webnovel

Bagian 1: pergi

Bagian 1 : Pergi

Tangan halus itu bergetar kala menatap surat yang ada di meja riasnya. Gadis itu baru saja pulang dari sekolah, dan kejutan itu membuat dirinya lemah seketika.

Kertas yang digores tinta hitam membuat jantungnya berdegup dengan kencang, menatatap dengan nanar goresan tinta yang sanga dia hapal siapa pemiliknya. Apa salahnya hingga Sang kakak meninggalkan dirinya sendiri di sini.

Orang tua mereka telah pergi neberapa tahun yang lalu, meninggalkan dirinnya dengan sang Kakak. Namun, begitu malang nasib gadis bersurai kecoklatan itu, kakaknya pergi hanya Dengan meninggalkan surat untuk dirinya. Tuhan benar-benar kejam, itu yang saat ini ada di pikirannya.

Untuk adik tersayang ❤

Maaf Abang harus pergi. Lanjutkan hidup kamu, dengan tabungan yang sudah Abang persiapkan. Jaga diri, dan maafkan Abang meninggalkan kamu sendiri.

Air matanya lolos tanpa di minta, hidupnya yang sudah nelangsa karena ditinggal orang tua, bertambah menyedihkan saat Sang kakak juga ikut pergi meninggalkan dirinya. Dia menelungkupkan wajahnya di meja rias, menangis tersedu-sedu di sana. Hidupnya tuhan benar-benar tidak adil, setelah mengambil orang tuanya, sekarang dengan tega memisahkan dirinya dengan sang kakak. Laki-laki yang berada di ambang pintu menatap nanar sosok gadis yang terlihat lemah. Dia segera masuk dan meraih tubuh mungil yang beberapa tahun belakangan ini telah menemaninya. Killa--gadis cantik itu menangis dengan begitu kuat, hingga laki-laki tampan itu dapat merasakan basah di area dadanya.

"Sssst, tenanglah." Rangga-- sahabat Killa meraih kertas yang tadi sempat di remas oleh sahabat cantiknya itu. Begitu malang gadis yang ada di dekapannya ini, harus melalui liku terjal dalam hidupnya di usia yang masih belia. Dia yakin kehidupan gadis itu tidak akan mudah, dan dia tidak bisa untuk selalu berada di dekat gadis ini, rencananya dia kesini untuk memberitahu kabar yang akan membuat gadis itu semakin terpuruk. Dia tidak tega, namun dia harus mengatakannya.

"Tenanglah," gumamnya seraya mencium pucuk kepala Killa. Setelah di rasa Killa sudah tenang. Dia melepaskan pelukannya dan menangkup wajah cantik itu dengan lembut.

"Semua ada hikmahnya. Jalani hidup kamu seperti biasa. Aku yakin kamu bisa." Killa memegang tangan yang menangkup Wajahnya. Matanya yang sembab menatap wajah sahabatnya dengan tatapan memohon.

"Jangan tinggalkan Aku. Aku sendiri." Rangga menatap dalam netra coklat madu itu. Begitu indah, hingga dia dibuat terjatuh pada rasa yang sama. Berat rasanya dia meninggalkan gadis ini, namun perpisahan itu harus terjadi.

"Aku di terima di Oxford, maaf." Killa menatap nanar wajah tampan itu. Mengapa satu persatu orang yang dia sayang, pergi meninggalkan dirinya. Apa salahnya tuhan? Killa melepaskan tangan laki-laki itu. Dia ingin beranjak, namun tangannya di genggam dengan kuat namun tidak menyakiti.

"Aku hari ini harus berangkat." Killa terperangah di tempat. Dia Terkekeh miris, apa dia tidak penting bagi laki-laki yang usianya dua tahun di atasnya itu, hingga mendadak memberikan kabar yang mampu mengiris hatinya.

"Aku memang enggak penting buat kakak. Jadi pergilah." Rangga menggeleng.

"Bukan maksudku untuk merahasiakan ini. Tetapi aku tidak tega memberitahu kamu akhir-akhir ini. Kamu sedang sibuk ujian akhir semester, dan aku tidak ingin membebani kamu." Killa mencoba melepaskan tangannya, namun Rangga tidak melepaskan begitu saja.

"Aku tahu kamu marah. Satu hal yang ingin aku katakan Sebelum aku pergi." Rangga menarik tubuh Killa agar mendekat, tubuh mereka menyatu, membuat jantung keduanya sama-sama terpacu. Rangga memeluk pinggang gadis yang masih mengenakan seragam SMA itu. Killa Mendongak, sedangkan Rangga menunduk untuk menatap manik mata indah yang telah memikatnya dengan lancang.

