webnovel

Bara

Apa yang terjadi jika hidupmu berubah dalam semalam. Setidaknya itulah yang dirasakan bara. Ingatan terakhirnya adalah dia sedang dikejar debt collector dan salah satu dari mereka menusuknya hingga dia merasa jika ajalnya sudah dekat. Tapi yang terjadi selanjutnya begitu mengejutkannya. **** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa untuk menambahkannya ke dalam koleksi dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^ ---- Lanjutan side story tentang Ben bisa dibaca di https://www.webnovel.com/book/off-the-record-ben's-untold-story_22960375506464905

pearl_amethys · Hiện thực
Không đủ số lượng người đọc
702 Chs

Warning Sign

Bara berlatih untuk presentasinya tentang studi kasus yang dikirimkan MG Group sebagai bentuk test ketiga. Sejak subuh Bara sudah berdiri di depan cermin untuk berlatih menghadapi presentasi tersebut. Ini adalah presentasi pertamanya, Bara tidak ingin membuat malu dirinya sendiri. Apalagi dia menyandang status sebagai cucu Tubagus Haryo Pradana, jika presentasi yang dia bawakan buruk, bukan hanya dia mempermalukan dirinya sendiri tapi juga mempermalukan nama Pak Haryo.

"Sial," batin Bara setelah beberapa kali salah menyebutkan istilah.

Bara terus berlatih sampai tidak menyadari jam sudah menunjukkan pukul tujuh, sedangkan para peserta diminta untuk datang pukul sembilan.

Mbok Inah mengetuk pintu kamar Bara.

"Mas Bara, sarapannya sudah siap," ujar Mbok Inah dari balik pintu kamar Bara.

Bara terheran-heran ketika Mbok Inah memberitahukan tentang sarapan.

"Emang ini jam berapa? Kok sarapan gue udah siap," pikir Bara.

Bara lantas membuka jendela kamarnya, sinar matahari langsung menyorot masuk ke dalam kamarnya.

Bara refleks menutupi wajahnya dengan satu tangan untuk menahan sinar matahari yang menyilaukan matanya kemudian dia menoleh ke arah jam dinding di kamarnya.

Bara terperanjat begitu melihat angka pada jam dindingnya sudah menunjukkan pukul tujuh lewat. Bara kemudian segera berlari ke kamar mandinya. Ia mandi secepat kilat dan segera mengenakan pakaian yang sudah dia siapkan semalam. Setelah itu Bara keluar dari kamarnya dan memakan sarapan yang sudah disiapkan Mbok Inah.

"Pelan-pelan saja Mas makannya," tegur Mbok Inah yang kebetulan lewat di depan Bara dan melihatnya makan dengan terburu-buru.

"Takut telat, Mbok," ujar Bara dengan mulut penuh makanan.

"Dari sini ke kantor, kan, dekat Mas," Mbok Inah mengingatkan jarak dari apartemen Bara ke kantor pusat MG Group yang tidak terlalu jauh.

Mendengar perkataan Mbok Inah, Bara perlahan memelankan makannya.

"Bener juga. Kan, gue berangkat dari apartemen, apalagi kalau naik motor, bisa lebih cepat sampainya."

Bara mempertimbangkan untuk berangkat ke kantor MG Group menggunakan motor.

"Mbok, saya boleh minta tolong?" tanya Bara pada Mbok Inah.

Mbok Inah segera menghampiri bara. "Ada apa, Mas?"

"Tolong bilang Pak Pam, saya mau minjem motor dia buat berangkat ke kantor."

Mbok Inah terperangah mendengar permintaan Bara.

"Mas Bara mau ke kantor naek motornya Pak Pam?" tanya Mbok Inah meyakinkan.

"Iya, emang kenapa Mbok?"

"Ya sudah kalau memang mau pakai motor Pak Pam, saya kasih tahu dia dulu."

Mbok Inah segera menghubungi Pak Pam supir pribadi Bara untuk memberitahukan permintaan Bara untuk menggunakan motornya. Pak Pam sama terkejutnya ketika mendengar ucapan Mbok Inah ditelpon. Selesai menelpon Pak Pam, Mbok Inah kembali menghampiri Bara.

"Pak Pam mau minjemin, Mas. Tapi ada syaratnya," ujar Mbok Inah.

