webnovel

BAMBINO PICCOLO

"...karena pebisnis seperti kita, punya keturunan itu penting..." "...buat apa punya istri cantik dan muda kalau gak bisa kasih keturunan" 5 tahun sudah usia pernikahan mereka Sudah siapkah sang istri menjadi seorang ibu? Sedang sang suami yang berusia 10 tahun lebih tua darinya selalu menanti kehadiran sang buah hati

yoonzeoy · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
2 Chs

SATU

Mereka bersama, tapi berjauhan. Mereka satu ruangan tapi berseberangan. Mereka berhadapan, tapi beda meja. Mereka hanya sama sama sibuk dengan urusan masing masing.

Di sudut kanan seorang pria sibuk membolak balikkan berlembar kertas di dalam map map besar. Tak kalah sibuk, di sudut kiri ruangan seorang wanita pun melakukan hal serupa, memutar mutarkan pensilnya, mencoret coret setiap kata yang ia rasa kurang pas dan tak sedap di pandang mata.

Helaan nafas panjangnya mengalihkan atensi sang pria. Sang pria mengintip di balik kacamatanya, memperhatikan gerak sang wanita yang terlihat gusar.

"Perlu bantuan?"

Namun yang ditawari hanya menggeleng pasrah.

Sang pria berjalan mendekat, menghampiri sang wanita yang masih sibuk dengan dua layar komputer yang menatapnya.

"Satu satu, Ra. Fokusin satu dulu, gak bisa kamu kerjain berbarengan gitu. Fokus kamu kebagi, yang ada tulisan gak kelar skripsi kamu terbengkalai"

Kembali menghela nafasnya lemah, dengan nada frustasi ia katakan "Tapi deadlinenya barengan Ka, aku harus nyerahin Revisian skripsi besok, dan editor juga nagih tulisan aku besok. Aku harus kelarin malem ini juga"

"Ra, mana yang lebih penting? Buku atau Skripsi kamu?"

Kembali ia hembuskan nafasnya, menatap malas lawan biacaranya

"Dua duanya penting Ka, aku gak bisa milih"

Entah kenapa wanitanya kini lebih keras kepala di banding dulu. Ketika gadis yang ia nikahi menjadi dewasa, gadis itu sulit sekali untuk di atur, semaunya sendiri, jarang mendengarkan apa yang menjadi saran prianya. Benar tentang ungkapan menjadi dewasa itu menyebalkan

Sang pria meletakkan telapak tangan kirinya di meja sebagai tumpuan untuk menopang tubuhnya.

"Ra, masa kamu mau korbanin gelar sarjana kamu cuma demi buku kamu. Tunda aja lah, itu bisa di terbitin kapan aja. Tapi kuliah kamu, masa harus revisian terus. Betah ya kamu jadi mahasiswa?"

Kalimat terakhir yang di ucapkan sang pria mencubit hatinya, sebentar ia alihkan pandangannya pada pria tampan dengan kaos polos dan celana kolornya. Hanya sebentar, tak sampai 5 detik, ia kembali mengalihkan pandangannya pada setumpuk kertas di hadapannya.

"Ya gak gitu juga, selagi aku bisa kenapa nggak di coba? Kalau kelar bareng bareng kan nyantainya juga lebih enak"

Maka sang pria meninggalkan wanitanya seraya ia katakan "Terserah kamu lah Ra"

Deg

Hatinya tersentak, satu kata yang tak pernah keluar dari mulut sang pria membuat ia merasa bersalah. Seharusnya kata Terserah itu umum di pakai saat wanita sedang marah. Tapi jika itu dikatakan oleh seorang pria, maka marahnya pun berbeda. Terlebih jika itu keluar dari mulut pria super jutek seperti prianya.

***