantunya menghadapi Kei dan kelompoknya.

Orang itu memegang janjinya dan saat ini Frey hidup dan bahkan duduk di ruangan yang sama dengan saudaranya.

Bahkan sekarang pun Valias ada di sini bersamanya menghadapi Kei. "....Kau tampak percaya diri."

Valias mengambil cangkir teh yang barusan diletakkan oleh Kalim. "Selama ada Kei dan teman-temannya, saya yakin kita bisa melewati semua kesukaran yang ada nanti."

"...Kau. Kenapa kau bisa begitu yakin?" Kei akhirnya membuka mulutnya.

Kei melihat pemuda berambut merah menyesap teh di dalam cangkir yang dipegang dengan tangan kecil itu. Tampak tidak terganggu sama sekali dengan intimidasi yang dia berikan dari pertanyaannya. "Kau bukan orang yang begitu tidak punya hati jika seseorang meminta bantuanmu untuk hal yang baik. Semua yang akan aku pinta padamu hanya akan membawa Hayden yang adikmu cintai ke arah yang lebih baik. Jika suatu hari kau berpikir aku melakukan hal yang bisa melukai orang, kau bisa membunuhku saat itu juga."

Frey merasakan bagaimana matanya terbuka lebar mendengar Valias berucap dengan begitu santainya.

Kenapa dia selalu menggunakan nyawanya sebagai jaminan?

Dia menganggap enteng nyawanya karena dirinya yang memang akan mati sebentar lagi?

Frey tidak mau itu terjadi.

Kei pun, mengernyit dengan bagaimana orang yang sedang meminum teh itu dengan mudahnya menyuruh dirinya untuk membunuhnya. Kei belum pernah melihat orang yang begitu ingin mati seperti Valias yang baru-baru ini dia ketahui sebagai Valias Bardev.

Oza memberitahunya kalau Valias memiliki lencana simbol Count Bardev di kerahnya. Saat itu juga Valias didatangi oleh seorang pria yang merupakan ayahnya. Pria itu berpakaian mewah dan memiliki prajurit di bawah kendalinya.

Lalu dengan warna rambut yang mencolok itu, akan sulit dipercaya kalau Valias bukanlah seorang bangsawan. "Yang Mulia. Tolong siapkan ksatria dan mage untuk besok."

Frey tersadar dari lamunannya. "Besok? Bukan hari ini?"

"Terlalu tiba-tiba kalau sekarang. Kami akan pergi besok pagi." Valias menoleh pada Kei. "Kei. Kau bisa tinggal di sini untuk sementara. Kau harus berpenampilan sebagai ksatria istana besok."

"Tidak mau."

Valias tertawa kecil. Sudah menduga jawaban itu. "Kei. Kau dan teman-temanmu hidup dalam pelarian karena selama ini kalian hidup sebagai bandit. Kenapa tidak mencoba hidup normal di bawah atap istana?"

Kei melotot mendengar ucapan Valias sedangkan Frey terkejut dengan keberanian dan keinformalan Valias terhadap laki-laki dengan senjata itu.

"Aku tidak memaksa. Kau dan teman-temanmu bebas memilih. Selama ini kalian hidup dalam pelarian dan persembunyian dari ksatria istana dan mencari uang dengan merampok bangsawan yang lewat. Tapi kalian tidak tau dampak apa yang telah terjadi akibat perbuatan kalian."

Kei mengernyit. "Apa maksudmu?"

Sang pengguna pedang mengintimidasikan kernyitan sedangkan Frey dibuat cukup terkejut dengan perkataan Valias. Dia tidak menyangka Chalis memerintah prajurit untuk mencari mereka.

Kenapa? Karena takut keberadaan Kei terbongkar?

"Bangsawan-bangsawan itu adalah orang yang tidak mau kehilangan harta kekayaan mereka," jawab Valias. "Jika harta mereka dirampok, mereka akan mencari cara bagaimana cara mendapatkan harta mereka kembali.

"Karena identitas kalian tidak diketahui, mereka mulai melakukan hal-hal itu."

Kei melotot. Menolak untuk percaya kata-kata yang diucapkan Valias.

Sang penulis tidak pernah menjelaskan hal ini. Tapi Abimala sebagai pembaca memikirkan kemungkinan itu.

Kenapa seseorang dengan berani berbuat jahat kalau bukan demi kekayaan dan kekuasaan? Valias memikirkan kemungkinan itu.

Selain itu, Valias berharap dengan ucapannya Kei akan berubah pikiran dan bersedia bekerja untuk Frey.

Kekuatan suatu negara, dalam hal ini kerajaan, adalah orang-orang di dalamnya. Dengan Frey sebagai pemimpin, Valias masih membutuhkan tokoh-tokoh yang bersedia bekerja di bawah perintah Frey.

Dan tokoh-tokoh itu adalah Kei bersama teman-temannya.

Tokoh utama dalam cerita yang memiliki kekuatan terhebat.

Pembicaraan mereka selesai. Kei dengan hati berat menuruti ucapan Valias untuk menginap di istana. Begitu juga Valias. Kalim menyiapkan kebutuhan mereka. Juga pakaian ganti. Valias akhirnya menyadari betapa lelahnya tubuhnya. Setelah mandi dan makan makanan yang disediakan Kalim dan mengganti bajunya, Valias merasakan bagaimana tenaganya terkuras habis. Satu-satunya hal yang dia inginkan adalah berbaring.

Bepergian dengan kuda benar-benar melelahkan. Tidak heran kenapa orang-orang lebih suka menggunakan sihir berpindah.

Hari sudah mulai sore dan keseharian Valias benar-benar termakan oleh perjalanan. Dia bahkan belum melakukan hal yang besar hari ini. Valias mulai memikirkan bagaimana kelompok Kei melakukan permintaannya.

Apakah mereka berhasil? Apakah mereka menghancurkan kediaman Baran?

Dengan bagaimana tingkah mereka digambarkan di cerita, teman-teman Kei memang cukup destruktif.

Tapi Valias rasa itulah kelebihan mereka.

04/06/2022

Measly033