"Apa syaratnya?"

"Mas Bara bonceng Pak Pam, jadi nanti setelah sampai kantor, Pak Pam kembali lagi ke sini untuk ambil mobil. Dia takut kena marah Bapak, apalagi kalau sampai Mas Bara kenapa-kenapa," terang Mbok Inah.

"Oh," sahut Bara singkat. "Oke kalau begitu," lanjut Bara menyetujui syarat Pak Pam.

"Kalau Mas Bara sudah setuju, saya kasih tahu Pak Pam."

Mbok Inah kemudian kembali menghubungi Pak Pam.

-----

Selesai sarapan, Bara segera turun untuk menemui Pak Pam didepan lobi apartemennya. Pak Pam sudah menunggunya bersama dengan motor yang biasa dia tumpangi.

"Ini motornya Pak?" tanya Bara menunjuk motor Pak Pam.

Sebuah motor skuter matik berwarna hitam.

"Iya, Mas."

Bara mengamati motor skuter milik Pak Pam.

"Kenapa, Mas? Masih mau pinjam motor saya?" tanya Pak Pam yang melihat Bara seperti sedang mengamati motornya.

"Ayo berangkat Pak, mana kuncinya?" Bara meminta kunci motor Pak Pam.

Pak Pam dengan sedikit ragu-ragu menyerahkan kunci motornya pada Bara. Bara segera menaiki motor tersebut dan Pak Pam segera duduk membonceng dibelakang.

"Mas Bara punya SIM, kan?" tanya Pak Pam sesaat sebelum Bara tancap gas.

Bara terkekeh. "Ngga, Pak."

Bara kemudian langsung tancap gas meninggalkan kompleks apartemennya.

"Terus kalau kita kena tilang gimana, Mas?" ucap Pak Pam di telinga Bara sambil setengah berteriak.

"Tenang aja, Pak. Polisi kalau abis gajian jarang nilang sembarangan," jawab Bara sambil berteriak.

"Semoga aja, Mas," timpal Pak Pam.

Di dalam hatinya Pak Pam terus berharap agar pagi ini mereka berdua terhindar dari Polisi. Sementara itu, Bara sangat menikmati mengendarai motor Pak Pam. Bara mengendarai motor Pak Pam dengan sangat lincah. Dengan mudahnya Bara menyalip di antara kendaraan yang cukup padat pagi ini.

Tidak sampai tiga puluh menit mereka sudah tiba dikantor MG Group. Bara kembali menyerahkan helm dan kunci motor milik Pak Pam. Saat Pak Pam hendak pamit untuk kembali ke apartemen dan mengambil mobil, Bara memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan pada Pak Pam.

"Ngga usah repot-repot, Mas." Pak Pam berusaha menolak uang pemberian Bara.

"Ngga apa-apa, Pak. Ambil aja, sambil nunggu saya selesai, bapak ke bengkel aja dulu. Kayanya motor Bapak udah waktunya di service, shock breaker-nya udah kerasa ngga enak, Pak," terang Bara.

Pak Pam terdiam sejenak, ternyata Bara menyadari kondisi motornya. Dirinya memang belum sempat mengganti beberapa onderdil motornya yang sudah saatnya untuk diganti.

Pak Pam akhirnya menerima uang pemberian Bara. "Makasih, Mas."

"Ya sudah, saya masuk dulu, Pak." Bara berjalan menuju pintu masuk gedung MG Group.

Pak Pam tiba-tiba memanggil Bara, "Mas Bara!"

Bara menoleh.

"Sukses buat presentasinya, Mas," teriak Pak Pam.

Bara tersenyum sambil mengacungkan jempolnya pada Pak Pam dan melanjutkan langkahnya menuju gedung MG Group.

*****

Pegawai MG Group sibuk mempersiapkan ruang kontrol yang akan digunakan selama presentasi berlangsung. Meskipun penguji di dalam ruang tes hanya berjumlah tiga orang, nyatanya selama melakukan presentasi para peserta akan diamati oleh beberapa orang lagi melalui ruang kontrol ini. Untuk tahun ini secara khusus Pak Haryo dan Pak Angga akan ikut mengamati para peserta. Pak Haryo masuk ke dalam ruang kontrol dan menyapa pegawai yang masih menyiapkan ruang tersebut. Pak Haryo kemudian duduk di sudut agar tidak mengganggu persiapan yang sedang dilakukan. Tidak berapa lama, Pak Angga datang ke ruang kontrol dengan tergesa-gesa dan segera menghampiri Pak Haryo.