"Dengarkan aku baik-baik. Aku pergi untuk kembali. Bukan pergi selamanya. Aku akan kembali, di sini, menjemput kamu. Ada hal yang selama ini aku simpan rapat. Kamu harus tahu, sejak pertama kali melihat kamu, saat aku mendekati kamu, tujuan ku bukan untuk menjadi sahabat kamu. Tapi menjadi orang spesial dalam hidup kamu. Singkatnya, aku cinta sama kamu." Setelah mengatakan itu, Rangga mendekatkan wajahnya dengan wajah Killa yang menatapnya dengan terperangah. Bibirnya yang terbuka karena Terkejut, memudahkan Rangga mencium bibir mungil itu. Killa tidak menolak, saat bibir lembut Rangga Melumat bibirnya dengan penuh perasaan. Dia menangis dalam ciumannya, bukan menangis sedih, dia bahagia. Bahagia karena cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. siapa yang tidak akan jatuh cinta pada sosok Rangga, sosok yang begitu perhatian kepadanya, selalu ada untuknya dan selalu menyempatkan waktu untuk sekedar menemanimu memakan es krim. Namun dia juga sedih, Mengapa saat mereka sama-sama memiliki rasa, jarak harus memisahkan mereka.

Rangga tersenyum saat Killa merespon ciumannya. Dia menekan Tengkuk Killa, memperdalam ciumannya. Lama mereka berciuman, hingga Rangga melepaskan terlebih dahulu. dia menyatukan Dahi mereka. Mata mereka saling tatap, hingga senyum Rangga merekah kala Killa menyuarakan suarannya.

"Aku juga mencintaimu." Rangga menghapus air mata yang menetes dari mata indah Killa. Tak kuat rasanya melihat gadisnya menangis seperti ini. Dia ingin menemani gadisnya namun, tuntutan pendidikan membuat dia harus pergi.

"Terima kasih. Tunggu aku kembali Sayang." Rangga mengecup bibir manis itu dengan lembut dan singkat.

"Aku harus pergi. Jaga diri dengan baik. Tunggu aku, karena aku akan kembali dengan rasa yang akan semakin membumbung tinggi. Aku mencintaimu." Rangga mengecup bibir dan dahi Killa dengan lembut, setelah itu pergi meninggalkan Killa yang meratapi kesendirian.

Killa menatap punggung lebar itu dengan nanar, sudah tak terhitung lagi dia kehilangan, kehilangan orang tua, kehilangan sang kakak dan Sekarang, kehilangan orang yang dia cinta.

Walaupun dia bahagia akan pernyataan cinta laki-laki itu, namun itu tidak cukup untuk menyembuhkan lukanya. Dia terduduk di lantai, kakinya lemas menyadari kesendirian yang akan dia lewati. Dadanya tiba-tiba sesak, seperti di himpit bongkahan batu hingga sulit bernafas. Lagi-lagi dia bertanya, apa salahnya? Hingga orang-orang yang dia cintai pergi dari hidupnya.

Tangisan pilu terdengar di penjuru kamar, tak ada siapa-siapa yang mendengar, Selain hembusan angin dari jendela yang masuk.

"Apakah Tuhan begitu membenci ku? Hingga satu-satu persatu dari mereka pergi dari hidupku? Tuhan..... Apa rencana mu sebenarnya. Mengapa kau dengan tega membiarkan orang-orang pergi dari hidupku!" Teriakkan frustrasi itu menggema. Dia Lelah dengan hidupnya, Lelah. Dia juga ingin pergi menyusul ayah dan ibunya, alasan untuk hidup sudah tidak ada lagi. walaupun kakaknya jarang menghabiskan waktu dengannya, namun tetap kasih sayang kakaknya tak terhitung.

Ayah dan ibu Killa adalah anak tunggal, dan nenek beserta kakeknya sudah lama meninggal. Dan itu membuat dia tidak mempunyai sanak keluarga. Jika masih ada sepupu atau om, dia tidak akan semenderita ini. Gadis itu menekuk kakinya, menyembunyikan wajahnya di lutut dengan isakkan yang terdengar pilu. Kesendirian, kesunyian, hal itu yang menjadi temannya saat ini. Tak akan terdengar canda tawa di rumah ini, hanya kesunyian yang akan mewarnai.