"Mas kapan sampai?" sapa Pak Angga.

"Belum lama," jawab Pak Haryo singkat.

Pak Angga kemudian mengambil kursi yang ada didekatnya dan duduk di sebelah Pak Haryo. Meskipun keduanya terlihat sedang mengobrol santai, namun orang-orang di dalam ruangan tersebut merasa mereka seperti sedang berada di tengah perang dingin. Para pegawai yang sedang bersiap, mau tidak mau mempercepat persiapan mereka agar bisa segera keluar dari ruangan tersebut.

"Kamu sudah siap?" tanya Pak Haryo pada Pak Angga.

"Saya tidak pernah merasa sesiap ini," jawab Pak Angga.

*****

Seluruh mata yang ada diruang tunggu mengarah pada Bara begitu dirinya masuk ke dalam ruang tunggu. Bara tidak terlalu mempedulikan tatapan orang-orang padanya. Bara justru menyapukan padangannya untuk mencari biang onar yang kemarin membuat keributan pada saat tes kedua untuk membuktikan kecurigaannya.

Dugaan Bara ternyata benar, dia melihat si biang onar sedang duduk di kursi dekat pintu masuk ruang tes. Menyadari ada orang yang sedang menatapnya, si biang onar mengalihkan perhatian dari ponselnya dan balas menatap Bara sekilas kemudian kembali mengalihkan perhatian pada ponselnya. Melihat kursi di sebelah si biang onar kosong, Bara segera melangkah menuju kursi tersebut.

"Kayanya kita bakal sering ketemu," ujar Bara ketika duduk di sebelah si biang onar.

"I know," timpal si biang onar tanpa memandang Bara.

Bara berusaha menahan amarahnya ketika kembali berhadapan dengan si biang onar. Melihat si biang onar yang bersikap acuh tak acuh, Bara akhirnya memilih untuk bersikap sama dan kembali memfoskuskan perhatiannya pada tes ketiga yang sebentar lagi akan dimulai.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan, salah seorang pegawai MG Group keluar dari dalam ruang tes dan mulai memanggil peserta satu-persatu berdasarkan huruf pertama nama mereka. Bara memperhatikan setiap perserta yang masuk, mereka akan keluar kembali tidak kurang dari sepuluh menit setelah mereka dipanggil.

Setelah beberapa orang dipanggil, tiba giliran nama Bara dipanggil. Bara segera masuk ke dalam ruang tes, disana sudah menunggu tiga orang penguji. Salah seorang diantaranya adalah Pak Bima. Pak Bima tidak dapat melepaskan pandangannya dari Bara ketika Bara masuk kedalam ruangan tersebut. Bara yang semula tenang, menjadi sedikit gelisah ketika menatap mata Pak Bima. Dua orang penguji lainnya berbisik-bisik di depan Bara. Bara yakin mereka berdua sedang membicarakan dirinya.

"Rasanya kita tidak perlu bertanya terlalu jauh, dengan atau tanpa tes ini Mas Bara pasti akan bergabung bersama kita," ucap salah satu penguji.

"Tidak bisa begitu, kita harus biarkan dia mempresentasikan apa yang sudah dikerjakannya. Benar, kan. Bara?" ujar Pak Bima sambil menatap Bara.

"Pak Bima ini, masa sama keponakan sendiri kaku begitu," ujar penguji lainnya menimpali ucapan Pak Bima.

Pak Bima menoleh dan menatap orang itu dengan tatapan dingin. Orang tersebut merunduk ketika Pak Bima menatapnya.

"Maaf, bisa saya mulai presentasinya?" tanya Bara.

Pak Bima mengalihkan tatapannya pada Bara.

"Ya, silahkan," Pak Bima mempersilahkan Bara untuk memulai presentasinya.

Bara menghela napas panjang sebelum memulai presentasinya.

-----

Pak Haryo dan Pak Angga memperhatikan dengan serius melalui layar monitor di ruang kontrol ketika giliran Bara tiba. Pak Haryo khawatir, Pak Bima akan menjebak Bara dengan pertanyaan-pertanyaan sulit, mengingat Bara belum terlalu banyak belajar tentang manajemen perusahaan. Pak Angga tersenyum setiap kali melihat Bara seperti kewalahan menjawab pertanyaan yang diajukan Pak Bima. Namun meskipun terlihat kewalahan, sejauh yang dilihatnya Bara mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dengan meyakinkan.

"Lumayan juga untuk ukuran anak yang bahkan tidak mempunyai ijazah SMA," sindir Pak Angga.

Pak Haryo menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Ijazah itu hanya selembar kertas legalitas. Apa kamu lupa, saya juga tidak mengenyam pendidikan yang tinggi. Diantara kita berdua memang kamu yang berpendidikan tinggi, tapi tanpa saya, kamu tidak akan bisa sampai seperti ini," timpal Pak Haryo.

Pak Angga terdiam mendengar ucapan Pak Haryo.

Pak Haryo merasa lega Bara mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.

----

"Saya punya satu pertanyaan terakhir untuk kamu," ujar Pak Bima tiba-tiba.

----

Pak Angga dan Pak Haryo kembali berubah serius ketika mendengar Pak Bima tiba-tiba kembali akan mengajukan pertanyaan pada Bara.

----

"Jika suatu saat nanti kamu memimpin perusahaan ini, apa yang pertama kali akan kamu lakukan?" ucap Pak Bima sambil menatap tajam ke arah Bara.

Dua orang penguji disebelah Pak Bima, berbisik-bisik setelah mendengar pertanyaan yang diajukan Pak Bima untuk Bara. Bara terdiam, pertanyaan yang diajukan Pak Bima sama sekali tidak ada dalam latihannya. Bara mencoba berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Pak Bima.

----

Pak Haryo dan Pak Angga sama-sama terdiam dan penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Bara. Keduanya melihat dari monitor yang ada dihadapan mereka, Bara terlihat masih memikirkan jawaban untuk pertanyaan yang diajukan Pak Bima.

----

Bara menatap tajam Pak Bima, "Saya akan memeriksa seluruh laporan keuangan perusahaan."

Pak Bima mengerutkan keningnya mendengar jawaban Bara.

"Kenapa kamu mau memeriksa seluruh laporan keuangan perusahaan?" Pak Bima kembali bertanya.

"Maaf, bukannya tadi bapak bilang itu pertanyaan terakhir?" Bara memilih untuk balik bertanya pada Pak Bima.

Pak Bima sedikit menyeringai melihat Bara yang berani bertanya balik kepadanya.

"Oh, maaf kalau begitu, anggap saja saya tidak pernah bertanya pertanyaan barusan, sekarang kamu boleh keluar," ujar Pak Bima.

"Terima kasih, saya permisi dulu," ucap Bara.

Bara berbalik dan hendak meninggalkan ruang tes. Namun, alih-alih keluar dari ruangan tes, Bara justru kembali berbalik dan berjalan menghampiri meja Pak Bima.

"Saya mau jawab pertanyaan Om tadi, kenapa saya mau memeriksa seluruh laporan keuangan perusahaan?"

Pak Bima penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Bara. Pak Bima meletakkan kedua tangannya di meja dan menunggu Bara melanjutkan kata-katanya. Keduanya saling menatap tajam.

"Karena saya mencium bau yang sangat busuk disini," Bara menekankan kata-katanya.

----

Mendengar jawaban yang diberikan Bara, Pak Angga menjadi geram. Pak Bima yang sedang berhadapan dengan Bara juga tanpa sadar mengepalkan tangannya. Sementara Bara, segera pergi meninggalkan ruang tes setelah memberikan jawaban terakhirnya pada Pak Bima.

----

Pak Haryo bangkit dari kursinya dan meninggalkan Pak Angga yang masih menatap layar monitor dihadapannya. Pak Haryo sangat puas dengan apa yang dilakukan Bara hari ini. Pak Haryo keluar dari ruang kontrol. Pak Angga memandangi punggung Pak Haryo yang menghilang dibalik pintu ruang kontrol dengan penuh kebencian.

****